diambil dari http://katakombe.org/para-kudus
- Perayaan13 September
- LahirSekitar tahun 344
- Kota asalAntiokhia
- Wafat14 September 407 | Meninggal dalam perjalanan menuju tempat pembuangan
- Beatifikasi-
- KanonisasiPre-Congregation Sumber : Katakombe.Org
St. Yohanes Krisostomus lahir di Antiokhia pada tahun 349. Ayahnya, yang adalah seorang perwira tinggi militer, meninggal beberapa waktu setelah ia dilahirkan. Karena itu ia dibesarkan oleh ibunya yang bernama Anthusa. Anthusa adalah seorang wanita kristen yang saleh dan bijaksana. Ia sangat memperhatikan pendidikan putra dan putrinya. Ia mengusahakan agar mereka memperoleh pendidikan dari guru-guru terbaik pada masa itu. Yohanes dididik oleh Libanius, seorang ahli Sastra Yunani dan ahli retorika yang sangat terkenal pada masa itu.
Yohanes adalah seorang yang amat cerdas. Ia menjadi seorang calon ahli retorika yang handal. Jika Yohanes berbicara, semua orang akan terpana mendengarkannya. Karena itulah kelak ia disebut “Krisostomus” yang berarti “Bermulut emas.” Gurunya Libianius sangat menyayanginya. Ia berharap kelak Yohanes akan menggantikan posisinya. Namun demikian, Yohanes ingin memberikan dirinya seutuhnya kepada Tuhan.
Yohanes lalu menjadi pertapa dan menjalani pola hidup asketis yang sangat ekstrim. Ia menjalani dua tahun berikutnya dalam kontemplasi dan merenungkan Firman Tuhan. Sebagai konsekuensi dari praktek-praktek ini, perut dan ginjalnya menjadi rusak permanen. Karena kesehatannya semakin memburuk dengan terpaksa dia kembali ke Antiokhia.
Tuhan rupanya mempunyai rencana lain bagi Yohanes si “mulut emas” ini. Gagal melayani Tuhan sebagai pertapa; Yohanes lalu melanjutkan pendidikannya dan belajar teologi di bawah bimbingan Uskup Diodorus dari Tarsus. Ia ingin menjadi seorang imam. Yohanes ditahbiskan sebagai diakon pada tahun 381 oleh santo Meletius. Lalu ditahbiskan sebagai imam pada tahun 386 di Anthiokia.
Yohanes berkarya di Antiokhia selama dua belas tahun (386-397). Ia menjadi sangat terkenal karena keindahan kata-katanya ketika ia berkotbah. Meskipun ia sering sakit-sakitan, namun Yohanes tetap melakukan begitu banyak karya yang mengagumkan. Ia berkhotbah satu atau dua kali sehari, memberi makan fakir miskin serta memberikan perhatian kepada para yatim piatu.
Pada musim gugur tahun 397, Yohanes diangkat menjadi Uskup Agung untuk Konstantinopel. Umat di Anthiokia yang sangat mencintai Yohanes tidak rela melepaskannya pergi. Untuk mencegah huru-hara, Yohanes kemudian meninggalkan kota itu dengan diam-diam menuju ibukota kerajaan Romawi Timur, Konstantinopel.
Sebagai seorang Uskup Agung Santo Yohanes mengasihi semua orang dan berusaha merangkul semua kalangan. Walau demikian ia tidak pernah kehilangan ketegasannya. Ia tidak pernah ragu untuk menegur mereka yang berbuat salah; bahkan ratu sekalipun. Sebuah tegurannya kepada Ratu Eudoxia, istri dari Kaisar Arcadius, karena gaya hidup yang amat mewah dan sangat boros membuat ratu membencinya. Ratu lalu bekerjasama dengan orang-orang yang memusuhi sang patriark; lalu dengan sebuah fitnah mereka menuntut Patriark Yohanes dalam sebuah sidang sinode. Yohanes kemudian dijatuhi hukuman pengasingan dan diusir dari Konstantinopel.
Belum lama di pengasingan Santo Yohanes segera dipanggil kembali oleh Kaisar Arcadius, karena terjadi kekacauan dan huru-hara di kalangan umat yang tidak rela Uskup Agung mereka diasingkan. Juga karena ada gempa bumi yang terjadi pada malam penangkapan sang uskup, yang membuat ratu Eudoxia takut bahwa ini adalah tanda murka Allah. Ratu lalu meminta Kaisar memanggil kembali sang Uskup Agung dan memulihkan namanya.
Namun perdamaian antara ratu dan sang Uskup Agung berumur pendek. Suatu hari Ratu yang gila hormat itu mendirikan sebuah patung dirinya yang terbuat dari perak di Augustaion, dekat dengan Katedral Keuskupan. Santo Yohanes mengecam perbuatan tersebut dan dalam sebuah kotbahnya ia berbicara dengan bahasa kiasan yang pedas : "Sekali lagi Herodias berulah, sekali lagi dia bermasalah, ia menari lagi, dan muncul lagi keinginannya untuk menerima kepala Yohanes dalam sebuah nampan" Kata-kata ini mengacu pada kisah kematian Santo Yohanes Pembaptis (Mat 14:1-12). Karena kecamannya ini sekali lagi Uskup Agung Yohanes dibuang; kali ini ke Kaukasus di Armenia.
Dihadapkan pada hukuman pengasingan; Santo Yohanes menulis surat tentang keadaannya masing-masing kepada Paus Innosensius I di Roma, kepada Uskup Milan, Venerius dan kepada Uskup Aquileia, Chromatius. Dari Roma Paus segera memprotes keras pembuangan Patriark Yohanes tetapi kaisar yang berada dibawah pengaruh ratu sama sekali tidak peduli. Paus kemudian mengutus sebuah delegasi yang dipimpin oleh Santo Gaudensius untuk meminta pertimbangan Kaisar atas nama Santo Yohanes pada tahun 405. Namun delegasi ini dihadang oleh berbagai kesulitan dan tidak pernah sampai ke Kota Konstantinopel.
St.Yohanes tidak pernah mencapai tempat pembuangannya yang kedua. Dalam perjalan ia menderita demam dan akhirnya meninggal dunia di Cormana, Pontus pada tanggal 14 September 407. Kata-kata terakhirnya adalah, "δόξα τῷ θεῷ πάντων ἕνεκεν" (Mahasuci Allah atas segala sesuatu). Hujan es dan angin ribut yang dahsyat menyerang kota Konstantinopel tepat pada saat ia meninggal. Empat hari kemudian, ratu jahat Eudoxia meninggal secara mendadak. Putera Mahkota datang ke Carmona untuk menghormati jenasah St.Yohanes dan menunjukkan betapa ia menyesal atas apa yang telah diperbuat ibunya.
Santo Yohanes Krisostomus semula dimakamkan di Comana. Pada tahun 438, tiga puluh tahun setelah kematiannya, dengan sebuah prosesi kenegaraan; Relikwi Santo Yohanes Krisostomus dipindahkan dari makamnya di Carmona ke kota Konstantinopel oleh putra Ratu Eudoxia itu, yang saat itu sudah menjadi Kaisar Theodosius II.
Tujuh ratus tahun kemudian, yaitu pada tahun 1204, para Ksatria Salib (Crusaders) yang sedang dalam perjalanan menuju medan perang di tanah suci, memasuki kota Konstantinopel. Sangat disesalkan sebab para crusaders ini kemudian membuat huru-hara serta menjarah kota itu. Mereka menjarah makam Santo Yohanes Krisostomus dan Santo Gregorius, dan membawa pergi Relikwi dua bapa gereja itu ke kota Roma. Relikwi dua orang pahlawan Gereja tersebut kemudian berada di kota Roma selama delapan ratus tahun.
Pada bulan Juni tahun 2004 Paus Yohannes Paulus II secara resmi meminta maaf kepada Gereja Orthodox atas peristiwa tragis tahun 1204 di konstantinopel. Selanjutnya pada bulan November 2004 Paus Yohanes Paulus II mengembalikan relikwi dari dua Uskup Konstantinopel tersebut ke Gereja Orthodox. Patriark Konstantinopel saat itu (Patriark Bartholomew) menerima penyerahan Relikwi dua orang Bapa Gereja ini pada tanggal 27 November 2004 dalam sebuah upacara resmi di Basilika Santo Petrus di Roma. Relikwi kedua orang suci tersebut dibawa kembali ke Konstantinopel dan disemayamkan di Gereja Santo Georgius Konstantinopel (Istambul) Turki.
Sumber : Katakombe.Or
0 comments:
Post a Comment