Berikut ini adalah terjemahan yang tidak resmi (unofficial translation) dari ensiklik Paus Fransiskus yang berjudul Lumen Fidei (Terang Iman). Jika anda ingin mengutip terjemahan ensiklik ini, mohon mencantumkan www.katolisitas.org sebagai sumbernya, sehingga kalau ada masukan dapat diberitahukan kepada kami.
AN
UNOFFICIAL INDONESIAN TRANSLATION OF THE ENCYCLICAL LUMEN FIDEI (The Light
of Faith)
@COPYRIGHT 2014 – KATOLISITAS
@COPYRIGHT 2014 – KATOLISITAS
Surat
Ensiklik
TERANG IMAN
TERANG IMAN
dari Sri Paus
FRANSISKUS
Kepada Para Uskup Imam dan Diakon
Kaum Religius dan Umat Awam
Tentang IMAN
Kaum Religius dan Umat Awam
Tentang IMAN
Keselamatan oleh iman
19. Atas
dasar partisipasi dalam cara Yesus melihat hal-hal ini, Santo Paulus telah
meninggalkan kita sebuah uraian kehidupan iman. Dalam menerima karunia iman,
orang-orang percaya menjadi sebuah ciptaan baru; mereka menerima sebuah
keberadaan baru; sebagai anak-anak Allah, mereka sekarang adalah “para putera
di dalam Sang Putera”. Ungkapan “Abba, Bapa” itu, yang menjadi ciri khusus dari
pengalaman Yesus sendiri, sekarang menjadi inti dari pengalaman Kristiani (bdk.
Rom 8:15). Kehidupan iman, sebagai sebuah eksistensi hubungan antara anak dan
bapa, adalah pengakuan dari sebuah karunia primordial [sejak awal mula]dan
radikal yang menjunjung tinggi hidup kita. Kita lihat hal ini dengan jelas
dalam pertanyaan Santo Paulus kepada jemaat di Korintus: “Apakah yang engkau
punyai yang tidak engkau terima?” (1 Kor 4:7). Hal ini merupakan inti pokok
perdebatan Paulus dengan orang- orang Farisi: masalah tentang apakah
keselamatan dicapai dengan iman atau dengan perbuatan-perbuatan sesuai dengan
hukum Taurat. Paulus menolak sikap dari mereka yang menganggap diri mereka
dibenarkan di hadapan Allah atas dasar perbuatan-perbuatan mereka sendiri.
Orang-orang semacam itu, bahkan ketika mereka mematuhi perintah-perintah dan
melakukan perbuatan-perbuatan baik, berpusat pada diri mereka sendiri; mereka
gagal untuk menyadari bahwa kebaikan datang dari Allah. Mereka yang hidup
dengan cara ini, yang ingin menjadi sumber dari kebenaran mereka sendiri,
menemukan bahwa yang terakhir ini akan segera habis dan bahwa mereka bahkan
tidak mampu menjaga hukum. Mereka menjadi terperangkap dalam diri mereka
sendiri dan terisolasi dari Tuhan dan dari orang lain; hidup mereka menjadi
sia-sia dan perbuatan-perbuatan mereka tandus, seperti sebatang pohon jauh dari
air. Santo Agustinus mengatakan kepada kita dengan caranya yang ringkas dan
mengejutkan seperti biasa: ” Ab eo qui fecit te , noli deficere nec ad te“,
“Jangan berpaling dari Dia yang telah menciptakan kamu, bahkan untuk menuju ke
arah dirimu sendiri”.[15] Pada saat aku berpikir bahwa dengan berpaling
dari Allah, aku akan menemukan diriku sendiri, hidupku mulai hancur berantakan
(bdk. Luk 15:11-24). Awal keselamatan adalah keterbukaan terhadap sesuatu
sebelum kepada diri kita sendiri, kepada sebuah karunia sejak awal mula yang
menyatakan kehidupan dan menopangnya dalam keberadaannya. Hanya dengan menjadi
terbuka dan mengakui karunia ini kita dapat diubah, mengalami keselamatan dan
menghasilkan buah yang baik. Keselamatan oleh iman berarti mengakui keutamaan
karunia Allah. Sebagaimana Santo Paulus katakan itu: “Dengan rahmat kamu
diselamatkan oleh iman, dan ini bukan hasil usahamu sendiri, melainkan
pemberian Allah” (Ef 2:8).
20. Cara
pandang yang baru dari iman untuk melihat segala sesuatu adalah berpusat pada
Kristus. Iman dalam Kristus membawa keselamatan karena di dalam Dia hidup kita
menjadi terbuka secara radikal terhadap sebuah kasih yang mendahului kita,
sebuah kasih yang mengubah kita dari dalam, yang bertindak di dalam kita dan
melalui kita. Hal ini jelas terlihat dalam penafsiran Santo Paulus akan sebuah
teks dari kitab Ulangan, sebuah tafsir yang sesuai dengan inti dari pesan
Perjanjian Lama. Musa memberitahu orang-orang bahwa perintah Allah tidaklah
terlalu sukar ataupun tidaklah terlalu jauh. Tidak perlu untuk mengatakan:
“Siapakah yang akan naik ke surga bagi kita dan membawanya kepada kita?” atau
“Siapakah yang akan menyeberang ke seberang laut bagi kita, dan membawanya
kepada kita?” (Ul 30:11-14). Paulus menginterprestasikan kedekatan Sabda Allah
ini dalam arti kehadiran Kristus di dalam diri orang Kristen. “Jangan katakan
di dalam hatimu: Siapakah yang akan naik ke surga?” (yaitu, untuk membawa Yesus
turun), atau ‘Siapakah yang akan turun ke jurang maut? “(yaitu, untuk membawa
Kristus bangkit dari antara orang mati)” (Rom 10:6-7). Kristus turun ke bumi
dan bangkit dari dunia orang mati; oleh inkarnasi dan kebangkitan-Nya, Sang
Putera Allah telah memeluk seluruh hidup dan sejarah manusia, dan sekarang
berdiam di dalam hati kita melalui Roh Kudus. Iman tahu bahwa Allah telah
mendekat kepada kita, bahwa Kristus telah diberikan kepada kita sebagai sebuah
pemberian yang luar biasa besar yang mengubah kita dari dalam, [bahwa
Kristus]berdiam dalam diri kita dan dengan demikian melimpahkan kepada kita,
terang yang menerangi asal-usul dan akhir kehidupan.
21. Maka,
kita dapat melihat perbedaan itu, yang dibuat oleh iman bagi kita. Mereka yang
percaya diubah oleh kasih itu yang kepadanya mereka telah membuka hati mereka
dalam iman. Dengan keterbukaan mereka terhadap tawaran kasih yang terdapat
sejak awal mula ini, kehidupan mereka diperbesar dan diperluas. “Bukan lagi aku
sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku” (Gal 2:20).
“Semoga Kristus berdiam di dalam hatimu melalui iman” (Ef 3:17). Kesadaran diri
dari orang percaya itu sekarang meluas karena kehadiran Seseorang yang lain; ia
sekarang tinggal di dalam Seorang yang lain ini dan dengan demikian, dalam
kasih, hidup memperoleh sebuah nafas baru yang utuh. Di sini kita melihat Roh
Kudus bekerja. Seorang Kristen dapat melihat dengan mata Yesus dan mengambil
bagian dalam pikiran-Nya, sikap batin yang berkenaan dengan keputeraan-Nya,
karena ia mengambil bagian dalam kasih-Nya, yang adalah Roh. Dalam kasih Yesus,
kita menerima visi-Nya dengan sebuah cara tertentu. Tanpa menjadi serupa dengan
Dia dalam kasih, tanpa kehadiran Roh, adalah mustahil untuk mengakui Dia
sebagai Tuhan (bdk. 1 Kor 12:3).
0 comments:
Post a Comment