Mrk 13:33-37 dan 1Kor 1:3-9
Kini dan di Sini
Rekan-rekan yang budiman!
Masa Adven menjadi persiapan mendalami makna perayaan tahunan kelahiran
sang Penyelamat pada hari Natal. Dia yang lahir dalam kesederhanaan di
Betlehem itu sama dengan dia yang akan datang pada akhir zaman dengan
segala kemuliaannya nanti. Bacaan Injil Adven I tahun B (Mrk 13:33-37)
mengajarkan kewaspadaan agar tidak kehilangan arah ke masa depan ini.
Nanti dalam Injil Minggu Adven II dan III, perhatian pada “akhir zaman”
berkaitan dengan warta Yohanes Pembaptis. Ia mewartakan baptisan sebagai
ungkapan tobat dari pihak manusia; ia juga mempersaksikan baptisan
dalam Roh yang dibawakan Yesus. Penekanan pada kesaksian akan karya
ilahi ini juga ada dalam Injil Minggu Adven IV yang menampilkan
orang-orang yang terdekat dengan Yesus, yakni Maria dan Yusuf. Mereka
ini orang-orang pertama yang dengan sederhana dan tulus membiarkan Roh
bekerja dalam diri mereka. Dan kita semua, kini dan di sini, dapat ikut
menikmati buah keberanian mereka.
Di bawah akan ditambahkan sekadar uraian mengenai bacaan kedua, yakni 1Kor 1:3-9.
Waspada
Mrk 13:33-37 sebetulnya memuat dua perumpamaan Yesus mengenai
kewaspadaan yang diringkas dan disatukan oleh Markus. Yang pertama
terdapat dalam ay. 34, “Keadaannya sama seperti seorang yang bepergian,
yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada
hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan penjaga
pintu supaya berjaga-jaga.” Pokok perhatian perumpamaan ini terletak
pada kesetiaan. Perumpamaan yang kedua tersirat dalam ay. 35: “Maka
berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu kapan tuan rumah itu pulang,
menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam, atau pagi-pagi
buta.” Di sini yang ditonjolkan ialah sikap waspada.
Para pembaca Markus pada zaman dulu
mengerti bahwa tuan rumah yang pulang pada malam hari (ay. 35) tidak
sama dengan orang yang tadi diceritakan pergi jauh dan mempercayakan
miliknya kepada para hambanya (ay. 34). Bukan kebiasaan orang yang
merantau untuk kembali pada saat yang tak terduga-duga pada malam hari.
Tuan rumah yang disebut dalam ay. 35 itu hanya pergi ke sebuah perjamuan
nikah – seperti diberitakan dalam Luk 12:36 – dan akan pulang malam itu
juga walau tidak diketahui jam berapa persisnya. Bahwasanya ada dua
perumpamaan juga terlihat dari pengolahan terpisah baik di dalam Injil
Matius maupun Lukas.
Matius menggarap kembali perumpamaan
yang pertama dalam perumpamaan tentang talenta dalam Mat 25:14 dst.
Perumpamaan tentang mina dalam Luk 19:11-27 juga ke arah itu walaupun
tidak sejelas Matius. Di lain pihak perumpamaan yang kedua dalam Injil
Markus tadi lebih terolah dalam Luk 12:36-38. Lukas menaruhnya di dalam
rangkaian pengajaran khusus kepada para murid. Mat 24:43b sebenarnya
hanya berupa saduran ringkas perumpamaan yang kedua dengan mengalihkan
peran hamba-hamba yang mesti berjaga-jaga dengan sikap seorang tuan
rumah yang menjaga rumahnya terhadap pencuri yang tak diketahui kapan
datangnya.
Setia dalam Tanggungjawab
Seperti dalam perumpamaan pertama, yakni Mrk 13:34, perumpamaan talenta
dalam versi Matius mulai pada Mat 25:14 yang menyebutkan bahwa orang
yang meninggalkan rumahnya itu mempercayakan miliknya kepada para
hambanya. Markus berhenti di sini dan sisanya dikembangkan oleh
pendengarnya. Maka seperti ditemukan dalam Matius, masing-masing hamba
disebutkan mendapat sesuai dengan kemampuan masing-masing. Dengan kata
lain, tanggung jawabnya sebanding dengan besarnya tugas tiap orang.
Mereka masing-masing diharapkan akan menjalankan pekerjaan yang
diberikan pemilik dengan sebaik-baiknya sehingga urusannya tidak
terbengkelai walaupun ia tidak ada di tempat. Memang satu ketika ia akan
kembali dan memeriksa jalannya urusan yang dipercayakannya tadi. Akan
jelas siapa dari para hamba itu yang sungguh dapat dipercaya dan siapa
yang sebenarnya tidak layak diserahi urusan. Kesetiaan digambarkan bukan
dengan perasaan atau niatan saja, melainkan dengan usaha dan perbuatan
nyata. Mereka yang sungguh setia ialah yang berhasil mengembalikan dua
kali lipat, maksudnya, berhasil mengembangkan sama dengan besarnya
kepercayaan yang telah diberikan tuannya. Mereka akan dijadikan orang
merdeka – bukan lagi hamba – dan tetap boleh tinggal di rumah itu.
Itulah cara Matius mengembangkan perumpamaan yang dirumuskan Markus
dengan amat singkat dalam Mrk 13:34.
Apa warta Mrk 13:34? Seperti ditafsirkan
oleh Matius yang kiranya memakai bahan Markus ini, orang diminta agar
waspada, selalu siap sedia, dan berani mengembangkan apa saja yang
diberikan kepadanya. Tidak dibenarkan sikap merendah dan tak berani
berinisiatif karena takut, seperti hamba yang mendapat satu talenta yang
malah menyembunyikannya. Ia tidak dapat mempertanggungjawabkan
kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Tenggang waktu menunggu
pulangnya sang majikan menjadi kesempatan membangun masa depan tapi bisa
juga berarti hilangnya masa depan itu. Membangun masa depan dengan
sikap percaya ialah cara menerima kebaikan ilahi yang paling
bertanggungjawab. Itulah rahmat dalam kehidupan nyata.
Kesempatan Emas
Mari kita lihat bagaimana Lukas menggarap perumpamaan yang kedua.
Diceritakannya tentang seorang tuan rumah yang bepergian ke jamuan nikah
pada malam hari dan akan pulang malam itu juga. Harapannya, bila pulang
ia akan mendapati hamba-hambanya masih bangun. Hamba-hamba yang
didapati berjaga ketika tuannya pulang disebut “berbahagia” dalam Luk
12:37. Tuan itu akan meminta mereka duduk dan ia sendiri akan melayani
mereka. Ia akan menghidangkan oleh-oleh dan “berkah” yang dibawanya
pulang dari pesta tadi. Jelas tuan tadi memikirkan hamba-hambanya. Bagi
orang zaman itu, dan boleh juga zaman kita sekarang, keramahan dan sikap
tuan rumah tadi mengherankan. Mana ada majikan yang melayani! Memang
tak jarang kita pulang larut malam membawa sesuatu bagi mereka yang
bekerja kepada kita, tetapi melayani mereka makan…? Pembaca ayat Lukas
itu akan bertanya-tanya demikian. Tetapi ini cara Lukas mengatakan bahwa
sang tuan rumah kini tidak lagi menganggap mereka hamba. Perlakuannya
mengundang mereka duduk dan menghidangkan makanan itu perlakuan kepada
anggota keluarga sendiri. Jadi dalam perumpamaan itu hendak dikatakan
bahwa mereka yang didapati berjaga-jaga dan membukakan pintu bagi tuan
rumah itu kini menjadi anggota keluarga!
Dalam tafsiran Lukas di atas, nasihat
berjaga-jaga agar tidak ketiduran dalam Mrk 13:35 tampil sebagai warta
gembira. Ujung pangkalnya ialah kebaikan tuan rumah yang kini
memperlakukan hamba-hamba sebagai anggota keluarga sendiri. Adakah yang
lebih besar yang dapat diinginkan seorang hamba? Adakah hal lebih
membuat orang menyesal bila kesempatan ini berlalu begitu saja karena
ketiduran? Dan warta ini tidak hanya ditujukan kepada para murid, tetapi
juga seperti disebut dalam ay. 37, diajarkan Yesus kepada semua orang.
Pengalaman Batin Empat Waktu
GUS: Mark, biasanya kau hemat kata, tapi dalam ay. 35 kok malah
kausebutkan satu demi satu keempat waktu “ronda”: malam hari, tengah
malam, larut malam, dan pagi-pagi buta. Luc dan Matt tidak ikut
menyebutnya.
MARK: Ehm! [Lalu pandangannya kembali ke masa silam.] Memang itu dariku
sendiri. Gus, tahu kan, saat-saat akhir hidup Yesus diingat dalam empat
waktu itu: (1) …setelah hari malam, Mrk 14:17, ia mengadakan perjamuan
terakhir ..” lalu (2) menjelang tengah malam ia ditangkap di Getsemani
dan langsung di sidangkan di Mahkamah Agama Mrk 14:53; setelah itu (3)
sebelum ayam berkokok kedua kalinya, Mrk 14:72, Petrus, orang
kepercayaannya, menyangkalnya untuk ketiga kalinya; dan akhirnya (4) –
pagi-pagi benar – seperti dalam Mrk 15:1, ia dibawa ke hadapan Pilatus
untuk diadili dan akhirnya dihukum mati di salib.
GUS: [Dalam hati, “Mark ngelamun nih!”] Maksudmu?
MARK: Ada di antara para pengikut Yesus dulu yang menantikan
kedatangannya kembali seperti hamba-hamba menunggu tuannya pulang pesta
sambil berharap nanti bisa mendapat berkah, seperti tafsirmu di atas
yang mengikuti Luc tadi. [Menatap tajam lalu menghela nafas.] Tapi kerap
itu hanya lamunan!
GUS: [Terhenyak, kok ia tahu yang saya katakan dalam hati tadi.] Jadi
sebaiknya melakukan “berjaga-jaga” itu dalam ujud ikut menjalani waktu
demi waktu malam harinya Yesus dan menarik hikmat dari kisah itu?
MARK: Saat kedatangan itu hanya Bapa-lah yang tahu (Mrk 13:32). Tapi
kita bisa mendapatkan kebijaksanaan memahami siapa dia yang bakal datang
pada saat yang tak terduga-duga itu.
GUS: Dan kebijaksanaan itu diperoleh bila kita menyertainya pada
saat-saat hidupnya paling sulit seperti ketika mesti berpisah dengan
yang murid-muridnya, ditolak kaum tua-tua, disangkal orang terdekat,
dihukum mati. Begitukah?
MARK: Itulah maksudnya berjaga-jaga empat waktu tadi.
Bincang-bincang ini makin membuat jelas
bahwa masa Adven ialah kesempatan berjaga-jaga agar dapat menyertai
Yesus dalam empat waktu tadi. Semua ini terjadi padanya karena ia
bersedia menjadi silih bagi seluruh umat manusia. Maka memperingati
kelahirannya nanti juga berarti merayakan kedatangan penebus. Ketika
hendak saya pastikan hal itu dengan Mark, ia sudah pergi. Kini hanya
tulisannyalah yang tertinggal di sini.
Dari Bacaan Kedua: Akalbudi dan Kepercayaan (1kor 1:3-9)
Bacaan kedua dipungut dari bagian surat pertama Paulus kepada umat di
Korintus yang mengungkapkan rasa syukur Paulus akan kebaikan Tuhan yang
telah dinikmati umat. Ungkapan seperti ini sudah lumrah dalam gaya
surat-menyurat antara sesama kaum terpelajar yang sama aliran
kepercayaannya. Namun demikian, lebih dari sekadar basa-basi, Paulus
bersyukur bahwa umat telah diperkaya dengan anugerah ilahi dalam ujud
segala macam “perkataan dan pengetahuan” yang termuat dalam kesaksian
tentang Kristus di kalangan umat.
Orang-orang Korintus yang menjadi
pengikut Kristus berasal dari kalangan Yahudi tetapi yang juga berlatar
pendidikan Yunani. Mereka ini orang-orang yang terbiasa berpikir
mandiri. Bahkan seperti kaum intelektual waktu itu mereka amat
menekankan penalaran, juga menyangkut kehidupan iman. Paulus melihat
sikap intelek ini sebagai anugerah ilahi. Sedikit demi sedikit Paulus
mengajak umat di Korintus untuk memakai kemampuan akalbudi mereka untuk
menyelami misteri kehadiran Kristus. Dengan demikian pengetahuan serta
kebijaksanaan mereka akan mendapatkan dimensi spiritual pula. Inilah
kekayaan batin yang dianjurkan Paulus agar dikembangkan dengan baik. Di
kalangan umat memang ada kecenderungan untuk terlalu mementingkan
penalaran individual mengenai iman dan cara mempersaksikannya. Dalam
kaitan ini Paulus nanti akan menekankan kebersamaan dalam kesaksian iman
di kalangan umat.
Satu hal yang ditonjolkan dalam bagian
ini ialah ajakan agar umat memahami kesetiaan ilahi yang menguatkan
mereka sehingga nanti mereka sampai dengan “tanpa cacat pada hari Tuhan
kita Yesus Kristus” (ay. 8). Yang dimaksud ialah hari kebesaran Tuhan
dinyatakan dan saat itulah akan jelas siapa yang “tanpa cacat”, yang
utuh, dan bisa berada bersamaNya dan siapa yang tidak pantas untuk itu.
Mereka yang meluangkan daya akalbudi untuk mengenali kehadiranNya ialah
yang disebut utuh, tanpa cacat.
Warta ini masih berlaku bagi zaman ini.
Kemanusiaan sebenarnya dapat terus berkembang juga seandainya
kepercayaan kurang diberi tempat. Namun perkembangan ini bakal tidak
menjadi kekayaan batin bila tidak mengembangkan dimensi kepercayaan.
Juga kepercayaan yang kurang teruji dalam kejernihan nalar akan kabur
nilainya dan akan tampil kasar lagipula bisa menimbulkan ketegangan.
Ajakan Paulus masih berlaku bagi masa kini pula.