Rabu, 29 Oktober 2014
Mikael Rua, Gaetano Errico
warna liturgi Hijau
Bacaan:
Ef. 6:1-9; Mzm. 145:10-11,12-13ab,13cd-14; Luk. 13:22-30. BcO Keb. 4:1-20
Lukas 13:22-30:
22
Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke
desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem. 23 Dan
ada seorang yang berkata kepada-Nya: "Tuhan, sedikit sajakah orang yang
diselamatkan?" 24 Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: "Berjuanglah
untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu:
Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat. 25 Jika
tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di
luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan, bukakanlah kami
pintu! dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari
mana kamu datang. 26 Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum
di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami. 27
Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang,
enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan! 28
Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan
melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan
Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar. 29 Dan orang akan datang
dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk
makan di dalam Kerajaan Allah. 30 Dan sesungguhnya ada orang yang
terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang
terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir."
Renungan:
Mempunyai
seorang guru yang hebat tentu membanggakan. Dalam percakapan sering
kita mendengar orang bangga telah diajar oleh si A, B. Bahkan orang
sering gampang merasa bangga kala sudah mengikuti seminar dari
tokoh-tokoh besar. Ke mana-mana ia akan bercerita bahwa ia pernah
mengikuti seminar profesor A, doktor B dsb.
Boleh-boleh saja kita
bangga menjadi murid seorang guru yang hebat atau mengikuti seminar
tokoh hebat. Kita bisa mendapatkan warisan ilmu yang baik. Namun
cukupkah itu? Bukankah itu hanya sama dengan "Kami telah makan dan minum
di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami" (Luk
13:26). Kala hanya begitu rasanya Tuhan tidak akan membukakan pintu
rumahNya. Rasa saya pendengaran itu perlu diikuti tindakan nyata.
"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!" (Luk 13:24).
Maka
marilah kita tidak hanya puas mendengar pengajaran dari para guru,
pemberi seminar, tapi terus berjuang mewujudkannya dalam perjuangan
hidup sehari-hari. Pengajaran yang baik perlu diikuti tindakan nyata. Iman
dengan perbuatan akan hidup.
Kontemplasi:
Hadirkan wajah guru favoritmu. Ingatlah ajaran emasnya dan lihatlah pengaruhnya bagi hidupmu sekarang.
Refleksi:
Bagaimana langkah-langkahmu mewujudnyatakan ajaran-ajaran emas?
Doa:
Tuhan terima kasih atas segala ajaranMu. Semoga aku tidak kenal lelah memperjuangkannya dalam hidup harianku. Amin.
Perutusan:
"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment