diambil dari http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id352.htm
oleh: P. Francis J. Peffley
Apa itu Masa Prapaskah?
Masa Prapaskah adalah masa 40 hari sebelum Paskah, yang digunakan
Gereja untuk mempersiapkan diri dalam merayakan Kebangkitan Tuhan kita
Yesus Kristus pada hari Minggu Paskah.
Bilamanakah Masa Prapaskah dimulai? Masa
Prapaskah dimulai pada hari Rabu Abu, yaitu hari di mana umat beriman
menerima tanda Salib dari abu di dahinya. Masa Prapaskah berakhir pada
siang hari Sabtu Suci. Lima hari Minggu Prapaskah tidak terhitung dalam
masa 40 hari tersebut.
Mengapa orang Katolik membubuhi dahinya dengan tanda salib pada hari Rabu Abu?
Sebab menurut Injil tanda di dahi adalah lambang kepemilikan
seseorang. Dengan tanda salib didahinya melambangkan bahwa orang
tersebut adalah milik Yesus Kristus, yang wafat di Kayu Salib. Tanda itu
serupa dengan tanda rohani atau meterai yang dimeteraikan dalam
Baptisan Kristiani, yaitu ketika manusia dibebaskan dari perbudakan
dosa, serta dijadikan hamba kebenaran. (Roma 6:3-18). Tanda itu juga
serupa dengan gambaran orang-orang benar dalam Kitab Wahyu: "Janganlah merusakkan bumi atau laut atau pohon-pohon sebelum kami memeteraikan hamba-hamba Allah kami pada dahi mereka!" (Why 7:3)
Mengapa diberi tanda dengan abu? Karena
abu adalah lambang biblis dari sesal dan tobat. Dalam jaman Kitab Suci,
umat Allah mempunyai kebiasaan untuk berpuasa, mengenakan kain kabung,
duduk di atas abu, serta menaburi kepala mereka dengan abu. Sekarang
kita tidak lagi mengenakan kain kabung atau duduk di atas abu, tetapi
kita masih meneruskan kebiasaan berpuasa dan membubuhkan abu pada kening
kita sebagai tanda sesal dan tobat. Sesungguhnya, Hari Rabu Abu
bukanlah hari sekedar membubuhi dahi kita dengan abu, tetapi juga adalah
hari puasa.
Adakah makna lain dari abu? Ya.
Abu juga melambangkan kematian, dan dengan demikian mengingatkan kita
akan ketidakabadian kita. Karenanya, ketika imam dengan ibu jarinya
membubuhkan abu di kening umat, ia akan berkata, “Ingatlah, manusia berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu",
seperti yang difirmankan Tuhan kepada Adam (Kej 3:19, Ayb 34:15; Mzm
90:3; Mzm 104:29; Pengkhotbah 3:20). Perkataan tersebut diucapkan juga
dalam pemakaman, “Abu menjadi abu; debu menjadi debu,” sesuai firman Tuhan kepada Adam, dan sesuai dengan pengakuan Abraham, “Aku debu dan abu”
(Kej 18:27). Demikianlah abu menjadi tanda ketidakabadian kita serta
mengingatkan kita akan pentingnya bertobat sebelum hidup kita di dunia
ini berakhir dan kita menghadap Sang Pencipta.
Berasal dari manakah abu yang digunakan pada Hari Rabu Abu?
Abu tersebut dibuat dengan membakar daun-daun palma yang berasal dari
hari Minggu Palma tahun sebelumnya. Daun-daun palma itu kemudian
diberkati oleh imam - abu yang diberkati telah digunakan dalam ritual
keagamaan sejak jaman Musa (Bil 19:9-10,17).
Mengapa daun-daun palma yang berasal dari Hari Minggu Palma tahun sebelumnya yang digunakan?
Sebab hari Minggu Palma adalah saat rakyat bersukacita menyambut Yesus
yang memasuki Yerusalem dengan jaya. Mereka menyambut kedatangan-Nya
dengan melambai-lambaikan daun-daun palma, sedikit di antara mereka yang
menyadari bahwa Ia datang untuk wafat guna menebus dosa-dosa mereka.
Dengan menggunakan daun-daun Minggu Palma, Gereja hendak mengingatkan
bahwa kita selayaknya tidak hanya bersukacita atas kedatangan Yesus,
tetapi juga menyesali kenyataan bahwa karena dosa-dosa kitalah maka Ia
harus wafat bagi kita guna menyelamatkan kita dari api neraka.
Mengapa Hari Minggu tidak terhitung dalam 40 hari Masa Prapaskah?
Sebab hari Minggu adalah hari Kebangkitan Kristus, jadi hari Minggu
bukanlah saat yang tepat untuk berpuasa dan menyesali dosa-dosa kita.
Pada hari Minggu kita wajib merayakan Kebangkitan Kristus demi
keselamatan kita. Pada hari Jumat-lah kita mengenang wafat-Nya demi
menebus dosa-dosa kita. Hari Minggu sepanjang tahun adalah hari-hari
pesta dan hari Jumat sepanjang tahun adalah hari-hari tobat.
Mengapa Masa Prapaskah berlangsung empat puluh hari lamanya? Sebab
40 hari adalah angka yang diyakini dalam Kitab Suci sebagai waktu untuk
pendisiplinan diri, penyembahan serta persiapan. Musa tinggal di gunung
Allah selama 40 hari (Kel 24:18; 34:28), Elia berkelana selama 40 hari
sebelum ia tiba di gua di mana ia mendapat penglihatan (1Raj 19:8),
Niniwe diberi waktu selama 40 hari untuk bertobat (Yun 3:4), dan yang
terutama, sebelum memulai karya pewartaan-Nya, Yesus melewatkan 40 hari
di padang gurun untuk berdoa dan berpuasa (Mat 4:2).
Karena
Masa Prapaskah adalah masa untuk berdoa dan berpuasa, maka
selayaknyalah umat Kristiani meneladani Tuhan mereka dengan masa 40 hari
lamanya. Kristus menghabiskan 40 hari dengan berdoa dan berpuasa untuk
mempersiapkan karya pewartaan-Nya, yang mencapai puncaknya dengan wafat
serta kebangkitan-Nya, jadi selayaknyalah umat Kristiani meneladani-Nya
dengan masa 40 hari berdoa dan berpuasa untuk mempersiapkan perayaan
puncak karya pewartaan-Nya, yaitu Jumat Agung (Penyaliban-Nya) dan
Minggu Paskah (Kebangkitan-Nya).
Katekismus Gereja Katolik menyatakan: “'Sebab
Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut
merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia
telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa' (Ibr 4:15). Oleh masa puasa
selama empat puluh hari setiap tahun, Gereja mempersatukan diri dengan
misteri Yesus di padang gurun.” (Katekismus Gereja Katolik 540).
Apa itu hari puasa dan pantang? Sesuai
dengan Kitab Hukum Kanonik, hari puasa adalah hari di mana umat Katolik
yang berumur 18 sampai awal tahun ke-60 diwajibkan berpuasa. Puasa
berarti makan kenyang (normal) satu kali sehari dengan dua kali makanan
kecil, selama porsi kedua makanan kecil tersebut jika dijumlahkan tidak
menjadi satu porsi makanan normal. Anak-anak tidak diwajibkan berpuasa,
namun demikian para orangtua wajib menjamin bahwa anak-anak mereka
memperoleh pendidikan rohani yang selayaknya dalam hal berpuasa. Mereka
yang mempunyai masalah kesehatan dan karenanya membutuhkan porsi makanan
yang lebih besar atau makanan normal seperti biasanya, dapat dengan
mudah memperoleh dispensansi dari imam. Hari pantang adalah hari di mana
umat Katolik yang berumur genap 14 tahun keatas wajib berpantang
daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok. Bila dikehendaki
masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa
dibebani dengan dosa bila melanggarnya. Sekali lagi, mereka yang
mempunyai masalah kesehatan dan karenanya mempunyai kebutuhan makanan
yang khusus dapat dengan mudah memperoleh dispensasi dari imam.
Adakah dasar Kitab Sucinya yang mengatakan bahwa berpantang daging adalah tanda tobat? Ya. Dalam Kitab Daniel dinyatakan:
“Pada
tahun ketiga pemerintahan Koresh, raja orang Persia … aku, Daniel,
berkabung tiga minggu penuh: makanan yang sedap tidak kumakan, daging
dan anggur tidak masuk ke dalam mulutku dan aku tidak berurap sampai
berlalu tiga minggu penuh.” (Daniel 10:1-3). Dengan
berpantang hal-hal yang enak serta menolaknya, kita terpacu untuk
bersikap rendah hati, membebaskan diri dari keterikatan kepada hal-hal
tersebut, mengembangkan disiplin rohani dengan bersedia melakukan
silih-silih pribadi, serta mengingatkan diri kita akan pentingnya
hal-hal rohani di atas hal-hal duniawi. Karena Gereja Katolik hanya
menetapkan pantang pada hari-hari tertentu, jelaslah bahwa Gereja tidak
melarang umatnya menyantap daging. Sebaliknya, Gereja menganggapnya
sebagai berpantang dari hal-hal yang nikmat (di mana di daerah-daerah
yang tingkat ekonominya rendah, daging amatlah mahal harganya dan
karenanya hanya disantap dalam pesta-pesta saja, sehingga daging menjadi
tanda kegembiraan) - untuk mencapai tujuan rohani.
Atas dasar apakah Gereja mempunyai wewenang untuk menentukan hari-hari puasa dan pantang? Dengan wewengang dari Yesus Kristus yang berfirman kepada para pemimpin Gereja-Nya, “Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga."
(Mat 16:19, 18:18). Istilah terikat dan terlepas adalah cara rabinnic
untuk menunjukkan kuasa untuk menetapkan halakah atau peraturan dalam
memimpin komunitas iman. Atau secara sederhana dapat digambarkan bahwa
setiap keluarga memiliki wewenang untuk menetapkan waktu doa bersama
bagi anggota-anggota keluarganya. Jadi, jika orangtua menetapkan bahwa
doa bersama dalam keluarga akan dilakukan pada waktu tertentu (misalnya
saja, membaca Kitab Suci setelah makan malam), adalah dosa bagi
anak-anak untuk tidak mentaatinya serta mangkir dari doa bersama tanpa
alasan yang tepat. Demikian juga, Gereja sebagai keluarga Allah memiliki
wewenang untuk menetapkan doa bersama dalam keluarganya, dan adalah
dosa bagi anggota-anggota Gereja jika tidak mentaati serta mangkir dari
doa bersama tanpa alasan yang tepat (tentu saja jika seseorang mempunyai
alasan yang tepat, Gereja akan segera memberikan dispensasi kepadanya).
Selain dari Hari Rabu Abu, adakah hari-hari puasa dan pantang yang lain selama Masa Prapaskah?
Ya. Semua hari Jumat selama Masa Prapaskah adalah hari pantang. Juga,
Jumat Agung, hari di mana Yesus disalibkan, adalah hari puasa dan
pantang. Semua hari dalam Masa Prapaskah adalah hari yang tepat untuk
berpuasa atau berpantang, tetapi Kitab Hukum Kanonik tidak mewajibkan
puasa pada hari-hari tersebut. Jadi boleh berpuasa atau berpantang
secara sukarela.
Mengapa setiap hari Jumat selama Masa Prapaskah ditetapkan sebagai hari pantang? Karena
Yesus wafat untuk menebus dosa-dosa kita pada hari Jumat, sehingga hari
Jumat merupakan hari yang amat tepat untuk menyesali dosa-dosa kita
(sama seperti hari Minggu, hari di mana Yesus bangkit demi keselamatan
kita adalah hari yang amat tepat untuk bersukacita) dengan menyangkal
diri dari sesuatu yang kita sukai. Di luar Masa Prapaskah, umat Katolik
diperbolehkan untuk melakukan bentuk tobat yang lain pada hari Jumat di
sepanjang tahun sebagai ganti pantang. Semua hari Jumat adalah hari
tobat di mana kita wajib melakukan sesuatu untuk menyatakan sesal atas
dosa-dosa kita, seperti hari Minggu adalah hari kudus di mana kita wajib
beribadat serta merayakan karunia keselamatan Allah yang luar biasa.
Apakah sikap tobat baik juga dilakukan pada hari-hari lain sepanjang Masa Prapaskah? Ya. Karenanya Hukum Kanonik menyatakan:
“Seluruh hari Jumat sepanjang tahun dan selama Masa Prapaskah adalah hari-hari tobat….”
(CIC 1250).
Kegiatan apa sajakah yang cocok dilakukan pada hari-hari biasa sepanjang Masa Prapaskah? Menyangkal
diri dari sesuatu yang kita sukai selama Masa Prapaskah, melakukan
tindakan amal kasih baik secara jasmani ataupun rohani bagi sesama,
berdoa, berpuasa dan berpantang, memenuhi kewajiban-kewajiban kita
secara lebih setia, menerima Sakramen Tobat dan tindakan-tindakan lain
yang menyatakan tobat secara umum.
Mengapa sikap tobat amat tepat dilakukan pada Masa Prapaskah?
Karena Masa Prapaskah berpuncak pada peringatan wafatnya Tuhan kita
demi menebus dosa-dosa kita dan perayaan kebangkitan-Nya demi
keselamatan kita. Oleh sebab itu amatlah tepat untuk menyesali dosa-dosa
kita yang menyebabkan kematian-Nya. Manusia mempunyai pembawaan
kejiwaan untuk berdukacita atas peristiwa-peristiwa yang menyedihkan,
dan dosa-dosa kita adalah peristiwa-peristiwa yang paling menyedihkan.
Karena sifat manusia yang lemah, manusia juga memerlukan waktu yang
tetap untuk melakukan kegiatan tertentu (itulah sebabnya kita menetapkan
hari Minggu sebagai waktu yang dikhususkan untuk beristirahat dan
beribadat, karena jika tidak, kemungkinan besar kita akan lupa untuk
meluangkan cukup waktu untuk beristirahat serta beribadat), karenanya
sangatlah tepat memiliki waktu tetap untuk bertobat. Masa Prapaskah
adalah salah satu dari waktu-waktu yang ditetapkan tersebut.
Apakah kebiasaan menyangkal diri dari hal-hal tertentu selama Masa Prapaskah itu wajib?
Tidak. Namun demikian, kebiasaan itu adalah kebiasaan yang baik serta
bermanfaat, dan para orangtua atau wali boleh menerapkannya kepada
anak-anak untuk mendorong perkembangan latihan rohani mereka, yang
adalah tugas utama mereka dalam membesarkan anak-anak.
Karena
hari Minggu tidak terhitung dalam empat puluh hari Masa Prapaskah,
apakah kebiasaan menyangkal diri dari hal-hal tertentu juga berlaku?
Biasanya, tidak. Tetapi, karena menyangkal diri dari hal-hal tertentu
bermula dari sesuatu yang sifatnya sukarela, tidak ada peraturan resmi
mengenai hal ini. Namun demikian, karena hari Minggu adalah hari
perayaan, lebih tepat untuk menunda penyangkalan diri tersebut pada hari
Minggu. Dengan iman dan tidak dengan berhura-hura, kita merayakan hari
kebangkitan Tuhan kita, sehingga hari itu dan peristiwa itu dapat
dibedakan dari hari-hari lain sepanjang Masa Prapaskah dan dari
pesta-pesta lainnya. Perbedaan yang mencolok ini memperdalam pelajaran
rohani yang diajarkan sepanjang Masa Prapaskah.
Mengapa menyangkal diri dari hal-hal tertentu selama Masa Prapaskah merupakan kebiasaan yang baik serta bermanfaat?
Dengan menyangkal diri dari hal-hal yang kita sukai, kita
mendisiplinkan kehendak kita sehingga kita tidak diperbudak oleh
kesenangan-kesenangan kita itu. Seperti misalnya dengan selalu
memperturutkan kata hati dalam menyantap makanan akan mengakibatkan
kelemahan jasmani, jika keterikatan itu semakin besar, kita juga tidak
akan mampu menghadapi situasi-situasi yang sulit lainnya. Terbiasa
memperturutkan kata hati dalam segala kesenangan akan mengakibatkan
kelemahan rohani, dan jika keterikatan itu semakin besar, kita juga
tidak akan mampu menghadapi situasi-situasi rohani yang sulit. Misalnya,
kita wajib mengorbankan kesenangan-kesenangan tertentu (seperti
hubungan intim di luar ikatan pernikahan) atau menanggung penderitaan
(seperti dihina atau dianiaya karena iman). Dengan mendisiplinkan
kehendak kita untuk menolak kesenangan-kesenangan pada saat
kesenangan-kesenangan tersebut tidak menimbulkan dosa, maka kita
membentuk kebiasaan agar kehendak kita menolak kesenangan-kesenangan
jika kesenangan-kesenangan itu mengakibatkan dosa. Ada cara-cara yang
lebih baik agar kita dapat menempatkan prioritas dengan benar daripada
hanya pada waktu-waktu tertentu saja melakukan penyangkalan diri
terhadap hal-hal yang bukan prioritas untuk menunjukkan kepada kita
bahwa hal-hal tersebut kurang penting dan kita lebih memusatkan
perhatian pada apa yang penting.
Apakah menyangkal diri terhadap kesenangan adalah akhir dari kesenangan itu sendiri? Tidak.
Penyangkalan diri hanyalah suatu cara untuk mengakhirinya. Dengan
melatih diri kita untuk menolak godaan-godaan ketika godaan-godaan itu
tidak mengakibatkan dosa, kita melatih diri kita sendiri untuk menolak
godaan-godaan ketika godaan-godaan itu mengakibatkan dosa. Dengan
penyangkalan diri, kita juga mengungkapkan keprihatinan kita karena
telah gagal menolak godaan-godaan yang mengakibatkan dosa di masa lalu.
Bagaimana jika kita terlalu keras melakukan penyangkalan diri? Pertama,
Tuhan membuat hidup manusia bergantung pada barang-barang tertentu,
seperti makanan, dan menolak menikmati cukup makanan membawa akibat yang
membahayakan. Sebagai contoh, jika kita tidak menyantap cukup makanan
dapat mengakibatkan kerusakan tubuh atau bahkan kematian. Haruslah ada
keseimbangan antara menyantap terlalu banyak makanan dan tidak menyantap
cukup makanan. Demikian juga haruslah ada keseimbangan dalam hal-hal
lain. Kedua, jika kita tidak dapat menetapkan keseimbangan yang benar
dan menyangkal diri dari barang-barang yang Tuhan ingin kita
memilikinya, maka hal tersebut dapat menyebabkan kesedihan Tuhan, yang
secara rohani adalah sama berdosanya dengan menggunakan barang-barang
tersebut secara berlebihan. Jadi seseorang dapat berdosa, baik dengan
menggunakan barang-barang secara berlebihan atau dengan kurang
mendayagunakan barang-barang yang berguna tersebut. Ketiga, hal tersebut
dapat mengurangi keefektifan kita dalam mewartakan Injil kepada sesama.
Keempat, menyia-nyiakan barang-barang yang Tuhan berikan kepada kita
agar kita dapat memuliakan-Nya. Kelima, merupakan dosa tidak tahu
berterima kasih dengan menolak menikmati barang-barang yang Tuhan ingin
kita miliki karena Ia mengasihi kita. Jika seorang anak menolak setiap
pemberian dari orangtuanya, maka orangtuanya akan bersedih hati. Dan
jika kita menolak karunia-karunia yang Tuhan berikan kepada kita, maka
Tuhan akan bersedih hati karena Ia sangat mencintai kita dan ingin kita
memperoleh karunia-karunia-Nya tersebut.
Selain dari Hari Rabu Abu, yang mengawali Masa Prapaskah, adakah perayaan-perayaan penting lainnya dalam Masa Prapaskah? Ada
banyak pesta para kudus dalam Masa Prapaskah, dan beberapa di antaranya
berubah dari tahun ke tahun karena tanggal berlangsungnya Masa
Prapaskah sendiri juga berubah-ubah sesuai dengan tibanya Perayaan
Paskah (lihat: Mengapa perayaan Paskah jatuh pada tanggal yang berbeda-beda setiap tahun?).
Hari-hari Minggu dalam Masa Prapaskah kita mengenangkan
peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Tuhan Yesus, seperti
Transfigurasi-Nya dan Yesus memasuki Yerusalem dengan jaya pada Hari
Minggu Palma yang menjadi tanda dimulainya Pekan Suci. Pekan Suci
mencapai puncaknya pada hari Kamis Putih - di mana Kristus merayakan
Misa pertama, Jumat Agung - di mana Yesus disalibkan, dan Sabtu Suci -
hari terakhir dari Masa Prapaskah - di mana Tuhan Yesus terbaring di
Makam sebelum Kebangkitan-Nya pada hari Minggu Paskah, yaitu hari
pertama sesudah Masa Prapaskah.
sumber : "Everything You Wanted to Know about Lent" by Fr Peffley; Father Peffley's Web Site; www.transporter.com/fatherpeffley
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Francis J. Peffley.”
0 comments:
Post a Comment