Oleh Evi dalam eviindrawanto.wordpress.com 26 November 2011
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai manulanya
Seiring meningkatnya kemakmuran yang ditandai kian membaiknya akses terhadap kesehatan, seiring itu pula terjadi peningkatan jumlah kaum manula dalam suatu negara. Sekalipun Indonesia belum bisa disebut sebagai negara makmur, namun Pusat Data Nasional pada tahun 2010 memperkirakan bahwa pada tahun 2020 mendatang, jumlah manusia usia lanjut (manula) di Indonesia akan mencapai 11% dari jumlah penduduk. Jika, misalnya, jumlah penduduk Indonesia di tahun2020 mencapai 250 juta – kemungkinan besar bahkan lebih –, berarti jumlah manula adalah 27,500,000 orang. Dari jumlah ini, diperkirakan 80% masih produktif, yang berarti masih giat beraktifitas di masyarakat dan memiliki penghasilan sendiri. Sedangkan 20% sisanya tidak lagi produktif, berarti lebih banyak tinggal di rumah dan bergantung pada keluarga. SumberDi Indonesia manula adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Artinya dua tahun setelah 2020 saya akan digolongkan statistik sebagai salah satu bagian dari mereka.Wah waktunya tak lama lagi, Masya Allah bikin deg2an! Yang jelas apakah nanti saya masuk ke golongan 80% atau 20% persen sangat tergantung dari apa yang dilakukan sekarang. Alhamdulillah jika masuk golongan pertama, artinya masih bisa melakukan sesuatu menjelang ajal tiba. Pusing juga membayangkan jika cuma mewek-mewek dirumah menunggu kedatangan Izra’il.
Insya Allah saya akan mempersiapkan diri dari sekarang agar yang terbaiklah yang terjadi dalam menjalani hari-hari lansia. Dan sudah minta juga pada anak-anak agar dimasukan saja ke rumah jompo yg ada perpustakaan dan sarana internetnya (hahaha). Tapi bagaimana dengan teman-teman lain yang tak menyadari bahwa suatu hari kelak mereka tidak cuma tak mampu mengurus diri sendiri tapi juga tak tahu bagaimana memanfaatkan sisa usia? Syukur kalau punya tabungan cukup, dana pensiun atau anak-anak mereka mampu mencukupi segala kebutuhan. Semoga mereka segera insyaf.
Kalaupun syarat ekonomi terpenuhi manula tetap manusia yang membutuhkan wadah dalam pemenuhan maupun mengekspresikan emosi. Hanya karena mereka tua bukan berarti tak butuh lagi kegiatan, perhatian dan kasih sayang. Namun tak bisa menolak fakta bahwa bertambah maju tingkat ekonomi suatu bangsa tambah kesepian para manulanya. Gara-gara anak-anak sibuk berkiprah di masyarakat, meniti karir, dan membina keluarga mereka sendiri. Karena itu saya berharap kelak akan lahir banyak badan yang akan menanggapi isu ini. Entah itu berupa kegiatan bisnis, gerakan sosial atau kerja sosial.
Salah satu yang mulai memikirnya adalah Lumintu (lumayan menjelang tutup usia). Seperti namanya misi mereka pemberdayaan lansia. Dicetuskan oleh Pak Slamet Riyadi, seorang lansia juga di Tangerang. Bersama pengrajin yang sebagian besar adalah tetangga Lumintu membuat aneka tas, dompet dan souvenir hiasan rumah. Bahan bakunya berupa anyaman limbah plastik dan alumium foil bekas pasta gigi . Pekerja ini dulunya membuat anyaman pandan namun gara-gara kelangkaan bahan baku, dari pada menganggur keahlian tersebut dimanfaatkan oleh Pak Slamet. Dengan upah 50rb-150rb/minggu, tergantung skill dan kesulitan anyaman yang akan dibuat, produk Lumintu saat ini sudah ekspor Eropa, Amerika dan Jepang.
Banyak manfaat yang didapatkan para lansia yang tergabung dalam Lumintu selain menerima upah tetap. Kegiatan menganyam secara tak lansung membantu melatih motorik, ini berguna dalam mencegah kepikunan. Begitu pula dengan mendaur ulang limbah alumunium foil dan plastik, Lumintu jelas memperpanjang masa sampah tersebut sampai di bumi. Bahkan setelah tas dan dompetnya rusak bahan-bahan tersebut masih tetap bisa di daur ulang menjadi barang-barang lain.
Begitulah sebaiknya sikap dalam menghargai kehidupan. Memanfaatkan usia senja dan limbah seefektif mungkin demi hidup itu sendiri.
Salam,
0 comments:
Post a Comment