dari http://www.jw.org/id/publikasi/majalah/w20131215
Tapi bagaimana kalau salah satu meninggal? Ikatan
yang kuat itu sekarang terputus. Janda atau duda yang ditinggalkan
sering merasa pedih hati, kesepian, bahkan mungkin marah dan merasa
bersalah, semuanya campur aduk. Daniella sudah menikah selama 58 tahun.
Banyak temannya telah ditinggal mati pasangannya. *
Tapi, sesudah suaminya sendiri meninggal, dia bilang, ”Saya baru bisa
mengerti bagaimana rasanya kehilangan pasangan hidup setelah
mengalaminya sendiri.”
KESEDIHAN YANG SEPERTINYA TAK BERUJUNG
Menurut beberapa peneliti, tidak ada stres yang
lebih parah daripada stres akibat kematian pasangan hidup tercinta.
Banyak orang yang mengalaminya setuju dengan hal itu. Melisa, yang telah
25 tahun menikah, sudah lama menjanda. Tentang kehidupannya kini, ia
bilang, ”Saya merasa timpang.” Yang ia maksud adalah keadaan emosinya
setelah kematian sang suami.
Susan pernah menganggap para janda yang berkabung selama bertahun-tahun itu terlalu cengeng.
Lalu setelah 38 tahun menikah, suaminya meninggal. Itu sudah 20 tahun
yang lalu, tapi ia bilang, ”Saya ingat dia tiap hari,” dan kadang, air
matanya pun berlinang.
Alkitab membenarkan bahwa kesedihan akibat
kematian pasangan sangatlah menyakitkan dan berkepanjangan. Sewaktu Sara
meninggal, Abraham, suaminya, ”meratapi Sara serta menangisi dia”. (Kej. 23:1, 2) Meskipun beriman akan kebangkitan, Abraham sangat sedih sewaktu istrinya yang tersayang meninggal. (Ibr. 11:17-19)
Setelah kematian istrinya yang tercinta, Rakhel, Yakub tidak bisa
segera melupakannya. Bahkan sewaktu ia bercerita kepada anak-anaknya,
masih terlihat rasa sayangnya kepada Rakhel.—Kej. 44:27; 48:7.
Apa artinya? Kesedihan yang dirasakan oleh janda
atau duda bisa berlanjut hingga bertahun-tahun. Kita hendaknya tidak
menganggap air mata dan kesedihan mereka sebagai kelemahan, tapi sebagai
reaksi yang wajar. Mereka mungkin membutuhkan simpati dan dukungan kita
untuk waktu yang lama.
SEHARI DEMI SEHARI
Menjanda atau menduda tidak sekadar berarti
menjadi lajang lagi. Semasa hidup suaminya, seorang istri mungkin
terbiasa dihibur oleh suaminya saat ia gundah atau uring-uringan. Sang
suami tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat istrinya tersenyum
kembali. Ketika sang suami meninggal, ia pun kehilangan itu semua.
Demikian pula, seorang suami mungkin sudah terbiasa diperhatikan
istrinya. Sang istri tahu caranya membahagiakan sang suami. Sentuhannya
yang lembut, kata-katanya yang menenangkan, dan minatnya terhadap apa
yang disukai dan dibutuhkan sang suami sungguh tak ada duanya. Jika sang
istri meninggal, suami akan merasa hidupnya hampa. Karena itu,
seseorang yang kehilangan suami atau istrinya akan cemas menghadapi masa
depan. Prinsip Alkitab apa yang bisa membantu mereka merasa tenang dan
damai?
”Jangan sekali-kali khawatir mengenai hari
berikutnya, sebab hari berikutnya mempunyai kekhawatirannya sendiri.
Cukup untuk setiap hari keburukannya sendiri.” (Mat. 6:34)
Kata-kata Yesus itu khususnya berlaku untuk kekhawatiran akan hal-hal
materi, tapi itu juga telah membantu banyak orang dalam menanggung
kepedihan karena kehilangan orang yang disayangi. Beberapa bulan setelah
kematian istrinya, seorang duda bernama Charles menulis, ”Saya masih
sangat merindukan Monica, kadang seperti mau mati rasanya. Tapi, saya
tahu ini normal dan lama-lama kesedihan saya akhirnya pasti akan berkurang.”
Ya, Charles harus sabar. Bagaimana caranya? Ia
bilang, ”Dengan bantuan Yehuwa, saya menjalani hidup ini sehari demi
sehari.” Charles tidak tenggelam dalam kesedihan. Rasa dukanya memang
tidak langsung hilang, tapi itu juga tidak membuatnya terpuruk. Jika
Saudara kehilangan suami atau istri, berupayalah bertahan untuk satu
hari ini. Siapa tahu esok akan lebih baik.
Yehuwa tidak pernah menghendaki seorang pun mati. Kematian adalah salah satu ”perbuatan Iblis”. (1 Yoh. 3:8; Rm. 6:23) Setan menggunakan kematian dan rasa takut akan kematian untuk memperbudak banyak orang dan merampas harapan mereka. (Ibr. 2:14, 15)
Setan senang kalau orang putus asa dan merasa tidak bisa lagi menemukan
kebahagiaan dan kepuasan sejati, walaupun dalam dunia baru Allah. Jadi,
penderitaan yang dirasakan istri atau suami yang berduka adalah akibat
dari dosa Adam dan taktik licik Setan. (Rm. 5:12)
Yehuwa akan sepenuhnya memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh
Setan, dan melumpuhkan senjata kejamnya, yaitu kematian. Banyak orang
telah dibebaskan dari rasa takut yang ditanamkan Setan. Di antara mereka
ada banyak orang yang telah kehilangan pasangannya, seperti Saudara.
Setelah kebangkitan di bumi kelak, hubungan
antarmanusia jelas akan sangat berubah. Bayangkan orang tua, kakek
nenek, dan leluhur yang akan hidup kembali dan menjadi sempurna bersama
anak cucu mereka. Semua problem akibat usia tua akan lenyap. Generasi
muda mungkin harus mengubah pandangan mereka terhadap nenek moyang
mereka. Dan, perubahan itu akan turut memperbaiki hubungan antarmanusia.
Ada banyak sekali pertanyaan tentang
kebangkitan. Misalnya, tentang orang yang beberapa kali ditinggal mati
oleh pasangan hidupnya. Orang Saduki mengajukan pertanyaan tentang
wanita yang suami pertamanya mati, kemudian suami keduanya juga mati,
dan seterusnya sampai beberapa kali. (Luk. 20:27-33) Bagaimana hubungan mereka setelah kebangkitan? Kita tidak tahu, dan kita tidak perlu resah atau menduga-duga tentang sesuatu
yang belum diketahui. Yang saat ini harus kita lakukan adalah percaya
kepada Allah. Satu hal sudah pasti, apa pun yang Yehuwa lakukan di masa
depan pasti baik. Itu sesuatu yang kita tunggu-tunggu, bukan sesuatu
yang perlu kita takuti.
HARAPAN KEBANGKITAN MENGHIBUR KITA
Salah satu ajaran yang paling jelas dalam Firman
Allah adalah bahwa orang-orang yang sudah mati akan hidup lagi. Kisah
Alkitab tentang kebangkitan di masa lalu menjadi jaminan bahwa ”semua
orang yang di dalam makam peringatan akan mendengar suara [Yesus] lalu
keluar”. (Yoh. 5:28, 29)
Pada waktu itu, orang-orang akan sangat bahagia karena bertemu lagi
dengan mereka yang telah dibebaskan dari cengkeraman kematian. Di pihak
lain, sulit dibayangkan betapa bahagianya orang-orang yang dibangkitkan
itu.
Pada waktu miliaran orang bangkit, sukacita besar akan memenuhi bumi. Mereka akan ada lagi bersama kita. (Mrk. 5:39-42; Pny. 20:13) Dengan merenungkan mukjizat di masa depan ini, semua yang telah kehilangan orang-orang yang mereka cintai tentu akan terhibur.
Apakah akan ada alasan untuk sedih pada waktu itu? Alkitab menjawab tidak. Menurut Yesaya 25:8,
Yehuwa ”akan menelan kematian untuk selama-lamanya”. Itu juga berarti
semua akibat yang menyusahkan dari kematian akan disingkirkan, karena
nubuat itu melanjutkan, ”Tuan Yang Berdaulat Yehuwa pasti akan menghapus
air mata dari semua muka.” Kesedihan sebesar apa pun, yang Saudara
rasakan sekarang karena kematian pasangan tercinta, tidak akan diingat
lagi setelah kebangkitan.
Tidak seorang pun tahu segala hal yang akan
Allah lakukan di dunia baru. Yehuwa mengatakan, ”Seperti langit lebih
tinggi daripada bumi, demikianlah jalan-jalanku lebih tinggi daripada
jalan-jalanmu, dan pikiranku daripada pikiranmu.” (Yes. 55:9)
Dengan memercayai janji Yesus tentang kebangkitan di masa depan, kita
menunjukkan bahwa kita beriman kepada Yehuwa, seperti Abraham. Yang
penting saat ini, semua orang Kristen harus melakukan apa yang Allah
minta agar dianggap layak untuk hidup di dunia baru bersama orang-orang yang akan dibangkitkan.—Luk. 20:35.
ALASAN UNTUK BERHARAP
Daripada cemas, perkuat harapan Saudara akan
masa depan yang lebih baik. Bagi kebanyakan orang, masa depan suram.
Tapi, Yehuwa menjanjikan masa depan yang cerah. Kita memang tidak tahu
bagaimana persisnya, tapi yakinlah bahwa Ia akan memenuhi semua
kebutuhan dan keinginan kita. Rasul Paulus menulis, ”Kalau apa yang kita
harapkan itu sudah kita lihat, maka itu bukan lagi harapan. Sebab
siapakah masih mengharapkan sesuatu yang sudah dilihatnya? Tetapi kalau
kita mengharapkan sesuatu yang belum kita lihat, maka kita menunggunya
dengan sabar.” (Rm. 8:24, 25, Bahasa Indonesia Masa Kini [BIMK])
Kalau harapan Saudara kuat, Saudara bisa bertekun dengan sabar. Dengan
demikian, Saudara akan menikmati masa depan yang gemilang ketika Yehuwa
”memuaskan keinginan hatimu”. (Mz. 37:4, BIMK) Ia akan memenuhi ”keinginan segala yang hidup”.—Mz. 145:16; Luk. 21:19.
Menjelang kematian Yesus, para rasul merasa
sedih dan bingung. Yesus menghibur mereka, ”Jangan biarkan hatimu merasa
susah. Perlihatkanlah iman akan Allah, perlihatkanlah juga iman akan
aku.” Ia memberi tahu mereka, ”Aku tidak akan meninggalkan kamu
menderita kehilangan. Aku akan datang kepadamu.” (Yoh. 14:1-4, 18, 27)
Kata-katanya ini menjadi alasan bagi para pengikutnya yang terurap di
kemudian hari untuk memiliki harapan dan bertekun. Mereka yang rindu
untuk bertemu dengan orang-orang tercinta pada waktu kebangkitan juga
tidak perlu putus asa. Yehuwa dan Putra-Nya tidak akan membiarkan mereka
terus berduka. Yakinlah akan hal itu!
0 comments:
Post a Comment