diambil dari http://www.mirifica.net/2015/05/20
Rekan-rekan yang baik!
Di
kalangan umat Perjanjian Lama, Pentakosta (artinya “hari ke-50”)
dirayakan 7 minggu setelah panen gandum, seperti disebutkan dalam Im
23:15-21 dan Ul 16:9-12. Perayaan ini juga disebut dalam hubungan dengan
perayaan lain, lihat Kel 23:14-17; 34:22; Bil 28:26-31 dan 2Taw 8:13.
Dalam perkembangan selanjutnya, hari “ke-50” ini dihitung dari tanggal
14 Nisan, yaitu Paskah Yahudi. Hari itu kemudian juga dipakai untuk
memperingati turunnya Taurat kepada Musa. Di kalangan umat Kristen,
peringatan “hari ke-50” ini terjadi 7 minggu setelah kebangkitan Yesus
dan dirayakan sebagai hari turunnya Roh Kudus kepada para murid seperti
digambarkan dalam Kis 2:1-11. Jadi perayaan 7 minggu setelah panen dari
dunia Perjanjian Lama itu diterapkan dalam Perjanjian Baru pada panenan
rohani yang kini mulai melimpah.
Pada hari Pentakosta
tahun B ini dibacakan kata-kata Yesus dalam Yoh 15:26-27. Teks itu
jelas-jelas menyebut kedatangan Penolong yang diutus Yesus dari Bapa.
Bagaimana memetik warta Pentakosta khususnya bagi kita sekarang? Adakah
relevansinya bagi zaman kita dan lingkungan kita sekarang?
KETABAHAN BERSAMA
Petikan hari ini
sebenarnya bagian dari pesan-pesan Yesus kepada para murid pada
perjamuan terakhir. Setelah menyampaikan perumpamaan pokok anggur dan
ranting ( Yoh 15:1-8; Minggu Paskah V tahun B) dan imbauan agar
menumbuhkan kebersamaan yang sejati (Yoh 15:9-17; Minggu Paskah VI tahun
B), Yesus mengajak mereka melihat pelbagai kenyataan hidup yang kerap
kali kurang memberi rasa tenteram. Ditegaskannya bahwa ia sendiri
dimusuhi dunia. Maka tak usah heran bila para pengikutnya juga akan
mengalami hal yang sama. Kedatangan Yesus ke dunia membuat jelas siapa
dan apa yang termasuk wilayah gelap tadi. Yang tadinya tidak kentara
sekarang mulai dapat dirasakan hadir dan mencekam. Inilah teka teki
kehidupan di dunia ini. Sering yang jahat, yang menyakitkan, yang
membingungkan itu tidak dapat diterangkan kejadiannya, hanya dapat
dirasakan adanya serta daya perusaknya. Ini semua dikatakan dalam Yoh
15:18-25 yang menjadi lanjutan dari bacaan Injil hari-hari Minggu
sebelumnya tadi. Dapatkah kita hidup terus dalam keadaan ini? Mana bisa
kita tahan? Begitulah tanya para murid dalam hati kecil mereka. Apalagi
katanya sebentar lagi guru mereka akan diambil dan mereka akan
sendirian. Apa gunanya bertahan? Injil hari Pentakosta kali ini menjawab
kegundahan itu. Dan kekuatan yang muncul dari Injil itu dapat juga
membuat kita berani ikut merasakan penderitaan saudara-saudara kita yang
tertimpa bencana. Keberanian itu bisa menjadi kekuatan bagi mereka.
Mari kita lihat
keadaan para murid dulu. Hingga saat itu mereka bisa membanggakan
menjadi pengikut seorang tokoh tenar dan dianggap penting di mana-mana.
Semua yang dilakukan Yesus serta tanggapan orang banyak membuat mereka
percaya diri. Masa depan yang cemerlang kini tersedia bagi mereka. Yesus
sendiri sebenarnya beberapa kali berusaha membuat kepala mereka tetap
dingin. Tetapi biasanya antusiasme orang tidak gampang diatur akal.
Hanya kenyataanlah yang dapat membuat mereka sadar apa yang sedang
terjadi. Permusuhan, kedengkian para pimpinan masyarakat Yahudi waktu
itu mulai terasa. Mula-mula hanya dalam ujud mempertanyakan kompetensi
Yesus mengajarkan Taurat. Kelompok baru di sekitar Yesus ini dirasa
sebagai ancaman. Konflik menjadi makin tajam dan akhirnya mereka
menemukan pelbagai cara untuk mendiskreditkan Yesus di hadapan lembaga
resmi agama dan pemerintahan Romawi. Kelanjutannya kita ketahui. Ketika
Yesus ditangkap dan disalibkan, para murid bubar. Dari bangga dan penuh
keyakinan, kini mereka berkecil hati. Dari orang-orang yang berani
bercerita mengenai sang Guru, sekarang mereka menjadi orang yang takut
dituduh pengacau dengan risiko ditangkap. Mereka juga dianggap
menawarkan ajaran yang keliru oleh para simpatisan mereka dulu. Mereka
kehilangan muka di hadapan kaum sendiri. Inilah situasi para murid.
MENGENANG PERKATAAN YESUS
Dalam keadaan itulah
mereka teringat akan pesan-pesan Yesus pada perjamuan terakhir. Injil
memang terjadi sebagai kumpulan kenangan bersama mengenai tindakan dan
kata-kata sang Guru. Pada kesempatan itu ia berbicara mengenai Penolong
yang akan diutusnya dari Bapa. Pengertian kunci di sini ialah
“Penolong”. Yunaninya ialah “parakleetos”, arti harfiahnya ialah yang
diseru, dipanggil, diminta agar datang menolong. Ungkapan ini sebenarnya
kata biasa dalam bahasa Yunani. Orang datang menolong mereka yang kena
musibah dengan memberi bantuan apa saja. Mulai dengan memberi
pertolongan sebisanya sampai ke regu khusus yang menangani keadaan yang
paling gawat. Juga pertolongan bisa berujud penghiburan untuk
membesarkan hati, menumbuhkan harapan dan kekuatan. Apa saja yang dapat
menopang orang yang tidak dapat mengatasi keadaan dengan kekuatan
sendiri dan oleh karenanya membutuhkan pertolongan secepatnya. Itulah
“parakleetos”. Dalam keadaan bencana, kehadiran para penolong memang
lebih terasa. Tapi dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya penolong ada
di mana-mana. Boleh dikata, bakat alamiah manusia yang paling dasar
ialah tumbuh menjadi orang yang bisa dimintai tolong orang lain. Bakat
ini biasanya berkembang menjadi macam-macam pola tingkah laku “baik” di
masyarakat.
Itulah latar pemakaian
ungkapan “Penolong” dalam Yoh 15:27. Di situ Yesus mengatakan bahwa ia
mengutus dia yang menanggapi seruan minta tolong tadi itu.
Ditambahkannya bahwa Penolong itu berasal dari Bapa sendiri. Diutus
berarti dikirim, seperti orang yang diutus menjalankan urusan tertentu.
Itulah yang dimaksud Yesus dengan “Penolong yang kuutus”. Tugasnya ialah
menanggapi kebutuhan orang yang minta tolong apa saja. Dan Penolong ini
“keluar dari Bapa”. Artinya, pertolongan yang akan diterima orang yang
berseru itu berasal dari Yang Maha Kuasa yang beperhatian sebagai bapak.
Bagi orang zaman itu, cara berbicara seperti sarat muatan maknanya.
Dulu orang Yahudi berseru minta tolong ketika mengalami penderitaan di
Mesir. Dan Tuhan mendengar keluhan mereka dan turun untuk menolong
mereka dan menuntun mereka ke tanah yang akan diberikan-Nya kepada
mereka (lihat Kel 3:7-10; 6:5-7 Ul 26:5-9). Kekuatan seperti itulah yang
dimaksud oleh Yesus sebagai “Penolong yang kuutus dari Bapa”. Ia adalah
Roh Kebenaran, yakni kekuatan yang benar, yang tepercaya, bukan yang
bakal membawa ke tujuan lain
BERSAKSI?
Roh Kebenaran tadi
akan menegaskan bahwa yang dikerjakan Yesus selama hidupnya itu
benar-benar dari Bapa asalnya. Ia menjauhkan kekuatan yang jahat,
menyembuhkan, menghibur yang kena kesusahan, mengajar, membimbing banyak
orang. Semuanya itu untuk memperbaiki kemanusiaan. Bagaimana? Roh tidak
membuat orang takjub dan takut. Ia datang ke dalam kehidupan para murid
dan dari dalam diri mereka ia menegaskan bahwa semua yang dilakukan
Yesus adalah karya ilahi sendiri. Itulah yang dimaksud dengan Penolong
atau Roh Kebenaran yang “bersaksi tentang diriku”.
Kekuatan ini mengatasi
apa saja yang dirasa mencengkam dan tak bisa dihadapi sendiri. Tidak
bergantung pada jenisnya, bisa berupa penindasan sosial dan religius
seperti di Mesir dulu, bisa pula dirasa sebagai bencana alam, bisa pula
dialami sebagai kekuatan-kekuatan yang tak tergambarkan tetapi yang
selalu mengancam kehidupan. Inilah yang sering membuat orang merasa tak
berdaya dan hanya bisa berdoa berseru minta tolong.
Para murid percaya
bahwa sang Penolong sudah datang. Bagaimana penjelasannya? Ada dalam Yoh
15:26. Di situ mereka diminta menjadi saksi. Alasannya, mereka sejak
semula sudah ada bersama dengan Yesus sendiri dan melihat karyanya. Kini
mereka diminta melihat kembali semua itu sebagai karya ilahi dalam Roh
Kebenaran yang datang kepada mereka. Kesaksian yang dimaksud jelas bukan
sedia mati demi mempertahankan agama. Ini lain perkara. Dalam ayat-ayat
Yohanes ini, kesaksian yang dimaksud ialah membiarkan sang Penolong
yang ada dalam komunitas orang beriman leluasa bertindak. Inilah
kekuatan yang bisa memperbaiki kemanusiaan yang sedang mengalami
kejadian seburuk apapun. Para murid Yesus didampingi Sang Parakleetos
yang siap dimintai tolong dan selalu ada di dekat. Kita juga. Pelbagai
upaya pertolongan yang kita usahakan dapat makin kuat, makin ambil
bagian dalam yang dikerjakan Yesus dan yang kini dilakukan bersama
dengan kekuatan yang dikirimkannya dari atas sana.
Sang Penolong tadi
membuat orang percaya bahwa yang dilakukan Yesus itu ialah karya ilahi.
Inilah kesaksian sang Penolong. Murid-murid Yesus di masa kini pun ikut
diminta menjadi saksi karya ilahi yang masih berlangsung. Juga di
tengah-tengah orang yang paling membutuhkan penghiburan dan pertolongan.
Sabda Tuhan dapat menjadi bagian dalam kehidupan, khususnya pada
saat-saat orang merasa tak berdaya, di waktu kesusahan dan penderitaan,
juga dalam kesulitan rohani. Kita biarkan Sabda Tuhan ikut memikul beban
penderitaan kita. Marilah kita pahami gerak gerik kehadiran Penolong
yang diutus Yesus bagi murid-muridnya dan bagi kita juga, sekarang ini,
dalam keadaan ini.
Salam hangat,
A. Gianto
0 comments:
Post a Comment