diambil dari http://intanpus.blogspot.com/2011/01/label:
keperawatan gerontik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penuaan
adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel somatik yang diawali
oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi disfungsi organ dan pada
akhirnya akan meningkatkan risiko kematian bagi seseorang. Apabila
dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan
suatu perubahan progresif pada organisme yang telah mencapai kematangan
intrinsik dan bersifat irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran
sejalan dengan waktu.
Pada
hakikatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu : masa kanak-kanak, masa
remaja, dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis
maupun psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran baik
fisik maupun psikis.
Corak
perkembangan proses penuaan bersifat lambat namun dinamis dan bersifat
individual baik secara fisiologis maupun patologis, karena banyak
dipengaruhi oleh riwayat maupun pengalaman hidup di masa lalu yang
terkait dengan faktor biologis, psikologis, spiritual, fungsional,
lingkungan fisik dan sosial. Perubahan struktur dan penurunan fungsi
sistem tubuh tersebut diyakini memberikan dampak yang signifikan
terhadap gangguan homeostasis sehingga lanjut usia mudah menderita
penyakit yang terkait dengan usia misalnya: stroke, parkinson, dan
osteoporosis dan berakhir pada kematian. Penuaan patologis dapat
menyebabkan disabilitas pada lanjut usia sebagai akibat dari trauma,
penyakit kronis, atau perubahan degeneratif yang timbul karena stres
yang dialami oleh individu. Stres tersebut dapat mempercepat penuaan
dalam waktu tertentu, selanjutnya dapat terjadi akselerasi proses
degenerasi pada lanjut usia apabila menimbulkan penyakit fisik.
Oleh
karena itu diperlukannya pelaksanaan program terapi yang diperlukan
suatu instrument atau parameter yang bisa digunakan untuk mengevaluasi
kondisi lansia, sehingga mudah untuk menentukan program terapi
selanjutnya. Tetapi tentunya parameter tersebut harus disesuaikan dengan
kondisi lingkungan dimana lansia itu berada, karena hal ini sangat
individual sekali, dan apabila dipaksakan justru tidak akan memperoleh
hasil yang diharapkan. Dalam keadaan ini maka upaya pencegahan berupa
latihan-latihan atau terapi yang sesuai harus dilakukan secara rutin dan
berkesinambungan.
1.2 Rumusan Masalah
Terapi apa saja yang dapat diterapkan pada lansia?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui terapi apa saja yang dapat diterapkan pada lansia.
1.4 Manfaat
Lansia dapat mengetahui terapi apa saja yang dapat diterapkan pada dirinya.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian
Suatu
bentuk pelayanan kesehatan yang terpadu dengan pendekatan medik –
psikososial – edukasional – vokasional untuk mencapai kemampuan
fungsional yang optimal.
2.2 Program Pada Lansia
1) Program Fisioterapi
Dalam
penanganan terapi latihan untuk lansia dimulai dari aktivitas fisik
yang paling ringan kemudian bertahap hingga maksimal yang bisa dicapai
oleh individu tersebut, misalnya :
a. Aktivitas di tepat tidur
- Positioning, alih baring, latihan pasif & aktif lingkup gerak sendi
b. Mobilisasi
- Latihan bangun sendiri, duduk, transfer dari tempat tidur ke kursi, berdiri, jalan
- Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari : mandi, makan, berpakaian, dll
2) Program Okupasiterapi
Latihan
ditujukan untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari, dengan
memberikan latihan dalam bentuk aktivitas, permainan, atau langsung pada
aktivitas yang diinginkan. Misalnya latihan jongkok-berdiri di WC yang
dipunyai adalah harus jongkok, namun bila tidak memungkinkan maka dibuat
modifikasi.
3) Program Ortotik-prostetik
Bila
diperlukan alat bantu dalam mendukung aktivitas pada lansia maka
seorang ortotis-prostetis akan membuat alat penopang, atau alat
pengganti bagian tubuh yang memerlukan sesuai dengan kondisi penderita.
Dan untuk lansia hal ini perlu pertimbangan lebih khusus, misalnya
pembuatan alat diusahakan dari bahan yang ringan, model alat yang lebih
sederhana sehingga mudah dipakai, dll.
4) Program Terapi Wicara
Program
ini kadang-kadang tidak selalu ditujukan untuk latihan wicara saja,
tetapi perlu diperlukan untuk memberi latihan pada penderita dengan
gangguan fungsi menelan apabila ditemukan adanya kelemahan pada
otot-otot sekitar tenggorokan. Hal ini sering terjadi pada penderita
stroke, dimana terjadi kelumpuhan saraf vagus, saraf lidah, dll
5) Program Sosial-Medik
Petugas
sosial-medik memerlukan data pribadi maupun keluarga yang tinggal
bersama lansia, melihat bagaimana struktur/kondisi di rumahnya yang
berkaitan dengan aktivitas yang dibutuhkan penderita, tingkat
sosial-ekonomi. Hal ini sangat penting sebagai masukan untuk mendukung
program lain yang harus dilaksanakan, misalnya seorang lansia yang
tinggal dirumahnya banyak trap/anak tangga, bagaimana bisa dibuat landai
atau pindah kamar yang datar dan biasa dekat dengan kamar mandi, dll
6) Program Psikologi
Dalam
menghadapi lansia sering kali harus memperhatikan keadaan emosionalnya,
yang mempunyai ciri-ciri yang khas pada lansia, misalnya apakah seorang
yang tipe agresif, atau konstruktif, dll. Juga untuk memberikan
motivasi agar lansia mau melakukan latihan, mau berkomunikasi,
sosialisasi dan sebagainya. Hal ini diperlukan pula dalam pelaksanaan
program lain sehingga hasilnya bisa lebih baik.
2.3 Peran Tim Medis
1) Fase Perawatan Intensif (Intensive Care)
Yang menonjol peran perawat, baru kemudian fisioterapis dan mungkin petugas sosial medik sudah mulai berperan.
2) Fase Perawatan Antara (Intermediate Care)
Perawat
masih diperlukan, fisioterapis makin menonjol, terapis okupasi mulai
berperan, mungkin terapis wicara atau psikolog mulai berperan. Juga bila
alat bantu diperlukan, misalnya walker, dynamic-splint, dll. Maka ortoris-prostetis yang akan membuat susuai dengan kondisi penderita.
3) Fase Perawatan Sendiri (Self Care)
Okupasi
terapi sangat penting untuk mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari.
Mulai dari aktivitas untuk pribadi sampai dengan pada aktivitas dalam
kehidupannya dalam pekerjaan.
4) Fase Rawat Jalan (Day Care)
Tergangtung
pada gangguan/disabilitas yang dideritanya. Biasanya terapi okupasi
suportif sangat membantu, dan dalam hal ini program bisa diberikan dalam
bentuk kegiatan yang menghasilkan sesuatu. Pada keadaan ini seluruh tim
akan berperan, dan dokter selalu memantau pada setiap fase yang
dijalani.
2.4 Macam-macam Terapi Lansia
1) Terapi Modalitas
Pengertian
Terapi modalitas adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang bagi lansia.
Tujuan
a. Mengisi waktu luang bagi lansia
b. Meningkatkan kesehatan lansia
c. Meningkatkan produktifitas lansia
d. Meningkatkan interaksi sosial antar lansia
Jenis Kegiatan :
a. Psikodrama
Bertujuan untuk mengekspresikan perasaan lansia. Tema dapat dipilih sesuai dengan masalah lansia.
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terdiri
atas 7-10 orang. Bertujuan untuk meningkatkan kebersamaan,
bersosialisasi, bertukar pengalaman, dan mengubah perilaku. Untuk
terlaksananya terapi ini dibutuhkan Leader, Co-Leader, dan fasilitator. Misalnya : cerdas cermat, tebak gambar, dan lain-lain.
c. Terapi Musik
Bertujuan
untuk mengibur para lansia seningga meningkatkan gairah hidup dan dapat
mengenang masa lalu. Misalnya : lagu-lagu kroncong, musik dengan
gamelan.
d. Terapi Berkebun
Bertujuan untuk melatih kesabaran, kebersamaan, dan memanfaatkan waktu luang. Misalnya : penanaman kangkung, bayam, lombok, dll
e. Terapi dengan Binatang
Bertujuan
untuk meningkatkan rasa kasih sayang dan mengisi hari-hari sepinya
dengan bermain bersama binatang. Misalnya : mempunyai peliharaan kucing,
ayam, dll.
f. Terapi Okupasi
Bertujuan
untuk memanfaatkan waktu luang dan meningkatkan produktivitas dengan
membuat atau menghasilkan karya dari bahan yang telah disediakan.
Misalnya: membuat kipas, membuat keset, membuat sulak dari tali rafia,
membuat bunga dari bahan yang mudah di dapat (pelepah pisang, sedotan,
botol bekas, biji-bijian, dll), menjahit dari kain, merajut dari benang,
kerja bakti (merapikan kamar, lemari, membersihkan lingkungan sekitar,
menjemur kasur, dll)
g. Terapi Kognitif
Bertujuan agar daya ingat tidak menurun. Seperti menggadakan cerdas cermat, mengisi TTS, tebak-tebakan, puzzle, dll
h. Life Review Terapi
Bertujuan
untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan
pengalaman hidupnya. Misalnya : bercerita di masa mudanya
i. Rekreasi
Bertujuan
untuk meningkatkan sosialisasi, gairah hidup, menurunkan rasa bosan,
dan melihat pemandangan. Misalnya : mengikuti senam lansia, posyandu
lansia, bersepeda, rekreasi ke kebun raya bersama keluarga, mengunjungi
saudara, dll.
j. Terapi Keagamaan
Bertujuan
untuk kebersamaan, persiapan menjelang kematian, dan meningkatkan rasa
nyaman. Seperti menggadakan pengajian, kebaktian, sholat berjama’ah, dan
lain-lain.
k. Terapi Keluarga
Terapi
keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh anggota keluarga
sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi keluarga adalah
agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk itu sasaran utama
terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami disfungsi; tidak bisa
melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam
terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan diidentifikasi
dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga terhadap munculnya
masalah tersebut digali. Dengan demikian terlebih dahulu masing-masing
anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa
kontribusi masing-masing terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian
mencari solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan meningkatkan
atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1 (perjanjian), fase 2 (kerja), dan fase 3 (terminasi). Di fase pertama
perawat dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu
keluarga diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan
di fase kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh
perawat sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara
anggota keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual
anggota keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga,
peraturan-peraturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi
di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani
untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul.
Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang
berkesinambungan.
2) Teknik
a. Mencegah Osteoporosis
Osteoporosis
adalah suatu sindroma penurunan densitas tulang (matrix dan mineral
berkurang), terapi rasio matrik dan mineral tetap normal. Osteoporosis
terjadi karena ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan
tulang. Densitas mineral tulang berkurang sehingga tulang menjadi
keropos dan mudah patah walaupun dengan trauma minimal.
Contoh latihan yang harus dihindari :
1. Sit Up
2. Menyentuh jari kaki pada posisi berdiri
3. Duduk dengan punggung membungkuk
4. Mengangkat beban dengan ayunan punggung
b. Menjaga Kebugaran Jasmani
Kebugaran
jasmani adalah suatu aspek fisik dari kebugaran menyeluruh. Kebugaran
jasmani pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan
yaitu kebugaran jantung-paru dan peredaran darah serta kekuatan otot dan
kelenturan sendi.
c. Mengangkat dan Mengangkut
Melihat
berbagai perubahan karena penuaan, cara mengangkat dang mengakut yang
efektif, efisien, dan aman merupakan kebutuhan bagi lansia. Untuk
menunjang prinsip kinetic dalam mengangkat dan mengangkut dapat
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Pegangan harus tepat, kerja statis local dihindari
2) Pegangan/tangan berada sedekat mungkin dengan tubuh
3) Punggung harus lurus
4) Dagu (kepala) diusahakan segera ke posisi tegak
5) Kaki diusahakan sedemikian rupa sehingga keseimbangannya kuat
6) Menfaatkan berat badan sebagai gaya tarik/dorong
7) Beban berada sedekat mungkin dengan garis vertical yang melalui pusat gravitasi tubuh.
d. Perlindungan sendi
Usaha
perlindungan sendi dapat dilakukan dengan menghindari pemakaian sendi
secara berlebihan, menghindari trauma, mengurangi pembebanan, berusaha
menggunakan sendi yang lebih kuat atau lebih besar, dan istirahat
sejenak disela-sela aktivitas.
e. Konservasi Energi
Konservasi
energy adalah suatu cara melakukan aktivitas dengan energy yang
relative minimal, namun dapat memperoleh hasil aktivitas yang baik.
Teknik konservasi energy dapat dicapai apabila dalam setiap aktivitas
memperhatikan hal-hal berikut :
1) Rencanakan aktivitas yang akan dilakukan sehingga tidak ada gerakan kejut yang akan meningkatkan strees fisik atau emosional.
2) Atur lingkungan aktivitas sedemikian rupa sehingga pada waktu melaksanakan aktivitas, energy dapat digunakan secra efisien
3) Jika mungkin, aktivitas dilakukan dalam posisi duduk
4) Jangan menjinjing atau mengangkat barang jika dapat didorong atau digeser.
5) Gunakan alat aktivitas yang relatife ringan
6) Lakukan aktivitas dengan cara yang sama karena akan membuat lebih efisien.
7) Dalam
setiap aktivitas, harus sering diselingi istirahat. Salah satu pedoman
adalah sepuluh menit istirahat untuk setiap satu jam bekerja.
8) Bagi aktivitas menjadi beberapa bagian kemudian kerjakan pada waktu yang berbeda.
f. Peningkatan Kekuatan Otot
Peningkatan
kekuatan otot pada lansia lebih ditujukan agar mampu melakukan gerak
fungsional tanpa adanya hambatan. Dalam latihan ini, jenis latihan yang
dianjurkan adalah latihan isotonic, dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
1) Tentukan kemampuan otot maksimal
2) Latihan pada 60%-80% kemampuan otot maksimal
3) Ukur ulang setiap minggu
4) 3X seri latihan, tiap seri 8-10 ulangan
5) Istirahat 1-2 menit diantara seri
6) Lakukan 3X seminggu, min selama 8 minggu
g. Kegel’s Exercise
Upaya
lain dalam meningkatkan otot dasar panggul adalah dengan latihan
kontraksi otot dasar panggul secara aktif. Petunjuknya sebagai berikut :
1) Posisi duduk tegak pada kursi dengan panggul dan lutut tersokong dengan rileks
2) Badan sedikit membungkuk dengan lengan menyangga pada paha
3) Konsentrasikan kontraksi pada daerah vagina, uretra, dan rectum
4) Kontraksikan otot dasar panggul seperti menahan defekasi dan berkemih
5) Rasakan kontraksi otot dasar panggul
6) Pertahankan kontraksi sebatas kemampuannya
7) Rileks dan rasakan otot dasar panggul yang rileks
8) Kontraksikan
otot dasar panggul lagi, pastikan otot berkontraksi dengan benar tanpa
ada kontraksi otot abdominal, contohnya jangan menahan napas. Control
kontraksi otot abdominal dengan meletakkan tangan pada perut.
9) Rileks. Coba rasakan perbedaan saat berkontraksi dan rileks
10) Sesekali kontraksi dipercepat, pastikan tidak ada kontraksi otot yang lain
11) Lakukan kontraksi yang cepat beberapa kali. Pada latihan awal, lakukan 3X pengulangan karena otot yang lemah akan mudah lelah
12) Latih
untuk mengkontraksikan otot dasar panggul dan mempertahankannya sebelum
dan selama aktivitas tertawa, abtuk, bersin, mengangkat benda, bangun
dari kursi/tempat tidur, dan jogging
13) Target
latihan ini adalah 10X kontraksi lambat dan 10X kontraksi cepat. Tiap
kontraksi dipertahankan selama 10 hitungan. Lakukan 6-8X dalam sehari
atau setiap saat dapat melakukannya.
h. Memperbaiki Koordinasi (latihan Frenkel)
i. Aksesibilitas bagi lansia
Kemudahan
yang disediakan bagi lansia guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan. Agar lansia dapat mandiri
diperlukan penilaian terhadap lingkungan aktivitasnya.
3) Farmakoterapi
Pada lansia terjadi penurunan proses farmakokinetik dan farmakodinamik, yaitu :
a. Dengan
pemberian dosis yang lazim KOP (Kadar Obat Plasma) akan lebih tinggi
oleh karena sistem eliminasi obat dalam hepar dan ginjal menurun.
b. Denga
KOP yang sama dapat terjadi FOB (Fraksi Obat Bebas) lebih tinggi dari
yang lazim sebab kadar albumin pada lansia telah menurun terlebih-lebih
pada waktu sakit atau oleh karena pengangsuran tempat (Silent Reseptor) dari ikatan albumin oleh obat lain (Polifarmasi).
c. Perubahan
efek farmakodinamik obat bersamaan dengan penurunan mekanisme regulasi
homeostatik dapat menyebabkan bias besar dalam efek farmakoterapi.
Oleh karena itu, semua pemberian obat harus dimulai dengan dosis yang lebih kecil, misalnya ½
dosis standart dan dinaikkan perlahan-lahan dengan pemantauan yang
ketat. Dalam banyak hal diperlukan pengukuran KOP dalam darah.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Menua
merupakan proses fisologis dengan berbagai perubahan fungsi organ tubuh
dan bukan suatu penyakit. Adapun gangguan yang menyebabkan penderita
harus berbaring lama sedapat mungkin dihindarkan. Pemberian terapi
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pemulihan kesehatan pada
lansia. Seperti pemberian modalilitas alamiah ataupun dengan menggunakan
peralatan khusus biasanya hanya menggurangi keluhan yang bersifat
sementara, akan tetapi latihan-latihan yang bersifat pasif maupun aktif
yang bertujuan untuk mempertahankan kekuatan pada sekelompok otot-otot
tertentu agar mobilitas tetap terjaga sebaiknya dilaksanakan secara
berkesinambungan, sehingga pencegahan disabilitas primer diminimalkan
dan disabilitas sekunder bisa dicegah, dan pada akhirnya tidak terjadi
handicap.
3.2 Saran
Peran
perawat sangat diperlukan untuk mempertahankan derajat kesehatan pada
lansia dalam taraf setinggi-tingginya, sehingga terhindar dari penyakit
atau gangguan kesehatan. Dengan demikian, lansia masih dapat memenuhi
kebutuhannya secara mandiri. Oleh karena itu perkembangan ilmu dan
praktika dalam pembelajaran sangat penting untuk memenuhi kualitas
sumber daya yang dibutuhkan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1) Martono, Hadi dan Kris Pranarka.2010.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).Edisi IV.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
2) Mubarak, Wahid Iqbal.2009.Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.Jakarta : Salemba Medika
3) Maryam, R.Siti.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta : Salemba Medika
4) Stockslager, Jaime L.2007.Buku Saku Asuhan Keparawatan Geriatrik.Edisi II.Jakarta : EGC
5) Watson, Roger.2003.Perawatan Pada Lansia.Jakarta : EGC
6) Pudjiastuti, Sri Surini dan Budi Utomo.2003.Fisioterapi Pada Lansia.Jakarta : EGC