diambil dari http://www.mirifica.net/2014/05/27 by
A. Gianto
on
Jendela Alkitab, Mingguan, PEKAN KOMSOS.
Sekalipun ini tulisan tahun 2014, Blog Domus memanfaatkannya untuk renungan Minggu Paskah VII/A tahun 2017
Sekalipun ini tulisan tahun 2014, Blog Domus memanfaatkannya untuk renungan Minggu Paskah VII/A tahun 2017
Rekan-rekan yang budiman!
Pada hari Minggu Paskah VII tahun A ini dibacakan bagian awal doa Yesus bagi para murid (Yoh 17:1-11a; bagian akhir doa Yesus, ay. 20-26, dibacakan pada hari Minggu Paskah VIItahun C). Hari-hari ini saya menanyakan beberapa pokok dalam ay. 1-11a kepada yang tahu menahu tentang perkara itu. Khusus saya tanyakan arti “memuliakan” (ay. 1,4,5,10). Tentunya yang dirujuk ialah peristiwa salib dan kebangkitan, pokok yang sudah lama digeluti oleh para teolog. Tapi seluk beluknya belum sepenuhnya jelas. Berikut ini saya teruskan jawabannya apa adanya. Beliau tidak berkeberatan suratnya ikut dibaca rekan-rekan.
Minggu 1 Juni 2014 ini juga ditetapkan sebagai liturgi perayaan hari Komunikasi sedunia. Memang komunikasi itu lahir dari keakraban antara mereka yang saling berkomunasi. Doa Yesus dalam Injil Yohanes tadi mengungkapkan keakraban batin antara Yesus dengan Bapa. Dan para murid diajak belajar dari doa itu agar dapat mengakrabi Yang Ilahi sendiri sehingga orang berani ikut menyapa-Nya “Bapa”.
Akan ditambahkan beberapa catatan mengenai bacaan pertama (Kis 1:12-14) pada akhir surat-menyurat ini.
Selamat mengikuti!
A. Gianto
================
Gus yang baik!
Dalam bab 17 itu kucatat doa Yesus kepada Bapanya pada malam sebelum ia berpisah dengan para murid. Mereka ini tentunya ikut mendengar isi doa Yesus. Oleh sebab itu, mereka dapat juga merasakan keakraban yang ada di antara Yesus dengan Yang Mahakuasa yang sudah beberapa lamanya diperkenalkannya sebagai Bapa itu. Bagi para murid, ikut merasakan betapa dekatnya Yesus dengan Bapanya itu termasuk khasiat langsung doa itu. Yesus mengajarkannya bukan dengan serangkai penjelasan melainkan dengan doa dan mengikutsertakan mereka dalam pengalamannya sendiri. Ia berani meminta agar Bapanya memperhatikan dan memberikan hal-hal yang paling dibutuhkan.
Sebelum menjawab pertanyaanmu mengenai apa artinya “memuliakan”, marilah sebentar kita ingat hal yang tentunya tak amat asing lagi, yakni kemiripan doa Yesus di sini dengan doa Bapa Kami yang kalian kenal dari Luc dan Matt. Dalam Yoh 17:1-2 Yesus mengutarakan permohonan agar Bapa memuliakan dirinya supaya nanti ia juga dapat memuliakan Bapanya. Permintaan itu mengingatkan pada kata-kata “Bapa Kami yang ada di surga, dimuliakanlah (harfiahnya “dikuduskanlah” Luk 11:2 dan Mat 6:9) namaMu, datanglah kerajaanMu.”
Kemudian dalam ay. 4-5 Yesus mempersembahkan semua yang dilakukannya sebagai pemenuhan tugas yang diberikan Bapa sendiri kepadanya sejak dulu. Kalian akan ingat ungkapan “jadilah kehendakMu di atas bumi seperti di dalam surga.” Selanjutnya dari ay. 6-11 kita tahu Yesus membuat kita mengenal Bapa yang berfirman kepada kita semua lewat Yesus sendiri. Jelas yang dibawakan Yesus itulah rezeki hari demi hari yang membuat kita tetap hidup. Erat kaitannya dengan permohonan “berilah kami rezeki pada hari ini.” Kita ini kan hidup dari firmannya (Ul 4, Mat 4:4). Dalam ay. 15 yang tak ikut kalian bacakan, Yesus berkata, “…supaya Engkau (Bapa) melindungi mereka (para murid) dari yang jahat.” Doa ini amat mirip dengan “Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan, tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat” yang mengakhiri doa Bapa Kami. Jadi dalam saat-saat terakhir bersama murid-muridnya itu Yesus mengucapkan doa dengan sikap batin yang sudah sejak lama diajarkannya kepada murid-muridnya.
Boleh jadi rekan-rekanmu akan terbantu bila Yoh 17 diterangkan dengan rujukan kepada doa Bapa Kami seperti tadi. Sikap batin seperti itu dapat membuat kalian semakin meresapi arti “memuliakan” tadi. Bila berguna, pahami gagasan “memuliakan” dalam teks Injil Yohanes sebagai “Bapa membiarkan Putra menunjukkan kebesaran dirinya” sehingga nanti Putra dapat “menunjukkan kemuliaan Bapa”. Kucoba jelaskan berikut ini.
Yesus memohon agar Bapanya tetap mendampinginya pada hari-hari terakhirnya. Kami tahu Yesus minta kekuatan agar tak mundur menghadapi penolakan dari pihak orang-orang yang didatanginya. Ia mohon agar tidak dibiarkan sendirian ketika diperlakukan dengan buruk, dipersalahkan, dan bahkan sampai dihukum mati. Perhatian Bapa di dalam penderitaan yang mesti dilalui sampai akhir itulah yang diminta Yesus ketika ia berdoa agar Bapa memuliakan Putra. Ada satu hal yang perlu kutekankan. Permohonan Yesus agar disertai Bapa itu tidak dimaksud untuk meminta Bapa menyingkirkan penderitaan dari dirinya. Ia bahkan sudah berniat menjalani apa saja hingga selesai. Mengapa?
Kudalami perkara itu cukup lama. Satu ketika aku menduga bahwa Yesus yakin Bapanya di surga itu bisa tiba-tiba menyuruh malaikat-malaikat datang menolong Putra terkasih-Nya yang mendapat perlakuan buruk di dunia ini. Inilah yang digelisahkan Yesus. Ia khawatir Bapanya tak bisa menerima perlakuan tadi dan mengirim balatentara surga meremukkan lawan-lawan. Gus, mungkin tak pernah kau berpikir ke situ. Tapi itulah kiranya yang membuat Yesus memohon kepada Bapa agar dibiarkan menjalani semua itu sampai tuntas, sampai “sudah terlaksana” di kayu salib (Yoh 19:30). Yesus ingin agar dapat menunjukkan kepada dunia betapa Yang Ilahi tak segan mendekati dunia yang telah menyingkirinya.
Ia bahkan minta kepada Yang Mahakuasa agar membiarkannya mengalami jerih payah mempersaksikan hal ini. Inilah maksud Yesus ketika memohon kepada Bapa supaya Bapa “memuliakan” Putra, membiarkan Putra memperlihatkan kebesaran dirinya dalam penderitaan nanti. Ini semua perlu terjadi agar dunia tertebus dari kekuatan-kekuatan jahat. Yah, penebusan dunia itu kan yang sejak awal dimaui Yang Mahakuasa sendiri. Yesus mau memperlihatkan kepada dunia yang masih ada di bawah kuasa gelap bahwa Yang Mahakuasa tidak mundur dan melupakannya, tapi malah mendatanginya dan membawanya kembali di jalan benar menuju terang yang memberi hidup, dengan pengorbanan apapun. Begitulah pemahamanku mengenai permintaan Yesus agar Bapa memuliakan Putra.
Dengan cara tadi barulah kebesaran Bapa bisa ditunjukkan oleh Putra. Begitulah akan kelihatan bahwa Yang Mahakuasa itu bukan yang mau menang sendiri. Bila begitu dengan mudah semuanya bisa dijalankan. Tapi kerugiannya besar. Ia tidak akan tampil sebagai pribadi matang yang bisa menerima diri bahwa tidak sendirian lagi, dan menerima bahwa kebersamaan itu memiliki nilai tersendiri, sekalipun dapat menyakitkan. Rasa pilu melihat karya besarnya kini merosot ditanggungnya pula, juga kemarahan ditahanNya. Inilah kasih sayang yang menjadi inti kebesaran Yang Ilahi. Bila Ia tiba-tiba memasuki kembali jagat ini dan menatanya seperti dimauinya, maka manusia tidak ada harganya lagi. Sekedar barang mainan. Tapi bukan itulah maksudNya ketika Ia menciptakan kita. Bukankah Ia menjadikan manusia sebagai gambar dan rupa diriNya sehingga bisa menjadi “penerus”-nya di dunia ciptaan ini? Dan Putra yang diutusNya ke dunia itu, Putra terkasihnya itu, dialah yang bakal memungkinkan dunia melihat kebesaran Bapa yang demikian tadi.
Mudah-mudahan catatan di atas berguna. Jangan ragu-ragu bertanya lebih jauh. Bagiku juga hingga hari ini tetap ada sisi-sisi baru yang muncul.
Hans
================
Oom Hans yang baik!
Terima kasih buat masukan yang membuka pikiran itu. Ada pertanyaan lagi. Dalam ay. 3 tertulis kata-kata Yesus: “Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Heran, kok Yesus menyebut diri sebagai Yesus Kristus. Jangan-jangan ay. 3 itu Oom karang sendiri dengan maksud memberi catatan kaki pada ungkapan “hidup abadi” yang disebut Yesus dalam ay. 2?
Teriring salam, juga buat Oma Miryam, apa beliau senang bulan lalu sering dikirimi karangan bunga rosario ;-)?
Gus
================
Gus yang baik!
Memang Yoh 17:3 itu kumaksud untuk menjelaskan bagaimana orang bisa memperoleh hidup kekal yang disebut Yesus dalam ayat sebelumnya. Bukankah itu pertanyaan yang memenuhi batin orang banyak? Ingat pertanyaan orang kepada Yesus bagaimana caranya mencapai hidup kekal (Mrk 10:17, lihat juga Mat 19:16 Luk 18:18). Di situ Yesus mengajak orang yang amat teguh beragama itu untuk melangkah lebih jauh ke dalam kerohanian sejati dan menemukan pengetahuan mengenai inti keilahian sendiri. Dalam kisah yang dilaporkan ketiga rekan penginjil itu Yesus mengajarkan, kalau orang mau sampai tingkat sempurna, tinggalkan apa-apa yang dipunyai dan amalkan bagi orang lain, lalu ikuti dia. Inilah pengetahuan sejati tadi. Nah dalam hubungan itulah Yoh 17:3 menjelaskan bahwa hidup kekal timbul dari kemauan untuk mengenali satu-satunya Allah yang benar dan mengakui Yesus Kristus sebagai utusan-Nya. Jalan ke hidup kekal ialah mengikuti Yesus dengan batin merdeka. Namun, sekali lagi ini bukan pengetahuan di kepala melulu, bukan pula sekadar kemantapan batin semata-mata, melainkan kesatuan diri dengan Yang Ilahi tanpa lebur ke dalamnya, tetapi dalam bimbingan sang Putra. Ini spiritualitas yang mematangkan batin.
Tengok juga Yoh 17:10. Di situ Yesus menegaskan bahwa dirinya sudah dimuliakan di dalam mereka yakni dalam diri murid-murid yang didoakan kepada Bapa itu. Murid-murid menemukan jalan benar sampai ke Bapa lewat Yesus. Ia bisa mengajak orang sungguh mendekat kepada Bapa tanpa luluh tapi malah semakin menemukan diri, seperti ia sendiri.
Ma Mir titip ucapan terima kasih, ia terharu mendapat banyak kiriman bunga rosario bulan ini.
Sampai lain kali,
Hans
TAMBAHAN DARI BACAAAN PERTAMA
Dalam Kis 1:12-14 digambarkan bagaimana setelah menyaksikan kenaikan Yesus para rasul kembali ke kehidupan mereka sehari-hari di Yerusalem. Ada bersama dengan mereka juga beberapa perempuan serta Maria, ibu Yesus. Marilah kita rasa-rasakan keadaan mereka. Meskipun telah menyaksikan bagaimana Yesus kini terangkat mulia, mereka sendiri sebenarnya sadar masih berada di sini, di dunia. Menarik ditengok bagaimana nama kota Yerusalem di sini, pada ayat 12, dieja dalam teks Yunaninya, yakni Ierousaleem. Bila ditulis demikian maka hendak dikatakan wilayah yang telah menolak Yesus dulu, dan tentunya para rasul juga merasakan penolakan itu. Mereka kini berkumpul – tentu dengan rasa waswas bagaimana nanti bila terus menerus dimusuhi, bahkan bisa jadi dihabisi oleh pihak-pihak yang mau menumpas kelompok Yesus ini.
Penulisan nama kota Yerusalem dalam karya Injil Lukas dan Kisah amat berperan. Disebutkan dalam Kis 1:3, Yesus yang telah bangkit mendatangi para rasul berulang-ulang selama 40 hari. Kemudian pada Kis 1:4 diceritakan bahwa ketika ia makan bersama mereka, ia pun melarang mereka meninggalkan Yerusalem – di sini dieja dalam satu bentuk Hierosolyma – untuk menantikan dipenuhinya janji Bapa tentang datangnya Roh Kudus bagi mereka. Bila dieja demikian, hendak ditampilkan wahana Yesus mendapatkan kemuliaan. Pada kesempatan itulah para rasul diminta agar tidak meninggalkan wahana seperti ini. Nanti ketika mereka melihat bagaimana Yesus diangkat ke surga, mereka diberitahu olehnya, Kis 1:8, bahwa mereka akan menerima kekuatan, yakni bila Roh Kudus turun ke atas mereka. Dan mereka akan menjadi saksi-saksinya di Yerusalem – dieja Ierousaleem – dalam arti lingkungan yang serba memusuhi.
Nanti pada hari Roh Kudus turun ke atas para rasul, disebutkan dalam Kis 2:5 bahwa di Yerusalem – Ierousaleem – ada banyak orang Yahudi yang saleh yang berdatangan dari pelbagai penjuru bumi. Maksudnya, meski saleh mereka ini masih ada dalam pihak yang menolak. Kesalehan mereka bisa pula membuat mereka sendiri jauh bahkan menolak yang benar. Nanti dalam awal khotbah Petrus, Kis 2:14, mereka akan disapa demikian, dan sebentar kemudian mereka jadi sadar dan memilih ikut Yesus. Dan ini terjadi dalam kuasa Roh Kudus. Inilah konteks bacaan pertama hari Minggu ini.
Kelompok para rasul dan para perempuan yang dibicarakan dalam bacaan pertama kali ini mengujudkan komunitas orang-orang yang berada dalam wahana yang menerima Yesus yang bangkit. Mereka akan dikuatkan oleh Roh Kudus untuk tidak mundur hidup di lingkungan yang tidak selalu menerima dan bahkan memusuhi. Inilah warta bab-bab pertama dalam Kisah Para Rasul.
Salam hangat,
A. Gianto
0 comments:
Post a Comment