Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, September 30, 2019

Lamunan Pesta

Santa Teresia dari Kanak-kanan Yesus, Perawan dan Pujangga Gereja serta Pelindung Misi
Selasa, 1 Oktober 2019

Matius 18:1-5

18:1. Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?"
18:2 Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka
18:3 lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
18:4 Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.
18:5 Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku."

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, menjadi orang besar adalah dambaan pada umumnya orang. Bahkan dalam gambaran tradisional Jawa orang sungguh sudah jadi uwong (orang) kalau sudah punya kedudukan sosial.
  • Tampaknya, menjadi orang besar biasa dikaitkan dengan jabatan yang dimiliki. Orang besar adalah orang yang memiliki kedudukan bisa memerintah banyak bawahan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun memiliki kedudukan sosial tinggi bahkan dengan kekayaan melimpah, orang belum tentu sungguh menjadi orang besar kalau tidak memiliki sikap merendah siaga menyambut siapapun tanpa pandang bulu. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati hanya orang yang bisa menjadi kecil yang akan sungguh menghayati kebesaran sejati.
Ah, orang besar itu ya yang bisa memerintah banyak orang.

Sunday, September 29, 2019

Santo Fransiskus Borgia

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 6922 Diterbitkan: 17 Agustus 2014 Diperbaharui: 20 Maret 2015
ilustrasi dari koleksi Blog Domus

  • Perayaan
    10 Oktober - 30 September (General Roman Calendar 1688-1969)
  •  
  • Lahir
    28 Oktober 1510
  •  
  • Kota asal
    Gandia, Valencia, Spanyol
  •  
  • Wafat
    30 September 1572 di Ferrara, Italia - Sebab alamiah
  •  
  • Beatifikasi
    23 November 1624 oleh Paus Gregorius XV
  •  
  • Kanonisasi
    20 Juni 1670 oleh Paus Klemens X Sumber : Katakombe.Org

Fransiskus Borgia (Francesco Borgia de Candia d'Aragon) adalah seorang bangsawan Spanyol dan Raja muda Catalonia yang meninggalkan kehidupan duniawi untuk menjalani kehidupan religius dalam biara Serikat Jesus.  Ia lahir di Spanyol pada tanggal 28 Oktober 1510. Ia adalah putera sulung dari pasangan Juan de Borgia, Raja muda Gandia, dan Juanna de Aragón. Seorang saudaranya, Tomas Borgia, kelak juga menjadi seorang imam lalu diangkat menjadi uskup Malaga dan Uskup Agung Zaragoza.
Sejak kecil ia sudah kelihatan sebagai seorang anak yang saleh dan memiliki cita-cita untuk menjadi seorang biarawan. Namun keluarganya mengirimnya ke istana Raja Charles V, dari kekkaisaran Romawi Suci (yang juga disebut Raja Charles I dari Spanyol), di mana ia disambut  dengan hangat sebagai keluarga kerajaan dan sering menemani Kaisar pada beberapa kesempatan.
Pada bulan September 1526, Fransiskus menikah dengan seorang wanita bangsawan Portugis bernama Leonor de Castro Mello y Meneses. Dari pernikahan ini mereka memiliki delapan orang anak. Pada tahun 1539 ia dinobatkan sebagai Raja Muda Catalonia. Sebagai penguasa yang beragama Kristen, ia tampil bijaksana dan saleh. Ia menunjukkan teladan hidup yang baik kepada rakyatnya sesuai keutamaan Kristiani. Ia bersikap tegas terhadap semua bangsawan yang korup. Oleh karena itu banyak orang tidak menyukai dia.
Ketika Ratu Isabela meninggal dunia, jenazahnya harus dibawa ke Granada. Raja Muda Fransiskus Borgia ditugaskan untuk mengawal jenazah itu. Sebelum dimasukkan ke pemakaman, peti jenazah harus dibuka untuk membuktikan bahwa jenazah ratulah yang akan dimakamkan. Ketika peti jenazah dibuka, Fransiskus hampir pingsan oleh bau busuk yang sangat menusuk hidung. Ia menyaksikan kehancuran mayat ratu yang dulu begitu cantik, bahkan dipujanya. Sejak itu ia berjanji untuk tidak lagi mengabdi pada seorang raja duniawi, yang dapat mati dan hancur tubuhnya. Ia bertekad menyerahkan dirinya kepada Tuhan sambil berjanji akan merubah cara hidupnya sesuai dengan kehendak Tuhan.
Tatkala isterinya meninggal dunia pada tahun 1546, ia memutuskan masuk Serikat Yesus. Segala hartanya diwariskan kepada anaknya yang sulung. Di dalam Serikat Yesus, Fransiskus ditahbiskan menjadi imam pada usia 41 tahun. Cara hidupnya sederhana dan lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang dianggap hina oleh banyak orang. Imam Fransiskus dikenal saleh. Kotbah-kotbahnya sangat menyentuh hati umat sehingga dapat membawa kembali banyak orang kepada pertobatan.
Fransiskus sangat berjasa pada saat pembentukan apa yang saat ini dikenal sebagai Universitas Gregoriana di Roma. Kesuksesannya itu membuat Paus Julius III menyatakan keinginannya untuk mengangkat Fransiskus menjadi seorang kardinal. Namun Fransiskus merasa tidak layak dan berat hati untuk menerima jabatan mulia tersebut. Ia lebih senang untuk berkarya bersama umat atau menjadi seorang misionaris. Namun ia juga tidak mungkin membantah keputusan Paus. Karena itu sebelum keputusan paus diterbitkan, Fransiskus Borgia, dengan sepengetahuan atasannya Santo Ignatius de Loyola, meninggalkan kota Roma secara diam-diam dan kembali ke Spanyol, ke kota Basque.
Disana ia merasa senang dapat menghabiskan waktunya dalam keheningan dan doa. Namun  teman-teman Jesuitnya membujuknya untuk menerima peran kepemimpinan yang kata mereka: telah ditakdirkan baginya. Pada tahun 1554,   ia ditunjuk oleh Santo Ignasius untuk menjadi komisaris jenderal Jesuit di Spanyol. Setelah itu, dua tahun kemudian, St. Fransiskus juga diberi tanggung jawab untuk misi Serikat Jesus di Hindia Timur dan Hindia Barat.  Pada tahun 1565, Fransiskus terpilih menjadi Superior Jendral Serikat Jesus yang ketiga, setelah kematian superior Jendral Serikat Jesus yang kedua, Diego Laynez SJ, pada bulan Januari 1565.
Cita-citanya sebagai pemimpin Serikat Yesus ialah menjiwai ordonya dengan semangat hidup Santo Ignasius, serta memperluas wilayah apostolatnya ke seluruh dunia. Banyak imam Yesuit dikirimnya ke luar negeri seperti ke Polandia, Mexico, Peru dan Brasilia. Jumlah kolese diperbanyak untuk mendidik kader-kader yang dapat melanjutkan karya Gereja.  Ketika ia berusia 61 tahun, ia mendapat tugas dari Paus Pius V untuk mempersatukan para raja Kristen guna menghadapi ancaman bangsa Turki atas wilayah-wilayah Kristen. Bersama dengan Paus Pius V dan Santo Karolus Borromeus, ia juga bekerja keras mereformasi Gereja Katolik.
Fransiskus Borgia tutup usia karena sakit pada tanggal 30 September 1572. Jenazahnya dimakamkan di Madrid, Spanyol. Pada 23 November 1624 ia dibeatifikasi oleh Paus Gregorius XV dan pada 20 Juni 1670 ia dikanonisasi oleh Paus Klemens X.
 Sumber : Katakombe.Org

Lamunan Peringatan Wajib

Santo Hieronimus, Imam dan Pujangga Gereja
Senin, 30 September 2019

Lukas 9:46-50

9:46 Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka.
9:47 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya,
9:48 dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar."
9:49 Yohanes berkata: "Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita."
9:50 Yesus berkata kepadanya: "Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu."

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, sudah wajar kalau dalam hidup bersama ada status-status sesuai dengan fungsinya. Apalagi dalam hidup bernegara dan bermasyarakat, orang dapat menyaksikan adanya jabatan-jabatan dalam jenjang-jenjang struktural.
  • Tampaknya, wajar pula kalau ada sosok-sosok potensial yang ingin menduduki jabatan-jabatan tertentu. Untuk jabatan-jabatan tinggi kenegaraan orang dapat mengalaminya dalam pemilihan umum.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul akrab dengan kedalaman batin, sekalipun wajar muncul banyak orang menginginkan kedudukan tinggi dalam kehidupan bersama, kalau masing-masing dikuasai oleh nafsu berkuasa itu justru berada di luar kewajaran karena dapat muncul permusuhan yang justru merusak kebersamaan. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang menyadari bahwa kedudukan dalam hidup bersama adalah kesempatan khusus untuk ambilbagian membangun dan mengembangkan hidup bersama.
Ah, bagaimanapun juga dengan kedudukannya orang mendapatkan kekuasaan.

Santa Theodota

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 4047 Diterbitkan: 28 Juli 2014 Diperbaharui: 22 September 2016
ilustrasi dari koleksi Blog Domus

  • Perayaan
    29 September
  •  
  • Lahir
    Hidup pada abad ke-4
  •  
  • Kota asal
    Philippopolis - Thrace (sekarang Plovdiv – Bulgaria)
  •  
  • Wafat
    Martir - di sekitar tahun 318.
    Dihukum cambuk, dicabut giginya satu demi satu, tubuhnya dicabik-cabik dengan sisir besi dan lukanya di siram dengan cuka dan garam, lalu akhirnya dirajam sampai mati
  •  
  • Kanonisasi
    Pre-Congregation Sumber : Katakombe.Org

Menjelang akhir masa pemerintahan Kaisar Licinius, di sekitar bulan September tahun 318, terjadi penganiayaan pada orang Kristen di kota Philippopolis di Thrace (sekarang kota ini disebut Plovdiv – kota terbesar kedua di Bulgaria). Penganiayaan ini bermula ketika Prefek (walikota) Philippopolis yang bernama Agripa memerintahkan agar seluruh kota harus mempersembahkan korban bagi Dewa Apollo. Perintah ini tentu saja tidak dapat dilaksanakan oleh para pengikut Yesus.
Santa Theodota adalah seorang bekas pelacur yang telah bertobat dan telah dibabtis menjadi seorang kristen. Ia dengan berani menolak untuk bergabung dengan orang-orang yang hendak mempersembahkan korban bagi dewa kafir tersebut.  Orang-orang yang mengenal masa lalunya mengejek dan menertawakannya. Kepada mereka Theodata berkata bahwa dia memang telah berdosa dengan begitu menjijikan, tapi ia kini ia telah bertobat. Ia tidak mau menambah lagi dosa-dosanya dan menajiskan dirinya dengan memberikan persembahan bagi dewa Apollo. Melihat keberaniannya; sebanyak tujuh ratus lima puluh orang, termasuk diantaranya beberapa anggota tentara Romawi, ikut menolak memberi persembahan bagi dewa Apollo dan mengakui diri mereka sebagai orang Kristen.
Banyak dari mereka yang kemudian ditangkap dan dibunuh. Theodota juga ikut ditangkap dan  dilemparkan ke dalam penjara. Dalam penjara bawah tanah yang pengap tersebut, Theodata terus menerus berdoa sepanjang waktu. Dalam doa-doanya ia kerap menangis; bukan karena takut akan hukuman mati yang menantinya, tapi karena merasa dirinya tidak layak untuk ikut menderita seperti Kristus.
Saat dibawa ke pengadilan Theodota menangis dengan suara keras, dan berdoa dengan sungguh-sungguh memohon agar Kristus bersedia mengampuni dosa-dosa masa lalunya, dan memohon kekuatan untuk ia dapat menanggung semua siksaan kejam yang akan ia terima.  Dalam jawabannya kepada hakim dia mengaku bahwa dia pernah menjadi seorang pelacur, tapi ia kini telah menjadi seorang Kristen, dan meskipun merasa dirinya tidak layak, namun ia akan tetap setia pada imannya.
Jawabannya membuat Hakim dan Prefek Agripa marah. Mereka memerintahkan agar Theodota dihukum cambuk.  Para prajurit kafir yang berdiri di dekatnya, menasihatinya agar ia membebaskan diri dari hukuman ini dengan berpura-pura menyangkal iman Kristianinya dan mempersembahkan korban kepada Dewa Apolo. Tapi Theodota tetap teguh pada imannya. Ia malah berkata dengan lantang :   "Saya tidak akan pernah meninggalkan Allah yang benar, dan tidak pernah mempersembahkan korban kepada patung yang tak bernyawa."  
Theodota lalu dicambuki dan terus dicambuki sampai ia tidak sadarkan diri. Setelah itu ia diikat pada sebuah tiang lalu tubuhnya dicabik-cabik dan dirobek sedikit demi sedikit dengan sisir besi. Dalam siksaan yang mengerikan ini, Theodatta dengan sungguh-sungguh berdoa kepada Kristus, dan berkata : "Aku memuja-Mu, ya Kristus, dan terima kasih, karena Engkau telah membuatku layak untuk menderita demi nama-MU."
Keteguhan Theodota membuat Agripa bertambah murka.  Ia meminta algojo untuk terus merobek tubuhnya dengan sisir besi, sedikit demi sedikit; dan menuangkan cuka dan garam ke luka-lukanya. Sungguh mengerikan siksaan ini, namun Theodota tetap kokoh dengan imannya.  Kepada Agripa ia berkata :
“Saya tidak takut sedikitpun pada siksaan yang anda berikan. Saya memohon agar anda terus meningkatkan siksaan ini. Supaya saya bisa memperoleh pengampunan atas semua dosa masa lalu dan memperoleh mahkota yang lebih mulia."
Dan siksaan terus berlanjut.  Agripa memerintahkan untuk mencabut gigi Theodota satu demi satu agar ia mengalami penderitaan yang hebat dan berkepanjangan.
Hakim kemudian memerintahkan  agar ia dirajam sampai mati.  Theodota lalu diseret keluar kota dan dilempari dengan batu sampai ia mati. Saat meregang nyawa, Theodota berdoa:
"Ya Kristus, sebagaimana Engkau telah menunjukkan kemurahan hati-MU kepada Rahab, perempuan sundal itu; dan menerima penyamun yang bertobat di sisi salib-MU; kini janganlah Engkau memalingkan belas-Kasih-MU dariku”
Santa Theodota menerima mahkota kemartirannya sekitar tahun 318 di Philippopolis – Thrace.

Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja

 Sumber : Katakombe.Org

Saturday, September 28, 2019

Rm. Harto Mulai


Kalau Rm. Tri Hartono dalam memimpin Misa Komunitas Rama Domus Pacis Puren adalah atas permintaan sendiri. Ini terjadi pada Rabu 28 Agustus 2019. Sehari sebelumnya beliau meminta kepada Rm. Bambang untuk memimpin misa pada hari Rabu. Pada hari itu Rm. Tri Hartono memang secara khusus mau memperingati pesta pelindungnya, yaitu Santo Agustinus. Tetapi sejak itu pada setiap hari Rabu beliau memimpin Misa Komunitas. Tentu saja untuk Rm. Tri Hartono soundsystem Kapel St. Barnabas, yang ada dalam gedung induk Domus, harus dihidupkan. Maklumlah, volume suara Rm. Tri Hartono amat lemah sehingga tanpa pengeras suara sulit terdengar oleh orang lain.

Dalam hal bersuara Rm. Harto juga mengalami penderitaan yang sama dengan Rm. Tri Hartono. Memang, kadang-kadang Rm. Harto dapat bersuara agak keras. Tetapi suara juga dapat hilang sama sekali sehingga tak dapat berbicara. Karena Rm. Tri Hartono sudah mendapat giliran memimpin misa, Rm. Bambang juga menawari Rm. Harto. Tetapi jawabannya adalah "Mangke pripun yen macet" (Nanti bagaimana kalau suara saya macet). Sebenarnya Rm. Bambang memang tidak akan mendesak. Tetapi ketika makan pagi Kamis 26 September 2019 Rm. Bambang berkata kepada Rm. Harto "Rama, mangke sonten mimpin misa nggih. Kula dhampingi. Yen macet kula sing muni neruske" (Rama, nanti sore memimpin misa, ya. Saya akan mendampingi. Kalau macet saya yang akan bersuara untuk meneruskan). Maka pada Kamis 26 September 2019 sore Rm. Bambang menyiapkan buku-buku di altar dan menghidupkan soundsystem. Tujuh menit sebelum misa mulai Rm. Harto masuk dan dengan kursi rodanya didudukkan pada posisi pemimpin misa. Rm. Bambang dengan kursi rodanya berada di kanannya. Pada tanda salib pembuka sampai "Saya mengaku" artikulasi Rm. Harto amat tidak jelas. Tetapi mulai "Tuhan kasihanilah kami" mulai jelas. Rm. Bambang melayani bagian-bagian yang harus dibaca. Ketika akan Injil terjadi kemacetan suara dan Rm. Bambang langsung membaca Injil. Tetapi mulai homili sampai berkat penutup sungguh jelas. Pada awal-awal tremor dari tangannya bergetar hebat. Tapi lama-lama menghilang. Ketika berada di kamar makan Rm. Bambang berseru kepada Rm. Yadi "Rama Yadi, pripun wau Rama Harto" (Rama Yadi, bagaimana tadi Rama Harto) yang mendapat jawaban dari Rm. Yadi "Cethaaa" (Jelaaas). Dan Rm. Bambang meneruskan "Yen ngaten pendhak Kemis sing mimpin Rama Harto" (Kalau begitu setiap Kamis Rm. Harto memimpin misa).

Lamunan Pekan Biasa XXVI

Minggu, 29 September 2019

Lukas 16:19-31

16:19. "Ada seorang kaya yang selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan.
16:20 Dan ada seorang pengemis bernama Lazarus, badannya penuh dengan borok, berbaring dekat pintu rumah orang kaya itu,
16:21 dan ingin menghilangkan laparnya dengan apa yang jatuh dari meja orang kaya itu. Malahan anjing-anjing datang dan menjilat boroknya.
16:22 Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham.
16:23 Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya.
16:24 Lalu ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini.
16:25 Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita.
16:26 Selain dari pada itu di antara kami dan engkau terbentang jurang yang tak terseberangi, supaya mereka yang mau pergi dari sini kepadamu ataupun mereka yang mau datang dari situ kepada kami tidak dapat menyeberang.
16:27 Kata orang itu: Kalau demikian, aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku,
16:28 sebab masih ada lima orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini.
16:29 Tetapi kata Abraham: Ada pada mereka kesaksian Musa dan para nabi; baiklah mereka mendengarkan kesaksian itu.
16:30 Jawab orang itu: Tidak, bapa Abraham, tetapi jika ada seorang yang datang dari antara orang mati kepada mereka, mereka akan bertobat.
16:31 Kata Abraham kepadanya: Jika mereka tidak mendengarkan kesaksian Musa dan para nabi, mereka tidak juga akan mau diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati."

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, menjadi kaya bukanlah sebuah kesalahan. Pada umumnya setiap orang ingin hidup kaya.
  • Tampaknya, dengan menjadi kaya orang akan memiliki banyak harta sehingga hidup harian tidak menjadi hal berat. Dia dapat meraih apapun yang diinginkan dalam hidup sehari-hari.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun memiliki kekayaan berlimpah sehingga dalam keseharian tampil glamor dan dapat selalu menikmati makanan enak, kalau tak memiliki kepekaan dan kepedulian pada yang menderita di hadapannya, kekayaan dapat jadi jalan tol kefrustrasian. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan menyadari bahwa kehidupan ini merupakan perjalanan di dunia fana yang menuju dunia keabadian.
Ah,yang namanya hidup ya yang sebelum kematian.

Santo Chi Zhuse

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 5223 Diterbitkan: 21 Juli 2015 Diperbaharui: 09 April 2019
ilustrasi dari koleksi Blog Domus

  • Perayaan
    20 Juli dan 28 September (pesta Para Martir China)
  •  
  • Lahir
    Sekitar tahun 1882
  •  
  • Kota asal
    Dezhaoin, Shenzhou, Hebei, China
  •  
  • Wafat
    Martir - Tubuhnya dicincang sampai hancur antara bulan Juni - Juli 1900 di Zhuketian, Dechao, Shenzhou, Hebei, China
  •  
  • Venerasi
    22 Februari 1955 oleh Paus Pius XII (Decree of martyrdom)
  •  
  • Beatifikasi
    17 April 1955 oleh Paus Pius XII
  •  
  • Kanonisasi
    1 Oktober 2000 oleh Santo Paus Yohanes Paulus II Sumber : Katakombe.Org

Lahir pada sekitar tahun 1882 di Dezhaoin, Shenzhou, Hebei, China; Chi Zhuse menerima Yesus sebagai Juru Selamatnya oleh pewartaan para misionaris Dominikan di Vikariat Apostolik Zhili Tenggara, Cina.

Pada tahun 1900, saat ia masih berusia 18 tahun, Chi Zhuse ikut kelas katekisasi agar bisa dibabtis menjadi anggota Gereja. Di tahun itu juga, meletus gerakan pemberontakan anti Barat atau “Pemberontakan Boxer” di China.

Pemberontakan Boxer dipicu oleh kebencian masyarakat China saat itu kepada para orang asing, akibat perubahan politik dan sosial pasca Perang Candu dan perjanjian-perjanjian tidak adil yang merugikan bangsa China dan menguntungkan bangsa barat. Para pemberontak diam-diam didukung oleh pejabat tinggi kekaisaran dan ibu suri Kwang-hsue. Pemberontakan berdarah ini menyebabkan terbunuhnya begitu banyak orang asing khususnya para Missionaris dan umat Kristen pribumi China.

Motif yang melatari pembunuhan para missionaris dan umat Kristen pribumi china adalah motif keagamaan. Dokumen sejarah yang bisa dipercaya menunjukkan bukti adanya kebencian terhadap umat Kristen. Sebuah dekrit dikeluarkan pada tanggal 1 Juli 1900 yang menyatakan bahwa era hubungan baik dengan para misionaris Eropa dan umat kristen telah berakhir: bahwa para misionaris harus dipulangkan saat itu juga dan umat Katolik dipaksa untuk ingkar, atau akan dibunuh. Para Martir yang tewas pada masa ini terdiri dari: lima orang uskup, 28 imam praja dan biarawan, dua bruder, sembilan suster, dan 30.000 umat awam.

Karena imannya, Santo Chi Zushe ditangkap oleh para pemberontak Boxer. Ia diseret ke alun-alun kota, dianiaya dan dicincang sampai mati.
 Sumber : Katakombe.Org

Friday, September 27, 2019

Minggu Biasa XXVI/C tgl. 29 Sept. 2019 (Luk 16:19-31)

diambil dari https://unio-indonesia.org/2019/09/24; ilustrasi dari koleksi Blog Domus


ORANG KAYA DAN LAZARUS
Rekan-rekan yang budiman!
Ada baiknya perumpamaan orang kaya dan Lazarus (Luk 16:19-31) dipahami dalam konteks kehidupan Gereja Awal. Kini cukup diketahui bahwa generasi kedua para pengikut Yesus kebanyakan berasal dari kalangan menengah seperti para pengusaha, pedagang, sarjana, tabib, guru, seniman yang bekerja pada keluarga-keluarga bangsawan atau penguasa militer di kota-kota di wilayah kekuasaan Romawi. Perkembangan umat memang pertama-tama meluas ke lapis atas dalam masyarakat. Dari sana baru kemudian ke lapis-lapis lain di masyarakat luas.
Di kalangan itu tumbuh kesadaran bahwa warta mengenai Kerajaan Allah tidak hanya menjawab keinginan untuk selamat kelak di akhirat, tetapi juga menjadi dorongan untuk memperhatikan orang-orang yang tidak seberuntung mereka, yakni kaum miskin yang hidup di luar kalangan mereka. Karena itu komunitas kristiani awal juga meluas ke lapis bawah. Keadaan ini tercermin dalam gambar ideal mengenai jemaat pertama dalam Kis 2:44-45 dan 4:34-35. Disebutkan bahwa ada yang menjual kepunyaan mereka lalu mengumpulkan uangnya dan menyerahkan kepada para rasul untuk dibagi-bagikan kepada orang miskin menurut kebutuhan mereka. Bukan agar sama rata sama miskin, melainkan untuk memungkinkan yang kurang berkesempatan untuk ikut menikmati keberuntungan. Bagi mereka ini cara untuk memelihara integritas – kesungguh-sungguhan dan kejujuran – dalam hidup umat. Ada gambaran yang tajam mengenai mereka yang menyalahgunakan kegiatan ini. Diceritakan dalam Kis 5:1-11 bahwa Ananias dan istrinya, Safira, terkutuk mati karena menahan sebagian hasil penjualan tanah mereka dan tidak membagikan kepada orang miskin. Perumpamaan mengenai orang kaya dan Lazarus dalam Luk 16:19-31 ditampilkan dengan latar kesadaran seperti ini.

Hubungan antar anggota semakin didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang tidak lagi mengikuti batas-batas kelompok sosial, bahkan mengatasi perasaan permusuhan turun-temurun. Perumpamaan orang Samaria yang baik hati mencerminkan kesadaran ini. Juga persyaratan radikal menjadi murid Yesus – meninggalkan orang tua, sanak saudara, milik dan warisan (bdk. Luk 14:25-33). Juga baru bisa dipahami bila gagasan itu dipandang dalam hubungan dengan kesadaran baru yang lebih kuat daripada ikatan-ikatan keluarga. Mereka juga mengikuti sikap Yesus dalam menaruh kemanusiaan di atas aturan-aturan kehidupan beragama seperti penyucian hari Sabat (bdk. 14:1-6), kecenderungan menjauhi pemungut cukai dan para pendosa (bdk. Luk 15:1-3). Bagi umat Gereja Awal, kehidupan ini rasanya belum utuh bila ada satu saja nilai kemanusiaan yang tidak diterima (bdk. tiga perumpamaan mengenai sesuatu yang hilang yang ditemukan kembali Luk 15:4-32).

ENGGAN BERBAGI KEUNTUNGAN?
Dalam perumpamaan ini orang kaya ditampilkan sebagai orang yang hidup tak kurang suatu apa. Di mata orang banyak ia dilimpahi berkat Allah. Lazarus kebalikannya. Ia duduk meminta-minta di gerbang rumah orang kaya itu. Lazarus seolah-olah sudah kehilangan martabat sebagai manusia. Ia akan merasa beruntung bila mendapat sisa-sisa makanan. Ia tidak termasuk kelompok orang yang beruntung menikmati kebahagiaan seperti orang kaya dan rekan-rekannya

Seperti disebut di muka, dalam Gereja Awal makin tumbuh kesadaran bahwa mereka yang mengalami keberuntungan wajib memperhatikan mereka yang berkekurangan. Akan celaka bila tidak mengindahkan kewajiban ini. Diceritakan, baik Lazarus maupun orang kaya itu meninggal dan keadaan mereka selanjutnya berbeda. Lazarus terbebas dari penderitaan dan memperoleh kebahagiaan bersama dengan nenek moyangnya. Orang kaya itu sebaliknya tersiksa di dunia orang mati. Dari sana ia berseru meminta Abraham agar menyuruh Lazarus memberinya setetes air saja yang dari ujung jarinya untuk mengurangi dahaganya.

Semasa hidupnya si kaya itu tidak punya perhatian samasekali kepada Lazarus. Kini ia meminta Abraham agar menyuruh Lazarus menolong dia. Baginya Lazarus hanya pantas jadi pesuruh. Ia bahkan tidak mau kenal padanya walau tahu siapa namanya. Meski nasibnya terbalik, si orang kaya itu tetap mau meninggikan diri. Tapi kenyataan di akhirat itu lain. Kini ia harus mendongak melihat Lazarus yang berada di atas, bersama Abraham – nama yang artinya “Bapa (= “ab”) Yang Luhur (“ram”, juga dieja sebagai “raham”, jangan dikacaukan dengan akar kata “rakham”, berbelaskasih).

SIAPA ORANG KAYA ITU?
Ketika masih hidup dan berkedudukan tinggi, orang kaya itu tak butuh apa-apa. Ia tak peduli ada orang yang kelaparan dan sakit di dekat pintu gerbang rumahnya. Sebetulnya ia bisa berbuat baik kepada Lazarus. Sedikit kebaikan saja takkan mengurangi miliknya. Malah ia akan beruntung karena kebaikannya nanti akan diingat di akhirat. Boleh jadi ia juga tak percaya ada kelanjutan hidup di akhirat. Ia baru merasakan kebenaran setelah betul-betul mati. Meskipun demikian, seperti dikatakan dalam ayat 27 ia masih berani sekali lagi meminta kepada Abraham agar mengirim Lazarus memperingatkan kelima saudaranya supaya mereka tidak bernasib sama dengannya. Apakah permintaan ini menunjukkan ia masih memiliki rasa kemanusiaan, paling tidak bagi saudara-saudaranya? Tidak! Bukan kemanusiaan yang tulus. Ia hanya mau memperbudak Lazarus lewat Abraham. Juga kelima saudaranya hanya dipakai sebagai alasan agar Lazarus masih menjalankan apa yang diinginkannya. Di akhirat pun ia tidak memiliki kepekaan terhadap Lazarus, juga terhadap dirinya sendiri.

Kata Abraham, kelima saudara itu mestinya dapat menemukan bimbingan dari Musa dan para nabi, maksudnya dari wahyu ilahi dalam Kitab Suci. Tetapi orang kaya tadi ngotot. Saudara-saudaranya, katanya, takkan diyakinkan dengan cara ini. Mereka baru akan percaya bila didatangi dan diperingatkan orang yang kembali dari dunia orang mati. Jelas ia mau memaksakan agendanya sendiri kepada Abraham dan kepada Lazarus. Ia tidak percaya pada Kitab Suci dan wahyu ilahi. Lebih buruk lagi, ia beranggapan saudara-saudaranya juga tak percaya seperti dia. Ia tidak memberi peluang bagi perubahan yang bisa terjadi pada orang-orang seperti dia. Sampai mati pun si orang kaya itu tidak peka akan keadaannya sendiri.

MOTIF “LAZARUS” DALAM INJIL YOHANES
Dalam Injil Lukas, Lazarus hanya sekadar tokoh dalam perumpamaan. Tetapi dalam Injil Yohanes, Lazarus ialah tokoh dalam kehidupan. Tak ada hubungan antara kedua tokoh tadi. Namun masing-masing berpautan dengan motif kembalinya orang yang bernama “Lazarus” ke dunia orang hidup untuk membuat orang-orang menjadi percaya. Seperti diberitakan dalam Yoh 12:46 dst. beberapa orang yang melihat kejadian pembangkitan Lazarus datang melapor ke pada orang Farisi dan imam-imam kepala. Mereka kemudian membicarakannya dalam sidang Mahkamah Agama. Mereka bersepakat untuk tidak membiarkan orang banyak makin percaya kepada Yesus (Yoh 12:48). Dalam perhitungan mereka, penguasa Romawi akan menafsirkan bertambahnya pengikut Yesus ini sebagai awal pemberontakan orang Yahudi dan khawatir nanti tentara Romawi akan menumpas dan merampas tempat suci mereka. Meskipun pembangkitan Lazarus menjadi tanda besar kehadiran ilahi, orang-orang Farisi dan imam-imam kepala akhirnya tak mau mempercayainya karena mereka tak dapat membacanya sebagai tanda yang dipakai Yang Mahakuasa berkomunikasi dengan manusia. Ironis, mereka yang sebetulnya dekat dengan Kitab Suci itu ternyata tidak memiliki kepekaan. Kembalinya Lazarus ke dunia orang hidup tidak membuat mereka sadar. Demikian pula kata-kata Abraham kepada orang kaya dalam Luk 16:31, jika orang tidak dapat diyakinkan oleh Musa dan para nabi, maksudnya oleh wahyu ilahi dalam Kitab Suci, mustahil ia bisa diyakinkan oleh orang mati yang hidup kembali.

PEKA ISYARAT TUHAN, PEKA KEMANUSIAAN
Perumpamaan ini diceritakan kepada para murid agar disampaikan kepada orang banyak. Apa yang tak beres dalam kehidupan orang kaya tadi? Ia tidak mampu lagi berkomunikasi dengan orang yang membutuhkan pertolongan. Kenapa? Ia tidak membiarkan dirinya sendiri atau orang lain seperti dia belajar mendengarkan Tuhan. Ketumpulan batin orang kaya tadi telah mengikis nurani kemanusiaannya sendiri. Ia tidak bisa merasakan belas kasihan terhadap Lazarus yang tiap hari dilihatnya duduk di dekat pintu gerbang rumahnya. Ketumpulan batin itu akhirnya mengurungnya di neraka.

Bagaimana mewartakan perumpamaan ini? Bukan dengan tujuan agar orang kaya cepat-cepat sadar dan mulai berbagi harta dengan kaum miskin, bukan pula sebagai hiburan bagi para Lazarus yang hidup di kolong jalan layang di Jakarta atau orang yang keleleran di emperan ruko di malam hari. Perumpamaan ini disampaikan dengan maksud agar para murid tidak meninggalkan baik si kaya maupun Lazarus. Tugas para murid ialah mengurangi jarak antara Lazarus dan kebaikan nyata Tuhan di dunia dan jarak antara si kaya dengan kebahagiaan yang tak diperolehnya di akhirat.

Bila terjadi, maka si kaya akan menemukan jalan bagaimana berbagi keberuntungan dengan mereka yang berkekurangan dengan cara yang paling cocok. Dan bagi orang-orang seperti Lazarus, perasaan Tuhan berada jauh tidak akan membuatnya putus asa. Namun lebih-lebih bagi kita, perumpamaan itu mengungkapkan sosok Tuhan yang tidak meninggalkan orang yang sudah tanpa harapan lagi baik di dunia maupun di akhirat. Dan kita dihimbau untuk berani memperkenalkan wajah Tuhan yang seperti itu.
Salam hangat,
A. Gianto

Lamunan Pekan Biasa XXV

Sabtu, 28 September 2019

Lukas 9:43b-45

9:43b. Ketika semua orang itu masih heran karena segala yang diperbuat-Nya itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:
9:44 "Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia."
9:45 Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya.

Butir-butir Permenungan
  • Katanya, seseorang yang menjadi pejuang kebaikan umum akan selalu mengupayakan kesejahteraan bagi siapapun tanpa pandang bulu. Dia adalah sosok yang hidupnya dapat menjadi panutan orang lain.
  • Katanya, terhadap sosok seperti itu kebanyakan orang dapat mengandalkannya. Pada umumnya orang akan mamasrahkan nasib hidupnya kepada sosok itu.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun hidup demi kebaikan umum dan amat banyak orang menggantungkan nasib kepadanya, sosok yang menjadi pejuang damai sejahtera umum akan mengalami tantangan dan perlawanan dari golongan-golongan yang gelap nurani. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang yang berjuang demi kebaikan umum akan selalu ikhlas siap siaga mengalami derita karena perlakuan kaum tuli suara hati.
Ah, asal hidup demi kebaikan umum orang tak akan ada yang berani bertentangan.

Thursday, September 26, 2019

Beata Delphina

diambil dari katakombe.org/para-kudus  Hits: 3148 Diterbitkan: 27 September 2017 Diperbaharui: 27 September 2017
ilustrasi dari koleksi Blog Domus

  • Perayaan
    27 September
  •  
  • Lahir
    Tahun 1284
  •  
  • Kota asal
    Provence, Perancis
  •  
  • Wafat
    26 November 1360
    Sebab alamiah
  •  
  • Venerasi
    -
  •  
  • Beatifikasi
    Tahun 1694 oleh Paus Innocentius XII (cultus confirmation)
  •  
  • Kanonisasi
    - Sumber : Katakombe.Org

Beata Delphina (Delphine of Glandèves) adalah puteri tunggal Pangeran William dari Glandeves di Perancis Selatan. Dia kehilangan kedua orang tuanya ketika baru berumur 7 tahun. Anak yatim piatu kecil ini kemudian dibesarkan dalam sebuah biara Susteran Fransiskan.
Delphina telah mengucapkan kaul kemurnian dan mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, ketika Raja Charles II memilihnya menjadi pasangan hidup Pangeran Elzearius dari Sabran. Dalam kebingungan ia mencari perlindungan pada Bunda Maria, tempat dia telah mempercayakan diri sepenuhnya. Bunda kita pun kemudian menampakkan diri dan menenangkannya dari ketakutan. Delphina lalu menyetujui perkawinan itu yang kemudian dirayakan dengan kemeriahan besar di hadapan sang raja dan Uskup Agung dari Aix. Kemurnian dan ketulusan suci dari sang isteri itu memenuhi Elzearius dengan cinta yang sedemikian besar sehingga dia membuat nazar untuk berlaku sebagai pelindung keperawanannya dan sepanjang hidupnya kaul ini dipenuhinya dengan setia. Pasangan suami isteri ini hidup kudus laksana sepasang malaikat; yang satu mendorong yang lain untuk semakin hidup dalam cinta mereka kepada Tuhan. Bersama-sama mereka menjadi anggota Ordo Ketiga Fransiskan.
Seperti suaminya, Delphina juga sangat peduli kepada para orang miskin dan memperlakukan mereka dengan penuh hormat. Para pelayannya, yang harus dia pertahankan karena status bangsawannya, diajarinya dalam kesalehan dan takut pada Allah. Ia memperhatikan dan mengasihi mereka seolah-olah mereka adalah anak-anaknya sendiri. Mereka pun lalu mencintai dan menghormati puteri Delphina bagaikan seorang ibu, kendati ia masih sangat muda.
Ketika mendengar kabar kematian suaminya di Paris, Delphina pun menangisinya dengan getir. Kendati demikian dalam kepasrahan ia pun berdoa : “ Ya Tuhanku dan Allahku, kehendak suci-Mulah yang hendaknya terjadi!” Didorong oleh roh Tuhan untuk bergerak ke kesempurnaan yang semakin agung, dengan segera dia melepaskan semua harta benda duniawinya dan menambahkan pada kaul keperawanannya sebuah kaul kemiskinan yang suci.
Kemasyhuran hidup suci dari Delphina mendorong Ratu Eleonora dari Sisilia mengangkatnya menjadi kepala urusan rumah tangga di istananya. Delphina segera mengubah istana itu dan menjadikannya bagaikan sebuah tempat peziarahan suci.
Beata Delphina tutup usia pada tahun 1358 dalam usia 74 tahun. Ia dimakamkan di samping makam suaminya di kota di Perancis Selatan.  Pada tahun 1694 ia dibeatifikasi oleh paus Innocentius XII.
 Sumber : Katakombe.Org

Lamunan Peringatan Wajib

Santo Vinsensius a Paulo, Imam
Jumat, 27 September 2019

Lukas 9:18-22

9:18. Pada suatu kali ketika Yesus berdoa seorang diri, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka: "Kata orang banyak, siapakah Aku ini?"
9:19 Jawab mereka: "Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit."
9:20 Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab Petrus: "Mesias dari Allah."
9:21 Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapapun.
9:22 Dan Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga."

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, ada yang berpikiran bahwa untuk memiliki integritas orang harus yakin dengan dirinya. Kepercayaan diri amat penting untuk menjadi pribadi yang mantap.
  • Tampaknya, ada yang berpikiran bahwa sebagai pribadi integral orang harus punya prinsip kuat. Dia tak boleh terlalu memikirkan komentar-komentar omongan orang lain terhadap dirinya.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun memiliki prinsip kuat dan pribadi integral, untuk maju dan berkembang dalam langkah hidup orang harus selalu peka terhadap penilaian-penilaian orang lain terhadap dirinya. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati keagungan seseorang selalu juga dilandasi oleh sikap yang mau selalu introspeksi diri.
Ah, kalau komtentar-komentar orang diperhatikan, itu mengganggu saja untuk maju dan berkembang.

Wednesday, September 25, 2019

Santo Paus Paulus VI

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 5826 Diterbitkan: 20 Oktober 2014 Diperbaharui: 14 Oktober 2018
ilustrasi dari koleksi Blog Domus

  • Perayaan
    26 September
  •  
  • Lahir
    26 September 1897
  •  
  • Kota asal
    Concesio, Provinsi Brescia Italia
  •  
  • Wafat
    Tanggal 6 Agustus 1978, diistana musim panas Kepausan Castel Gandolfo - Sebab alamiah
  •  
  • Venerasi
    20 Desember 2012 oleh Paus Benediktus XVI (decree of heroic virtue)
  •  
  • Beatifikasi
    19 Oktober 2014 oleh Paus Fransiskus Sumber : Katakombe.Org

Santo Paus Paulus VI adalah paus kita yang ke-262 menggantikan Santo Paus Yohannes XXIII yang wafat pada tanggal 3 juni 1963. Masa Pontifikatnya berlangsung sejak tanggal 21 Juni 1963 hingga kematiannya pada tanggal 6 Agustus 1978.

Awal Kehidupan

Lahir di Concesio, Provinsi Brescia Italia, pada tanggal 26 September 1897 dan dibabtis pada tanggal 30 September 1897 dengan nama Giovanni Battista Enrico Antonio Maria Montini. Ayahnya yang bernama Giorgio Montini adalah seorang pengacara, wartawan, direktur Aksi Katolik dan anggota Parlemen Italia. Ibunya bernama Giudetta Alghisidan. Ia memiliki dua orang saudara, yaitu Francesco Montini, yang menjadi dokter, dan Lodovico Montini, yang menjadi pengacara dan politikus.

Menjadi imam dan bekerja di Sekretariat Negara Vatican

Giovanni Battista menjalani pendidikan Cesare ARICI, sebuah sekolah yang dikelola oleh para Yesuit, namun pada tahun 1916, ia menerima ijazah dari Arnaldo da Brescia, sekolah umum di Brescia. Pendidikannya sering terganggu karena fisiknya yang lemah dan sering sakit-sakitan.
Pada tahun 1916, ia masuk seminari dan Ia ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 29 Mei 1920 di Brescia. Misa pertamanya dirayakan di Basilika Santa Maria delle Grazie di Brescia.
Pater Montini kemudian melanjutkan studinya di kota Milan dan meraih gelar doktor Hukum Kanonik. Setelah itu ia belajar di Universitas Gregoriana, Universitas Roma La Sapienza, dan atas permintaan Pater Giuseppe Pizzardo (mentornya yang kelak diangkat menjadi seorang Kardinal) ia juga melanjutkan pendidikannya di Accademia dei Nobili Ecclesiastici (atau The Pontifical Ecclesiastical Academy, sebuah sekolah akademi yang didedikasikan untuk melatih para imam untuk melayani di korps diplomatik dan Sekretariat Negara Vatican.)
Pada usia dua puluh lima tahun, sekali lagi atas permintaan Giuseppe Pizzardo, Montini bekerja di Sekretariat Negara Vatican pada 1922, di mana ia bekerja membantu Mgr. Pizzardo bersama dengan Mgr. Francesco Borgongini-Duca, Mgr. Alfredo Ottaviani, Mgr. Carlo Grano, Mgr. Domenico Tardini (Tokoh-tokoh ini adalah para pembantu Paus yang sangat berpengaruh pada masa itu, kelak mereka semua diangkat menjadi Kardinal) dan Mgr. Francis Spellman (Uskup agung New York yang diangkat menjadi Kardinal pada tahun 1946).
Tahun 1923 Pater Montini ditugaskan untuk menjadi duta besar Vatican bagi Polandia. Namun tidak lama kemudian ia dipanggil pulang ke Vatican dan kembali bekerja di Sekretariat Negara.

Menjadi Uskup Agung Milan

Setelah kematian Uskup Agung Milan, Kardinal Alfredo Ildefonso Schuster, OSB pada tahun 1954, Montini terpilih menggantikannya. Paus Pius XII mengatakan bahwa Uskup Agung Giovanni Battista Montini adalah "Hadiah pribadinya pada Milan". Mgr. Montini ditahbiskan sebagai Uskup Agung Milan di Basilika Santo Petrus oleh Kardinal Eugène Tisserant bukan oleh Paus Pius XII yang saat itu tengah sakit keras dan terpaksa tinggal di tempat tidur. Namun Paus tetap menyampaikan kotbah dalam misa pentahbisan ini dari tempat tidurnya melalui radio kepada para umat yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus pada tanggal 12 Desember 1954.
Pada tanggal 6 Januari 1955 Mgr. Montini resmi menjalankan tugasnya sebagai Uskup Agung Milan, sebuah keuskupan dengan 1.000 buah gereja, 2.500 orang imam dan 3.500.000 jiwa umat katolik. Mgr. Montini sangat menyukai tugas barunya sebagai seorang uskup agung, yang membuat ia dapat berhubungan langsung dengan berbagai kalangan umatnya di Milan.
Selama di Milan, bapa uskup Montini dikenal sebagai anggota yang sangat mendukung pembaharuan Gereja. Ia menggunakan cara-cara baru dalam pelayanan pastoralnya. Dia menggunakan kekuasaannya untuk memastikan bahwa reformasi liturgi Paus Pius XII dilaksanakan dengan baik dan menggunakan metode-metode yang inovatif untuk setiap umat di Milan.
Ia menggunakan media poster yang besar untuk mengumumkan kepada umatnya di Milan bahwa 1.000 suara akan berbicara kepada mereka. Ia lalu mengorganisir lebih dari 500 orang imam dan para uskup, para kardinal dan para ketekis awam agar dapat mengunjungi umat dan membimbing mereka. Pada masa ini telah disampaikan lebih dari 7.000 khotbah yang berlangsung tidak hanya di dalam gereja tetapi juga di pabrik-pabrik, di balai pertemuan, di rumah umat, di taman kota, di sekolah, kantor, barak militer, rumah sakit, hotel dan tempat-tempat lain, di mana terdapat orang-orang berkumpul.
Bapa uskup ingin memperkenalkan kembali iman yang sejati kepada umatnya dengan cara melayani mereka secara langsung. Ia selalu berkata : "Kalau saja kita bisa mengucapkan doa Bapa Kami dan tahu apa artinya, maka kita akan memahami iman Kristiani."
Pada bulan Oktober 1957 Paus Pius XII meminta Uskup Agung Montini datang ke Roma untuk memberikan presentasi utama dalam Kongres Kerasulan Awam Sedunia Yang Kedua. Sebelumnya saat masih bekerja di Sekretariat Negara Vatican, Uskup Montini telah bekerja keras untuk menyatukan organisasi Kerasulan Awam di seluruh dunia. Dalam kesempatan ini Uskup Montini mengekspresikan kerasulan awam dalam istilah modern: "Kerasulan berarti cinta, kita mencintai semua manusia, terutama mencintai mereka yang membutuhkan bantuan...; kita mencintai waktu kita, kita mencintai teknologi kita, seni kita, olahraga kita dan dunia kita."

Menjadi Kardinal

Meskipun beberapa kardinal tampaknya telah melihat Uskup Montini sebagai seorang "papabile" (seorang yang cocok untuk menjadi Paus), dan meskipun ia tampaknya telah dipilih oleh beberapa orang kardinal dalam konklaf yang digelar pada tahun 1958 setelah meninggalnya Paus Pius XII, namun Uskup Agung Montini bukan seorang anggota Dewan Kardinal. Dan dengan demikian ia bukanlah kandidat serius pada konklaf yang akhirnya memilih Kardinal Angelo Roncalli sebagai Paus ke-261 dengan nama Yohannes XXIII.
Pada tanggal 15 Desember 1958 Paus baru mengangkat Uskup Agung Montini sebagai seorang Kardinal.
Sebagai seorang Kardinal, Montini banyak ditugaskan mewakili paus dalam kunjungan kenegaraan. Ia mengunjungi Afrika (1962), di mana ia mengunjungi Ghana, Sudan, Kenya, Kongo, Rhodesia, Afrika Selatan, dan Nigeria. Kelak, dia menjadi paus pertama yang mengunjungi Afrika. Dalam lima belas perjalanan lain ia mengunjungi Brasil (1960) dan Amerika Serikat (1960), termasuk New York City, Washington DC, Chicago, University of Notre Dame di Indiana, Boston, Philadelphia, dan Baltimore. Saat menjadi Kardinal, Mgr. Montini biasanya menghabiskan masa liburannya dalam sebuah biara Benediktin yang tertutup dan tenang di Abbey Engelberg di Swiss.

Menjadi Paus.

Kardinal Montini secara umum sudah dipandang sebagai seorang "Papabile" karena kedekatannya dengan Paus Pius XII dan Paus Yohannes XXIII, latar belakang pastoralnya, wawasan dan tekadnya serta pengalamannya dalam bekerja bersama para Curia Romano karena ia pernah bekerja disitu selama hampir satu generasi.
Tidak seperti dua orang papabile lainnya yaitu kardinal Giacomo Lercaro dari Bologna dan Kardinal Giuseppe Siri dari Genoa, Montini tidak dilihat sebagai seorang yang konservatif atau seorang reformis radikal. Ia dipandang sebagai yang seorang yang paling mampu melanjutkan Konsili Vatikan II, yang tengah berlangsung, tapi belum memperoleh hasil yang nyata. Konsili telah berlangsung lebih lama dari yang direncanakan oleh Paus Yohannes XXIII, yang dikatakan memiliki visi yang baik”, tetapi "tidak memiliki agenda yang jelas. Ketika Paus Yohannes XXIII meninggal dunia pada tanggal 3 Juni 1963, konklaf pun segera digelar ditengah konsili yang masih berlangsung.
Kardinal Montini terpilih sebagai Paus setelah melewati pemungutan suara untuk keenam kalinya dalam konklaf pada tanggal 21 Juni 1963. Ia mengambil nama "Paulus VI". Ketika Ketua Dewan Kardinal Eugene Tisserant bertanya apakah ia menerima hasil pemilihan; dengan tegas Kardinal Montini berkata : "Accepto, in nomine Domini" ("Saya menerima, dalam nama Tuhan").
Asap putih pertama naik dari cerobong Kapel Sistina pada pukul 11:22, Kardinal Alfredo Ottaviani dalam kapasitasnya sebagai Protodiakon mengumumkan kepada umat yang berjejal di Lapangan Santo Petrus sebuah pengumuman yang didasarkan pada tradisi yang telah berlangsung selama berabad-abad :
Annuntio vobis gaudium magnum : Habemus Papam!
Eminentissimum ac reverendissimum Dominum,
Dominum Giovanni Battista Enrico Antonio Maria,
Sanctæ Romanæ Ecclesiæ Cardinalem Montini,
Qui sibi nomen imposuit Paolo VI.
Kami umumkan kepada anda sebuah berita gembira : Kita memiliki Paus baru!
Yaitu yang mulia dan terhormat
Tuan Giovanni Battista Enrico Antonio Maria
Kardinal Gereja Katolik Roma Montini
Yang menamai dirinya sebagai Paulus VI

Paus Paulus VI kemudian muncul di balkon, memberikan berkat apostoliknya dan menyampaikan Urbi et Orbi (Kotbah pertama Paus).

Reformasi Lembaga Kepausan

Paus Paulus VI menghindari segala upacara agung dan mewah dalam lembaga kepausan. Ia adalah Paus terakhir yang dimahkotai; Ia meninggalkan pemakaian Mahkota (Tiara) kepausan dalam Konsili Vatikan II, dan meletakkan mahkota tersebut sebagai simbol di atas altar Basilika Santo Petrus.
Pada tahun 1968, dengan moto “Proprio Pontificalis Domus”, ia menghapus sebagian besar acara seremonial yang mewah warisan dari jaman kekaisaran Romawi pada pengadilan kepausan. Paus yang penuh semangat pembaharuan ini juga membubarkan Guardia Palatina d'Onore (atau Palatine Guard; sebuah unit Militer Negara Vatican yang dibentuk pada tahun 1850 oleh paus Pius IX), dan Guardia Nobile (atau The Noble Guard; sebuah resimen Infateri yang bertugas mengawal Tahta Suci Vatican. Resimen ini dibentuk oleh Paus Pius VII pada tahun 1801 dan terkenal saat mengawal paus Pius VII pulang pergi dari Roma ke Paris untuk menghadiri penobatan Napoleon Bonaparte pada tanggal 2 Desember 1804) dan meninggalkan Garda Swiss sebagai satu-satunya Ordo militer di Vatikan.

Menyelesaikan Konsili Vatican II

Paulus VI memutuskan untuk melanjutkan Vatikan II walau hukum kanonik menyatakan bahwa konsili akan dihentikan pada kematian seorang paus. Ia memimpin Konsili besar ini sampai selesai pada tahun 1965.
Selama Konsili berlangsung, para Bapa Konsili selalu berusaha menghindari pernyataan yang bisa menimbulkan gesekan dengan orang-orang Kristen dari gereja lain. Kardinal Augustin Bea, Presiden dari Sekretariat Persatuan Kristen, selalu mendapat dukungan penuh dari Paulus VI dalam setiap upayanya untuk memastikan bahwa bahasa yang digunakan dalam Konsili akan ramah dan terbuka bagi Gereja Protestan dan Gereja Ortodoks, yang telah diundang untuk mengikuti semua sesi Konsili atas undangan Paus Yohanes XXIII. Kardinal Bea juga sangat terlibat dalam penyusunan Nostra Aetate, yang mengatur hubungan antara Gereja dengan iman Yahudi dan anggota agama lain.

Semangat Mempersatukan Gereja

Setelah konsili vatican II, Paus Paulus VI terus mengembangkan dialog ekumenis. “Saudara-saudara yang terpisah”, begitulah cara ia menyebut Gereja Kristen yang lain. Walau “Saudara-sadara yang terpisah” ini tidak memberikan banyak kontribusi saat sidang Konsili Vatikan II berlangsung sebagaimana yang diharapkan, namun setelah konsili selesai, banyak dari mereka mengambil inisiatif untuk menjalin kemitraan dengan Gereja Katolik dan Paus di Roma.
Dialog ekumenis, dalam pandangan Paulus VI, membutuhkan dari seorang Katolik: Seseorang seluruh alasan, kemauan dan dan kebesaran hati. Paus Paulus VI merasa terdorong oleh semangat Injil untuk menjadi “segalanya bagi semua orang” dan untuk “membantu semua orang”. Sebagai penerus Rasul Petrus, ia merasa pertanyaan Kristus kepada Petrus ini, "Apakah engkau mengasihi Aku.?” bagaikan pisau tajam yang menembus ke sumsum jiwanya. Pertanyaan ini dimaknai oleh Paulus VI sebagai cinta tanpa batas, menekankan pendekatan fundamental Gereja bagi ekumenisme.

Merangkul Gereja Ortodox

Paulus VI mengunjungi para Patriarch Ortodhox di Yerusalem dan Konstantinopel pada tahun 1964 dan 1967. Ia adalah paus pertama sejak abad kesembilan yang mengunjungi Wilayah Gereja Timur, dan menyebut Gereja-gereja Timur sebagai “Sister Churches“. Dia juga Paus pertama selama berabad-abad yang bertemu muka dengan berbagai pemimpin Gereja Ortodoks Timur. Khususnya, pertemuannya dengan Ecumenical Patriarch Athenagoras I tahun 1964 di Yerusalem, yang membawa perubahan besar dalam hubungan Gereja Barat dan Timur pasca perpecahan dalam Skisma Besar tahun 1054.
Ini adalah langkah yang signifikan menuju pemulihan persekutuan antara Roma dan Konstantinopel. Pertemuan ini melahirkan keputusan yang disebut “Deklarasi Bersama Katolik-Ortodhox” di tahun 1965, yang dibacakan pada tanggal 7 Desember 1965, pada sebuah pertemuan dalam Konsili Vatikan II di Roma dan pada sebuah upacara khusus di Konstantinopel (Istambul). Deklarasi tersebut tidak mengakhiri perpecahan, tetapi menunjukkan keinginan yang kuat untuk rekonsiliasi antara kedua gereja.
Pada bulan Mei 1973, Paus Koptik yang juga Patriark Alexandria, Shenouda III mengunjungi Vatikan, di mana ia bertemu tiga kali dengan Paus Paulus VI. Sebuah deklarasi bersama yang dikeluarkan setelah kunjungan ini menunjukkan bahwa hampir tidak ada lagi perbedaan teologis antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Katolik Koptik.

Hubungan dengan Gereja Anglikan

Paulus VI adalah Paus pertama yang menerima Uskup Agung Anglikan dari Canterbury, Michael Ramsey dalam sebuah audiensi resmi sebagai seorang Kepala Gereja, setelah kunjungan audiensi pribadi dari Uskup Agung Geoffrey Fisher kepada Paus Yohanes XXIII pada tanggal 2 Desember 1960. Ramsey bertemu Paus Paulus VI sebanyak tiga kali selama kunjungannya dan membuka sebuah Anglikan Centre di Roma untuk meningkatkan pengetahuan bersama mereka. Dia memuji Paulus VI dan kontribusinya dalam mengupayakan persatuan gereja. Paulus menjawab bahwa "Dengan memasuki rumah kami, Anda memasuki rumah Anda sendiri, kami senang untuk membuka pintu kami dan hati Anda. ".
Kedua pemimpin Gereja menandatangani deklarasi umum, yang mengakhiri perselisihan masa lalu dan menguraikan agenda bersama untuk masa depan.
Gereja Anglikan digambarkan oleh paus Paulus VI sebagai "Our beloved sister Church".

Membina hubungan dengan Gereja Protestan

Pada tahun 1965, Paulus VI memutuskan pembentukan kelompok kerja bersama dengan Dewan Gereja sedunia untuk memetakan semua kemungkinan jalan dialog dan kerjasama. Dalam tiga tahun berikutnya, delapan sesi diadakan yang mengakibatkan banyak usulan bersama. Hal ini diusulkan untuk bekerja sama di bidang keadilan sosial dan pengembangan dan Dunia Ketiga Isu-isu seperti kelaparan dan kemiskinan. Di sisi religius, disepakati untuk berbagi bersama dalam Pekan Doa untuk Persatuan Umat Kristen, yang akan diadakan setiap tahun. Kelompok kerja ini juga bekerja mempersiapkan teks yang akan digunakan oleh semua orang Kristen. Pada tanggal 19 Juli 1968, pertemuan Dewan Gereja Dunia berlangsung di Uppsala, Swedia, yang oleh Paus Paulus VI disebut tanda zaman. Dia mengirimkan berkatnya secara ekumenis: "Semoga Tuhan memberkati semua yang anda lakukan untuk Persatuan Umat Kristen"
The Lutheran adalah Gereja Protestan pertama yang menawarkan dialog dengan Gereja Katolik pada bulan September 1964 di Reykjavík, Islandia. Hal ini berlanjut dengan dibentuknya kelompok studi bersama untuk mengatasi beberapa isu.
Presiden Lutheran World Federation dan anggota Komite sentral Dewan Gereja Dunia Fredrik A. Schiotz menyatakan dalam ulang tahun 450 dari Reformasi, bahwa peringatan sebelumnya dipandang hampir sebagai sebuah kemenangan. Reformasi harus dirayakan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan, bahwa kebenarannya dan hidupnya diperpanjang. Dia menyambut pengumuman Paus Paulus VI untuk merayakan ulang tahun ke-1900 kematian Rasul Petrus dan Rasul Paulus, dan berjanji partisipasi dan bekerjasama dalam perayaan tersebut.
Paulus VI mendukung upaya harmonisasi dan kerjasama dengan Gereja Protestan pada begitu banyak tingkatan. Ketika Kardinal Augustin Bea menemuinya untuk meminta izin bagi kerjasama terjemahan Alkitab Katolik-Protestan; Paus berjalan ke arahnya dan berseru, "Selama kerjasama ini adalah bersama masyarakat Alkitab, saya benar-benar mendukung."
Paus mengeluarkan persetujuan resmi Vatican untuk kerjasama ini pada hari Pentakosta tahun 1967, pesta di mana Roh Kudus turun atas orang-orang Kristen dan mengatasi semua kesulitan berbahasa.

Wafat dan Beatifikasi

Pada tanggal 14 Juli tahun 1978 Paus Paulus VI meninggalkan Vatikan untuk pergi ke kediaman musim panas Paus, di Castel Gandolfo. Ia juga mengunjungi makam Kardinal Giuseppe Pizzardo, mentornya yang telah membawanya ke Vatikan setengah abad sebelumnya. Meskipun ia sakit, ia setuju bertemu dengan Presiden Italia yang baru, Sandro Pertini selama lebih dari dua jam. Pada malam hari ia merasa dan memiliki masalah pernapasan hingga membutuhkan oksigen. Pada hari Minggu pagi Paus begitu lelah, namun ia tetapi ingin mengucapkan doa Angelus.
Dari tempat tidurnya ia berpartisipasi dalam Misa hari Minggu pagi. Setelah menerima komuni, Paus mengalami serangan jantung hebat, setelah itu ia terus hidup selama tiga jam. Pada tanggal 6 Agustus 1978, Paus Paulus VI tutup usia di Castel Gandolfo. Dia dimakamkan pemakaman para Paus di lantai bawah Basilika Santo Petrus bersama para Paus sebelumnya. Dalam wasiatnya, ia meminta untuk dimakamkan di "benar-benar di bumi" dan oleh karena itu, ia tidak dimakamkan dalam sarkofagus hiasan tetapi di kuburan benar-benar di dalam tanah.
Proses kanonisasi Paus Paulus VI dimulai pada tanggal 11 Mei 1993 pada masa Pontifikat Paus Yohanes Paulus II. Tanggal 20 Desember 2012, Paus Benediktus XVI menyetujui deklarasi yang menyatakan Paus Paulus VI sebagai seorang “Venerabilis” (decree of heroic virtue).
Pada bulan Desember 2013, Vatikan menyetujui sebuah Mujizat penyembuhan seorang anak yang belum lahir di California, Amerika Serikat pada tahun 1990-an, yang terjadi dengan perantaraan Paus Paulus VI. Mujizat penyembuhan ini secara resmi diakui oleh Vatican pada tanggal 9 Mei 2014.
Upacara beatifikasi paus Paulus VI diselenggarakan pada tanggal 19 Oktober 2014.
Santo Paus Paulus VI dikanonisasi oleh Paus Fransiskus tanggal 14 Oktober 2018 di Basilika Santo Petrus Roma - Vatican.
 Sumber : Katakombe.Org