Senin, 17 April 2017
Matius 28:8-15
28:8 Mereka segera pergi dari kubur itu, dengan takut
dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya
kepada murid-murid Yesus.
28:9 Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan
berkata: "Salam bagimu." Mereka mendekati-Nya dan memeluk kaki-Nya
serta menyembah-Nya.
28:10 Maka kata Yesus kepada mereka: "Jangan
takut. Pergi dan katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke
Galilea, dan di sanalah mereka akan melihat Aku."
28:11. Ketika mereka di tengah jalan, datanglah
beberapa orang dari penjaga itu ke kota dan memberitahukan segala yang terjadi
itu kepada imam-imam kepala.
28:12 Dan sesudah berunding dengan tua-tua, mereka
mengambil keputusan lalu memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-serdadu
itu
28:13 dan berkata: "Kamu harus mengatakan, bahwa
murid-murid-Nya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur.
28:14 Dan apabila hal ini kedengaran oleh wali negeri,
kami akan berbicara dengan dia, sehingga kamu tidak beroleh kesulitan
apa-apa."
28:15 Mereka
menerima uang itu dan berbuat seperti yang dipesankan kepada mereka. Dan
ceritera ini tersiar di antara orang Yahudi sampai sekarang ini.
Butir-butir Permenungan
- Tampaknya, kalau keadaan memang sudah parah, untuk mendapatkan yang dibutuhkan orang memang harus menyuap. Bahkan suap dalam keadaan seperti itu dapat disebut oleh banyak orang sebagai hal yang sudah membudaya.
- Tampaknya, dalam keadaan seperti itu ada yang bilang bahwa suap menjadi salah satu kebijaksanaan hidup. Karena orang bijaksana akan menghadapi hidup secara rasional, yaitu sesuai kenyataan, sehingga ada yang berkata “Sekalipun dalam lalu lintas dua arah berkendaraan ada aturan harus lewat jalur kiri atau kanan, apabila di jalur itu jalanan rusak orang waras akan menghindarinya”.
- Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, semenolong apapun dalam menghadirkan kelancaran urusan dan selazim apapun masyarakat sudah menjalani, yang namanya suap tetap menjadi penutup kebenaran yang dapat menghadirkan kebutaan nurani dari generasi berikutnya. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan berani menanggung risiko demi menerima menyatakan kebenaran.
Ah, yang pokok itu ikut saja
arus umum agar tak disebut sok suci.
0 comments:
Post a Comment