diambil dari https://m.tempo.co/read/news Rabu, 14 Mei 2014 | 02:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Baru setahun Emilia Siane tinggal bersama ayahnya di Depok. Sebelumnya, perempuan yang bekerja di bidang desain grafis ini tinggal di rumah sendiri. Namun, karena ayahnya sudah berusia 86 tahun dan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti pendengaran dan penglihatan, Emilia yang masih lajang diminta menemani sang ayah.
“Sempat syok menghadapi ayah dengan segala kerewelannya, sensitif, dan maunya serba dituruti,” kata Emilia. Keduanya selalu ribut dalam berbagai hal, misalnya urusan peliharaan ikan lele, makanan yang menunya serba daging, hingga kebiasaan berantakan sang ayah.
Namun, perlahan, ia bisa “meladeni” ayahnya. "Semua butuh proses. Bertahun-tahun enggak tinggal bersama ayah," katanya.
Pengalaman “seru” juga dikisahkan Intan Ophelia. Perempuan yang dikenal sebagai astrolog ini merasakan repotnya tinggal bersama ayahnya, dan merawatnya selama empat tahun. Dua tahun lalu, sang ayah terkena stroke, dan meninggal bulan lalu pada usia 82 tahun. (Baca: Kelebihan Protein Berbahaya Bagi Manula)
Namun, setelah banyak mengobrol dan memahami karakter orang lanjut usia akan kembali seperti anak-anak, Intan pun menerima dengan lapang dada. "Akhirnya, saya bersyukur. Ini rahmat yang tak ternilai, diberi kesempatan merawat dan menemani beliau hingga tutup mata."
Konselor dan motivator pribadi, Ainy Fauziyah, menyatakan berdasarkan pengalaman menangani masalah seperti ini, para orang tua yang sudah lanjut usia memang biasanya kembali seperti anak kecil. Mereka mengalami masalah post power syndrome dan menjadi lebih rewel. Apa pun yang dikerjakan para “perawatnya” dia anggap salah.
Jadi, pada awalnya, pasti ada kekagetan. "Intinya, merupakan ujian kesabaran dan kelapangan dada dalam merawat dan melayani orang tua," ujar perempuan berjilbab itu.
Namun, lama-lama, akan bisa dipahami. “Ini adalah hidup yang siklusnya berulang,” katanya. Saat kita kecil dulu, kata Ainy, orang tua yang merawat dan melayani kita dengan segala kerewelan kita. Kini, sebaliknya. ”Yang utama, sebenarnya para orang tua tersebut hanya ingin masih dianggap penting, mampu, dan diperhatikan.”
HADRIANI P.
0 comments:
Post a Comment