ilustrasi dari koleksi Blog Domus
LANJUT USIA DENGAN JATUH
A. DEFINISI
1. Lansia
Pengertian lanjut usia.
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiai
ndividu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara
fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. .Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, sepertirambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah,berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut.
Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan denganorang-orang
yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang
cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000)
2. Jatuh
Jatuh
sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan di
dalamnya, baik faktor intrinsic dalam diri lansia tersebut seperti
gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan
sendi, sinkope dan dizzines, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang
licin dan tidak rata, tersandung benda – benda, penglihatan kurang
karena cahaya kurang terang, dan sebagainya.
The
International Classification of Disease (ICD 9) mendefinisikan jatuh
sebagai kejadian yang tidak diharapkan dimana seseorang terjatuh dari tempat
yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dengan atau tempat yang
sama tingginya ( Masud, Morris, 2006).
King,
mendefinisikan jatuh sebagai kejadian yang tidak disadari oleh
seseorang yang terduduk di lantai/tanah atau tempat yang lebih rendah
tanpa disebabkan oleh hilangnya kesadaran, stroke, atau kekuatan yang
berlebihan (King, 2004).
B. FAKTOR RESIKO
Untuk dapat memahami faktor risiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh:
- Sistem sensorik
Yang
berperan di dalamnya adalah: visus ( penglihatan ), pendengaran, fungsi
vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata
akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan
menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi
pada lansia yang diduga karena adanya perubahan fungsi vestibuler
akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit degeneratif leher
akan mengganggu fungsi proprioseptif ( Tinetti, 1992 ). Gangguan
sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia
mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
2. Sistem saraf pusat ( SSP )
SSP
akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input sensorik.
Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan normal,
sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga
berespon tidak baik terhadap input sensorik ( Tinetti, 1992 ).
3. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan meningkatkan risiko jatuh.
4. Muskuloskeletal ( Reuben, 1996; Tinetti, 1992; Kane, 1994; Campbell, 1987; Brocklehurs,
1987 ).
Faktor
ini disebutkan oleh beberapa peneliti merupakan faktor yang benar –
benar murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.
Gangguan muskuloskeletal. Menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan
ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis.
Gangguan gait yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain disebabkan oleh:
a. Kekakuan jaringan penghubung.
b. Berkurangnya massa otot.
c. Perlambatan konduksi saraf.
d. Penurunan visus / lapang pandang.
e. Kerusakan proprioseptif
Yang kesemuanya menyebabkan:
a. Penurunan range of motion ( ROM ) sendi.
b. Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan ekstremitas bawah.
c. Perpanjangan waktu reaksi.
d. Kerusakan persepsi dalam.
e. Peningkatan postural sway ( goyangan badan )
Semua
perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang pendek,
penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak
dengan kuat dan lebih cenderung gampang goyah. Perlambatan reaksi
mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat mengantisipasi bila
terjadi gangguan seperti terpleset, tersandung, kejadian tiba-tiba,
sehingga memudahkan jatuh.
C. PENYEBAB – PENYEBAB JATUH PADA LANSIA
Penyebab
jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan beberapa faktor, antara
lain: (Kane, 1994; Reuben , 1996; Tinetti, 1992; campbell, 1987;
Brocklehurs, 1987 ).
a. Kecelakaan :
Merupakan penyebab jatuh yang utama ( 30 – 50% kasus jatuh lansia ), Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung.
Gabungan
antara lingkungan yang jelek dengan kelainan – kelainan akibat proses
menua misalnya karena mata kurang awas, benda – benda yang ada di rumah
tertabrak, lalu jatuh, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi
orthostatic, hipovilemia / curah jantung rendah, disfungsi otonom,
penurunan kembalinya darah vena ke jantung, terlalu lama berbaring,
pengaruh obat-obat hipotensi, hipotensi sesudah makan
b. Obat – obatan
1. Diuretik / antihipertensi.Antidepresen trisiklik.
2. Sedativa.
3. Antipsikotik.
4. Obat – obat hipoglikemia.
5. Alkohol
c. Proses penyakit yang spesifik
Penyakit – penyakit akut seperti :
1. Kardiovaskuler : – aritmia.
2. Stenosis aorta.
3. Sinkope sinus carotis.
4. Neurologi : – TIA.
5. Stroke.
6. Serangan kejang.
7. Parkinson.
8. Kompresi saraf spinal karena spondilosis.
9. Penyakit serebelum
d. Idiopatik ( tak jelas sebabnya)
e. Sinkope : kehilangan kesadaransecara tiba-tiba.
1. Drop attack ( serangan roboh )Penurunan darah ke otak secara tiba – tiba.
2. Terbakar matahari.
D. FAKTOR-FAKTOR RESIKO JATUH PADA LANSIA DIBAGI DALAM 2 GOLONGAN BESAR, yaitu (Kane, 1994)
Faktor – faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
1. Faktor Intrinsik
Faktor
instrinsik dapat disebabkan oleh proses penuaan dan berbagai penyakit
seperti Stroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan tubuh sesisi,
Parkinson yang mengakibatkan kekakuan alat gerak, maupun Depresi yang
menyebabkan lansia tidak terlalu perhatian saat berjalan. Gangguan
penglihatan pun seperti misalnya katarak meningkatkan risiko jatuh pada
lansia. Gangguan sistem kardiovaskuler akan menyebabkan syncope, syncope
lah yang sering menyebabkan jatuh pada lansia. Jatuh dapat juga
disebabkan oleh dehidrasi. Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare, demam,
asupan cairan yang kurang atau penggunaan diuretik yang berlebihan.
2. Ekstrinsik
Alat-alat
atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di
bawah, tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi yang rendah dan tempat
berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tidak
datar, licin atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset
yang tebal/menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin
atau mudah tergeser,lantai licin atau basah, penerangan yang tidak baik
(kurang atau menyilaukan), alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran,
berat, maupun cara penggunaannya.
E. FAKTOR – FAKTOR LINGKUNGAN YANG SERING DIHUBUNGKAN DENGAN KECELAKAAN PADA LANSIA.
1. Alat – alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di bawah.
2. Tempat tidur atau WC yang rendah / jongkok.
3. Tempat berpegangan yang tidak kuat / tidak mudah dipegang.
4. Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun.
5. Karpet
yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal / menekuk pinggirnya,
dan
benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser.
benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser.
6. Lantai yang licin atau basah.
7. Penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan).
8. Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya.
F. FAKTOR – FAKTOR SITUASIONAL YANG MUNGKIN MEMPRESIPITASI JATUH ANTARA LAIN : ( Reuben, 1996; Campbell, 1987 )
1. Aktivitas
Sebagian
besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti
berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali
( 5% ), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya
seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi
pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh
kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering
terjadi pada lansia yang imobil ( jarang bergerak ) ketika tiba – tiba
dia ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
2. Lingkungan
Sekitar
70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di tangga, dengan
kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding saat naik, yang
lainnya terjadi karena tersandung / menabrak benda perlengkapan rumah
tangga, lantai yang licin atau tak rata, penerangan ruang yang kurang
3. Penyakit Akut
Dizzines
dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut dari penyakit
kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh, misalnya
sesak nafas akut pada penderita penyakit paru obstruktif menahun, nyeri
dada tiba – tiba pada penderita penyakit jantung iskenmik, dan lain –
lain.
G. KOMPLIKASI
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi seperti : ( Kane, 1994; Van – der – Cammen, 1991 ).
1. Perlukaan ( injury ).
a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri / vena.
b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama kollum ), humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista.
c. Hematom subdural
2. Perawatan rumah sakit.
a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi ).
b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik
3. Disabilitas
a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik.
b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri, dan pembatasan gerak
4. Resiko untuk dimasukkan dalam rumah perawatan ( nursing home )
5. Mati
H. PENCEGAHAN
Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat menyebabkan jatuh seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang sedang diderita, pengobatan yang sedang dijalani, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan visual, ataupun faktor lingkungan. Di bawah ini akan di uraikan beberapa metode pencegahan jatuh pada orang tua :
1. Latihan fisik
Latihan
fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan kekuatan
tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan
meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik juga bisa
mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan
yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya, salah
satunya adalah berjalan kaki.(1,4,5,6)
2. Managemen obat-obatan
Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik di antara:
- Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat
- Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama pengobatan
- Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan tranquilisers
- Hindari pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi klinis kuat
- Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan
3. Modifikasi lingkungan
Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk menghindari pusing akibat suhu di antara:
- Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam jangkauan tanpa harus berjalan dulu
- Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
- Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
- Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
- Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk daerah tangga.
- Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa untuk melintas.
- Gunakan lantai yang tidak licin.
- Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.
- Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar mandi.
4. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :
- Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.
- Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
- Mengambil barang dengan cara yang tidak benar dari lantai.
- Hindari olahraga berlebihan.
5. Alas kaki
Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:
- Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar
- Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan
- Pakai sepatu yang antislip
6. Alat bantu jalan
Terapi
untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan difokuskan untuk
mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang mendasarinya.
- Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meingkatkan keseimbangan, namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda, karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual.
- Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya adalah dengan alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane. Pemilihan cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam menunjang berat badan.
7. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.
8. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.
9. Memelihara kekuatan tulang
- Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan densitas tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua
- Berhenti merokok
- Hindari konsumsi alkohol
- Latihan fisik
- Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen
- Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.
I. PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen seperti dibawah ini : ( Kane, 1994; Fischer, 1982 )
1. Riwayat Penyakit ( Jatuh )
Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun saksi mata jatuh atau keluarganya. Anamnesis ini meliputi :
a. Seputar
jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung,
berjalan, perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang
makan, sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin,
sedang menoleh tiba – tiba atau aktivitas lain.
b. Gejala
yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri kepala tiba-tiba,
vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
c. Kondisi
komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism, osteoporosis,
sering kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.
d. Review
obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik
bloker, antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat – tempat kegiatannya.
2. Pemeriksaan Fisik.
a. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi ).
b. Kepala
dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus, gerakan
yang menginduksi ketidakseimbangan, bising Jantung : aritmia, kelainan
katup.
c. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
d. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki ( podiatrik ), deformitas.
3. Assesmen Fungsional
Dilakukan observasi atau pencarian terhadap :
a. Fungsi
gait dan keseimbangan : observasi pasien ketika dari bangku langsung
duduk dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan,
ketika mau duduk dibawah.
b. Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat bantu, memakai kursi roda atau dibantu.
c. Aktifitas kehidupan sehari – hari : mandi, berpakaian, bepergian, kontinens.
J. PENATALAKSANAAN ( Reuben, 1996; Kane, 1994; Tinetti, 1992 )
Tujuan
penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan
menerapi komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik,
mengembalikan kepercayaan diri penderita.
Penatalaksanaan
penderita jatuh dengan mengatasi atau meneliminasi faktor risiko,
penyebab jatuh dan menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus
terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari dokter (geriatrik,
neurologik, bedah ortopedi, rehabilitasi medik, psikiatrik, dll),
sosiomedik, arsitek dan keluarga penderita.
Penatalaksanaan
bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila
penyebab merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah,
sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab jatuh serta
efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi kronik,
multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia itu.
Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh
ulangan, misalnya pembatasan bepergian / aktifitas fisik, penggunaan
alat bantu gerak.
Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah / tempat kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh.
K. KESIMPULAN
Jatuh
merupakan salah satu geriatric giant, sering terjadi pada usia lanjut, penyebab tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri (ganaauan
gait, sensorik, kognitif, sistem syaraf pusat) di dukung oleh keadaan
lingkungan rumahnya yang berbahaya (alat rumah tangga yang tua/tidak
stabil, lantai yang licin dan tidak rata, dan lain-lain )
Jatuh
sering mengakibatkan mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan
berubah memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian,
oleh karena itu harus di cegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang, dengan cara identifikasi faktor resiko, penilaian keseimbangan dan gaya
berjalan, serta mengatur / mengatasi faktor situasional.
Pada prinsipnya mencegah terjadinya jatuh pada usia lanjut sangat penting dan lebih utama dari pada mengobati akibatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kris, Pranarka Martono. 2010. Geriatri( Ilmu Kesehatan Lnjut). Jakarta: FKUI.
Patricia, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
0 comments:
Post a Comment