Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, April 7, 2020

Perang Ilmu

diambil dari https://kranjingan.com/Rabu, 8 April 2020 6:14 am
oleh YC Tukiman Tarunosayoga
Di saat pandemi Covid 19 ini, tidak ada orang, kelompok, pihak, bahkan Negara pun yang tidak prihatin. Semua prihatin, dan dalam keprihatinan mencekam ini, sumbangsih para ilmuwan luarbiasa besar/tingginya. Ilmuwan bidang  apa pun “turun gunung” dengan niat tulus nan suci ingin ikut meringankan penderitaan manusia, tetapi juga sekaligus ingin ikut memerangi virus Corona yang secara ilmiah sekarang ini dikenal dengan Covid 19. Terjadilah “perang” para imuwan, atau tepatnya “perang ilmu” bertibu-tubi, bukan sekedar perang kembang, melainkan betul-betul perang tandhing.
Dalam dunia pewayangan, perang dikategorikan ke dalam sekurangnya tiga jenis; yaitu perang kembang, perang awal untuk mengawali daya tarik bagi penonton, dan perang ini muncul pada saat “masih sore.” Begitu berlangsungnya lakon, terjadilah yang disebut perang tandhing, perang sungguhan dan mulai berjatuhan korban. Perang ini terjadi setelah tengah malam lewat, dan semakin seru peperangannya, penonton semakin terhanyut dalam perang campuh seperti ini. Berikutnya, menjelang bubaran, ada perang untuk menghantar tancep kayon (penutupan), dan dalam perang ini digambarkan siapa kalah siapa menang.
Perang ilmu para ilmuwan saat ini tergolong perang tandhing, ilmu(wan) yang satu memberikan kajian dan analisisnya; sertamerta ditimpali oleh ilmu(wan) lainnya. Ramailah!! Ambil contoh soal berjemur saja, sebuah kegiatan yang kemarin-kemarin tidak ada yang mendiskusikan. Pada pukul berapa berjemur yang paling sehat itu, apa saja manfaat dari berjemur, posisi berjemur seperti apa sebaiknya (ada yang mengatakan seharusnya) dilakukan, dst. dsb ……….terjadilah perang argumentasi berikut analisis hasilnya. Menarikkah perangnya? Awalnya, seolah ketika mulai perang kembang terasa menarik; namun lama-kelamaan ketika penjadi perang tandhing, masyarakat bingung, bertanya-tanya, dan justru semakin kurang mantap untuk berjemur. Bagi para ilmuwan, perang tanding seperti itu biasa saja; namun bagi masyarakat luas, perang tandhing bermuara pada rasa bimbang dan bingung. Pertanyaan utamanya ialah: Kami tahu berjemur bermanfaat, tetapi pada pukul berapa berjemur paling baik, nah …..itulah kebingungannya.
Meningkatlah kebingungan masyarakat  ketika banyak ilmuwan membahas tentang prediksi akhir pandemi serta dampak ekonomi nasional dan globalnya. Lembaga A memrediksi puncak pandemi ada di pertengahan bulan Anu, dan berarti akhir pandeminya akan terjadi di bulan Anu berikutnya. Lembaga B punya pendekatan lain, dan hasil temuannya mengatakan pandemi ini akan benar-benar tuntas pada tahun Anu, mengingat ada anu dan ani, dst. dsb.Lebih membuat merinding lagi ketika ilmuwan ekonomi berprediksi dengan segala hitung-hitungannya.
Intinya, dalam situasi serba darurat seperti sekarang ini, etika ilmu(wan) benar-benar dipuji tetapi juga diuji. Dipuji apabila secara etis mampu menghadirkan kajian ilmunya sedemikian damai, dingin, dan solutif bagi masyarakat yang dicekam oleh berbagai rasa bingung, khawatir, tidak menentu, takut, dsb. Di sisi lain, ilmu(wan) diuji derajat keilmuan dan keilmuwanannya dengan satu kata kunci” keberpihakan. Ilmu(wan) Anda berpihak kepada apa atau siapa dalam kondisi seperti ini? Semata-mata berpihak pada ilmu, pasti Anda akan menganggap wajar-wajar saja berdiskusi silang pendapat; akan tetapi kalau Anda sedikit saja berpihak kepada masyarakat (yang notabene bingung dsb), Anda pasti akan diingatkan oleh ajaran nenekmoyang pendahulu kita: Ngono ya ngono, nanging mbok aja ngono (Jawa). Dengan ungkapan lain, akan ada yang mengatakan: Boleh Anda pinter, tetapi alangkah baiknya tidak minteri (membodohi); dan silahkan berperang, tetapi janganlah merangi (Jawa) yang artinya membawa luka masyarakat. Di sinilah etika sosial ilmu(wan). Di sinilah tanggungjawab sosial menuntut.

0 comments:

Post a Comment