Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, March 31, 2019

Santo Hugo dari Grenoble

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 4474 Diterbitkan: 05 Agustus 2013 Diperbaharui: 27 April 2015

  • Perayaan
    01 April
  • Lahir
    Tahun 1053
  • Kota asal
    Chateauneuf, Dauphiné, Perancis
  • Wafat
    1 April 1132 di Grenoble, Perancis | Oleh sebab alamiah
    disemayamkan di Saint Mary’s Cathedral, Grenoble. Relikwinya dihancurkan oleh kaum Protestan Huguenots di abad ke-15
  • Kanonisasi
    22 April 1134 oleh paus Innosensius II Sumber : Katakombe.Org

Santo Hugo adalah seorang biarawan Chartusian, dan uskup  yang berasal dari Perancis. Meskipun ia sangat mendambakan untuk hidup sebagai seorang rahib, namun ia tetap patuh saat paus mengangkatnya sebagai seorang uskup.
Sebagai seorang uskup, Hugo segera meluruskan kebiasaan-kebiasaan dosa sebagian orang dalam keuskupannya. Ia menetapkan rencana-rencana yang bijak, namun bukan itu saja yang ia lakukan. Guna memperoleh belas kasihan Tuhan bagi umatnya, St. Hugo berdoa dengan segenap hati. Ia melakukan mati raga yang keras. Dalam waktu singkat, banyak orang berbalik menjadi saleh dan taat. Hanya sebagian orang dari kaum bangsawan saja yang masih terus menentangnya.

Uskup Hugo masih berangan-angan menjadi seorang rahib. Itulah yang sungguh ia dambakan. Maka, ia mengundurkan diri sebagai Uskup Grenoble dan masuk biara. Pada akhirnya, ia merasakan damai. Namun demikian, bukanlah kehendak Tuhan bahwa St. Hugo menjadi seorang rahib. Setelah setahun lewat, Paus memerintahkannya untuk kembali ke Grenoble. St. Hugo taat. Ia tahu bahwa jauh lebih penting menyenangkan Tuhan daripada menyenangkan diri sendiri.

Selama empatpuluh tahun, bapa uskup hampir selalu sakit. Ia menderita sakit kepala hebat dan juga gangguan pencernaan. Namun demikian, ia memaksakan diri untuk tetap bekerja. Ia mencintai umatnya dan begitu banyak yang harus dilakukan bagi mereka. St. Hugo mengalami pencobaan dan godaan-godaan juga. Tetapi, ia berdoa dengan tekun sehingga tidak jatuh dalam dosa.

St. Hugo wafat pada tanggal 1 April 1132, dua bulan sebelum ulang tahunnya yang kedelapan puluh. Ia menjadi seorang uskup yang murah hati serta kudus selama lima puluh dua tahun.
 Sumber : Katakombe.Org

Percikan Nas Senin, 01 April 2019

Hari biasa Pekan IV Prapaskah
warna liturgi Ungu

Bacaan-bacaan:
Yes. 65:17-21; Mzm. 30:2,4,5-6,11-12a,13b; Yoh. 4:43-54., BcO Ibr. 7:11-28.

Bacaan Injil:
43 Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea, 44 sebab Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri. 45 Maka setelah ia tiba di Galilea, orang-orang Galileapun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan-Nya di Yerusalem pada pesta itu, sebab mereka sendiripun turut ke pesta itu. 46 Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit. 47 Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepada-Nya lalu meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati. 48 Maka kata Yesus kepadanya: "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya." 49 Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: "Tuhan, datanglah sebelum anakku mati." 50 Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, anakmu hidup!" Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. 51 Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. 52 Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: "Kemarin siang pukul satu demamnya hilang." 53 Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: "Anakmu hidup." Lalu iapun percaya, ia dan seluruh keluarganya. 54 Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea.

Memetik Inspirasi:
Hari ini tanggal 1 April yang biasa menjadi hari april mop. Pada hari ini orang bisa bercanda dengan sesamanya dengan boong memboongi. Dan mereka yang tertipu tidak boleh marah. Sering terasa lucu saat melihat orang tertipu di April mop.
Namun bacaan Injil hari ini tidak memberikan kisah boong. Yesus sungguh menyembuhkan anak pegawai istana dengan perkataan-Nya. Kata-kata Yesus, “Pergilah, anakmu hidup!” (Yoh 4:50), sungguh dipercaya oleh pegawai istana. Ia yang berharap pada Yesus, ia percaya pada perkataan Yesus. Ia pun menerima mukjijat Tuhan.
Memang lucu-lucuan di april mop itu menyenangkan. Tetapi jauh lebih menyenangkan kala kata yang kita katakan adalah sebuah kebenaran. Kebohongan sedikit banyak bisa menimbulkan luka pada yang dibohongi. Sebaliknya kebenaran kata kita meneguhkan keyakinan yang mendengarkan. Kala bisa jujur kenapa mesti bohong.

Refleksi:
Apakah kata-kata yang kulontarkan berisi kebenaran?

Doa:
Tuhan kata-Mu selalu benar. Apa yang Kaukatakan selalu terjadi. Semoga kami pun hidup dalam kebenaran dan mampu terus menyampaikan kebenaran. Amin

Bohong dan Kehenaran
MoGoeng
Wates

Lamunan Pekan IV Prapaskah

Senin, 1 April 2019

Yohanes 4:43-54

4:43. Dan setelah dua hari itu Yesus berangkat dari sana ke Galilea,
4:44 sebab Yesus sendiri telah bersaksi, bahwa seorang nabi tidak dihormati di negerinya sendiri.
4:45 Maka setelah ia tiba di Galilea, orang-orang Galileapun menyambut Dia, karena mereka telah melihat segala sesuatu yang dikerjakan-Nya di Yerusalem pada pesta itu, sebab mereka sendiripun turut ke pesta itu.
4:46 Maka Yesus kembali lagi ke Kana di Galilea, di mana Ia membuat air menjadi anggur. Dan di Kapernaum ada seorang pegawai istana, anaknya sedang sakit.
4:47 Ketika ia mendengar, bahwa Yesus telah datang dari Yudea ke Galilea, pergilah ia kepada-Nya lalu meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan anaknya, sebab anaknya itu hampir mati.
4:48 Maka kata Yesus kepadanya: "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya."
4:49 Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: "Tuhan, datanglah sebelum anakku mati."
4:50 Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, anakmu hidup!" Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi.
4:51 Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup.
4:52 Ia bertanya kepada mereka pukul berapa anak itu mulai sembuh. Jawab mereka: "Kemarin siang pukul satu demamnya hilang."
4:53 Maka teringatlah ayah itu, bahwa pada saat itulah Yesus berkata kepadanya: "Anakmu hidup." Lalu iapun percaya, ia dan seluruh keluarganya.
4:54 Dan itulah tanda kedua yang dibuat Yesus ketika Ia pulang dari Yudea ke Galilea.

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, ada gambaran bahwa ada yang dapat dipercaya adalah orang yang memiliki integritas. Dia adalah orang baik karena memiliki kepaduan diri.
  • Tampaknya, integritas diri seseorang terbukti dengan adanya keselarasan antara omongan dan tindakan. Orang yang bisa dipercayakan akan terbukti bahwa yang diomongkan sungguh menjadi tindakan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun bayak tindakan baik sesuai dengan ucapannya, yang sungguh membuat orang dapat dipercaya bukan bukti yang kasat mata tetapi omongan yang bersumber dari daya ilahi yang bersemayam dalam nurani. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang mendapatkan sumber daya hidup yang membuatnya jadi sosok terpercaya.
Ah, asal banyak yang mendukung itu artinya sungguh orang terpercaya.

“Lansia Menulis”


Budhi Hendro Prijono
Pensiunan
Belajar Terus dan Terus Belajar! Pensiunan Karyawan YAKKUM RS Emanuel Purwareja-Klampok Banjarnegara. Alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.


Menulis sering dipahami hanya sebatas kegiatan membuat tulisan menjadi buku atau menulis artikel di koran dan majalah. Pemahaman yang kurang tepat ini sering menyebabkan seseorang urung ‘menulis’. Menulis tidak harus dilakukan oleh seorang ahli karena menulis itu gampang. Semua orang bisa menulis, tak terkecuali lansia.
Menulis merupakan kegiatan mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam wujud tulisan. Tulisan bisa berupa karangan, surat atau catatan. Banyak media dan alat tulis bisa digunakan untuk menulis seperti kertas dan pena atau pensil. Menulis juga bisa menggunakan komputer atau hand-phone. Dengan hand-phone, kita bisa menulis dimana saja dan kapan saja. Menulis sebenarnya sudah menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Kita biasa membuat catatan harian. Ibu-ibu biasa menulis daftar belanjaan. Kita juga terbiasa menulis ‘es-em-es’ atau menulis status media sosial dalam hand-phone. Dengan demikian bukan alasan bagi kita untuk tidak mulai menulis.
Membaca dan menulis
Membaca dan menulis merupakan dua kegiatan yang dipertemukan oleh benda bernama tulisan. Tulisan menjadi benda yang luar biasa dan terbukti mampu mengubah peradaban. Tanpa hidup di zaman nabi-nabi, kita bisa mengetahui cerita-cerita yang terjadi ribuan tahun yang lalu. 
Membaca dan menulis merupakan sepasang kegiatan yang saling terkait. Membaca seperti halnya mata melihat sebuah obyek, merupakan kegiatan syaraf sensorik mata dan membawa informasi sensorik ke otak. Sedangkan menulis seperti halnya menggambar, merupakan kegiatan syaraf motorik tangan mengungkapkan memori otak dalam bentuk tulisan. 
Proses menulis merupakan koordinasi beberapa fungsi tubuh sekaligus. Otak merencanakan topik yang akan ditulis kemudian memerintahkan tangan untuk menulis. Tangan menulis sesuai perintah otak. Mata membaca tulisan hasil kerja tangan dan mengirimkan hasil pengamatannya ke otak. Otak mengolah hasil pengamatan mata dan jika ada yang salah, memerintahkan tangan untuk memperbaikinya. Siklus berulang dalam proses membaca dan menulis ini menjadi rangkaian kerja otak yang sempurna. 
Biasakan membaca untuk menambah wawasan sekaligus belajar cara menulis. Dengan membaca, kita bisa mengoleksi kosa kata baru, juga bisa belajar trik mengolah kalimat yang enak dibaca. Semakin sering kita membaca, semakin banyak materi menulis yang kita kumpulkan. 
Menulis itu sederhana. Bahkan jika sudah terbiasa, menulis menjadi kegiatan refleks yang hampir tanpa berfikir. Begitu memegang pena atau bersiap di atas keyboard laptop atau hand phone, jari-jari tangan akan menari-nari menghasilkan tulisan dengan sendirinya.
Mengapa Lansia?
Membaca sejajar dengan mendengar, yakni memasukan memori ke dalam otak. Sedangkan menulis sejajar dengan berbicara, yakni mengeluarkan atau mewujudkan memori dalam bentuk konkrit sehingga bisa difahami fihak lain. 
Otak lansia diyakini sarat memori pengalaman hidup. Banyak teori hidup yang sudah dipraktekan lansia. Jika ditulis, pengalaman seorang lansia bisa menghasilkan banyak buku. 
Kebanyakan lansia lebih senang menuangkan simpanan memori otaknya dengan cara berbicara. Sayangnya, tanpa disadari, lansia sering berbicara topik yang sama berulang-ulang. Akibatnya, lawan bicara bosan mendengar. Jika lansia menyimpan memori dalam bentuk tulisan, akan banyak keuntungan yang diperoleh. Dengan menulis, lansia bisa menyimpan banyak data tanpa membebani otak untuk mengingat. Tulisan juga bisa menjadi jembatan komunikasi antara penulis dengan pembacanya tanpa batasan waktu dan ruang. Kesaksian, pengalaman, ide-ide, harapan dan semua isi hati penulis lansia bisa dibaca generasi keturunannya sepanjang waktu di berbagai tempat. Menulis akan merangsang otak berfikir aktif sehingga bisa menghambat datangnya kepikunan. Lebih baik lagi jika lansia menggunakan pena saat menulis karena gerakan jari-jari tangan bisa melatih syaraf motorik halus.
Memulai menulis
Memulai segala sesuatu yang baru, sering terasa berat. Namun semua akan terasa ringan jika dilakukan berulang-ulang. Demikian juga dengan menulis. Beberapa tips di bawah ini bisa membantu lansia yang ingin belajar menulis.
Pertama, tulis saja! 
Perintahkan tangan kita untuk menulis apa saja. Gunakan alat tulis yang ada. Carilah topik sederhana yang bisa memacu terwujudnya sebuah tulisan. Menulis kejadian yang sudah kita alami, lebih mudah daripada mengarang. Menulis kejadian hari ini secara berurutan mulai bangun tidur, apa saja yang dilakukan, dimana dan dengan siapa kita berinteraksi serta apa topik pembicaraannya. Kita juga bisa menulis riwayat hidup kita dengan menggali ingatan yang sekian lama terpendam. Otak kita akan dilatih aktif kembali. Kepikunan akan dihambat datang.
Kedua, sempurnakan! 
Simpan semua tulisan termasuk konsep tulisan yang kita nilai jelek sekalipun. Baca ulang. Ubah, kurangi, lengkapi tulisan kita sampai kita nilai sempurna. Tehnologi komputer sangat memanjakan penulis. Kita bisa mengubah tulisan semau kita. Ada baiknya tulisan-tulisan hasil kerja tangan kita, disimpan. Kita bisa menilai proses perkembangan tulisan dari waktu ke waktu.
Ketiga, minta orang lain membaca. 
Tulisan yang tidak bersifat rahasia, sebaiknya tidak dibaca sendiri. Mintalah orang lain membacanya. Mintalah masukan, komentar atau kritik atas tulisan kita. Ajak beberapa teman membuat kelompok penulis lansia. Setiap anggota membuat tulisan, dibagikan antar anggotanya untuk dibaca dan diberi masukan. Kelompok hobby ini bisa memacu semangat masing-masing lebih produktif menulis.
Keempat, kirim tulisan ke media cetak.
Mengirim tulisan ke media cetak memang bukan tujuan utama penulis pemula tetapi tidak ada salahnya dicoba. Jika dimuat, artinya tulisan kita memenuhi syarat. Jika tidak dimuat, jangan patah semangat. Coba lagi dengan tema-tema lain yang relevan. 
Ada beberapa catatan yang perlu diingat sebelum mengirim tulisan ke redaksi media cetak. Isi tulisan menjadi tanggung jawab penulis sehingga jangan menulis tema yang kontroversial. Carilah informasi tentang visi dan misi media cetak yang sesuai dengan tema tulisan kita. Buatlah judul tulisan yang singkat dan menarik.

Saturday, March 30, 2019

Beata Yohana de Toulouse

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 2732 Diterbitkan: 05 Agustus 2013 Diperbaharui: 24 Mei 2017

  • Perayaan
    31 Maret
  • Lahir
    Tidak ada catatan
  • Kota asal
    Tuolouse - Perancis
  • Wafat
    Tahun 1286 | Oleh sebab alamiah
  • Beatifikasi
    11 February 1895 oleh Paus Leo XIII
  • Kanonisasi
    - Sumber : Katakombe.Org

Pada tahun 1260, beberapa biarawan Karmel bersama pemimpin mereka yang termashur, Santo Simon Stock, datang ke Perancis dan mendirikan biara Karmel di Tolouse dan Bordeaux.
Seorang wanita saleh mohon bertemu dengannya. Wanita tersebut memperkenalkan diri hanya sebagai Yohana. Dengan sungguh-sungguh ia bertanya kepada imam, “Bolehkah saya bergabung dengan Ordo Karmel sebagai seorang awam?” St. Simon Stock adalah pemimpin ordo yang mempunyai wewenang untuk mengabulkan permohonan Yohana. Ia mengatakan “ya”. Dan Yohana pun menjadi anggota ordo ketiga Karmel (karmelit awam) yang pertama. Ia menerima jubah Ordo Karmel dan di hadapan St. Simon Stock, Joan mengucapkan kaul.
Yohana melanjutkan kehidupannya yang tenang serta bersahaja di rumahnya sendiri. Ia berusaha sekuat tenaga untuk senantiasa mentaati regula (=peraturan-peraturan biara) Karmelit sepanjang hidupnya. Setiap hari ia ikut ambil bagian dalam Misa dan ibadat-ibadat di gereja Karmel. Sesudah itu, ia mengisi harinya dengan mengunjungi mereka yang miskin, yang sakit serta yang kesepian. Ia melatih para putera altar. Ia memberikan pertolongan kepada mereka yang jompo serta yang tak berdaya dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang diperlukan. Yohana berdoa bersama mereka serta membangkitkan semangat banyak orang dengan percakapannya yang riang gembira.
Yohana menyimpan gambar Yesus tersalib dalam sakunya. Itulah “buku”-nya. Sewaktu-waktu ia akan mengeluarkan gambar tersebut dari sakunya serta memandanginya. Matanya bersinar-sinar. Orang mengatakan bahwa Yohana membaca suatu pelajaran baru yang mengagumkan setiap kali ia memandangi gambarnya.
 Sumber : Katakombe.Org

Percikan Nas Minggu, 31 Maret 2019

HARI MINGGU PRAPASKAH IV
warna liturgi Ungu

Bacaan-bacaan:
Yos. 5:9a,10-12; Mzm. 34:2-3,4-5,6-7; 2Kor. 5:17-21; Luk. 15:1-3,11-32. atau Ad libitum (dari Tahun A): 1 Sam 16:1b, 6-7, 10-13a; Mzm. 23:1-3a, 3b-4, 5, 6; Ef. 5:8-14; Yoh. 9:1-41 (atau Yoh. 9:1,6-9,13-17,34-38). BcO Ibr. 7:1-11.

Bacaan Injil:
1 Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. 2 Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." 3 Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: 11 Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka. 13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. 14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. 15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. 17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. 18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, 19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. 21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. 22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. 24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. 25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian. 26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu. 27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat. 28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia. 29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku. 30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia. 31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. 32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Memetik Inspirasi:
Orang berdosa membentuk aneka sikap dalam diri manusia lain. Minimal tindakan berdosanya meresahkan. Ketika yang berdosa bertobat pun ada aneka sikap menanggapinya. Ada yang skeptis dengan pertobatannya. Ada yang adem ayem saja. Ada pula yang menyambutnya dengan gembira.
Ketika si anak bungsu bertobat sang ayah menyambutnya dengan gembira. Ia menyiapkan hidangan dan pakaian yang bagus baginya. Baginya sang anak yang telah mati hidup kembali (bdk. Luk 15:32). Hal berbeda ditunjukkan oleh sang kakak. Ia tidak suka dengan tindakan ayahnya itu. Ia merasa ayahnya tidak adil padanya (bdk. Luk 15: 29-30). Ia pun tidak ikut dalam, bahkan menolak, perjamuan sukacita pertobatan adiknya.
Pertobatan manusia adalah kegembiraan Allah dan Gereja. Bila ada satu orang yang bertobat Allah bersukacita dan Gereja bergembira. Maka di pekan ke-4 Prapaskah ini Gereja memakai warna pink bagi imam dan petugas pembantu imam. Ini menunjukkan pada kegembiraan menyambut anak-anak yang bertobat. Gereja merayakan pertobatan umatnya sehingga bisa menerima karya penebusan Kristus dengan hati penuh syukur. Maka marilah kita terima saudara-saudari kita yang bertobat dengan penuh syukur. Dan mari kita bertobat. Dengan begitu kita pun bisa bersama masuk dalam perjamuan syukur kudus Tuhan.

Refleksi:
Apa yang kaulakukan ketika ada orang yang bertobat?

Doa:
Bapa, pujian syukur karena kasih-Mu para putra-Mu pun bertobat. Semoga kami pun mempunyai hati yang terbuka dan penuh syukur menerima mereka yang bertobat. Amin

Menyambut yang Bertobat
MoGoeng
Wates

Lamunan Pekan IV Prapaskah

Minggu, 31 Maret 2019

Lukas 15:1-3.11-32

15:1. Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia.
15:2 Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya: "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka."
15:3 Lalu Ia mengatakan perumpamaan ini kepada mereka:
15:11. Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki.
15:12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagi-bagikan harta kekayaan itu di antara mereka.
15:13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya.
15:14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat.
15:15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya.
15:16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya.
15:17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan.
15:18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,
15:19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
15:20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.
15:21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.
15:22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya.
15:23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita.
15:24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.
15:25 Tetapi anaknya yang sulung berada di ladang dan ketika ia pulang dan dekat ke rumah, ia mendengar bunyi seruling dan nyanyian tari-tarian.
15:26 Lalu ia memanggil salah seorang hamba dan bertanya kepadanya apa arti semuanya itu.
15:27 Jawab hamba itu: Adikmu telah kembali dan ayahmu telah menyembelih anak lembu tambun, karena ia mendapatnya kembali dengan sehat.
15:28 Maka marahlah anak sulung itu dan ia tidak mau masuk. Lalu ayahnya keluar dan berbicara dengan dia.
15:29 Tetapi ia menjawab ayahnya, katanya: Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku.
15:30 Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia.
15:31 Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu.
15:32 Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, seorang agamawan akan selalu menjaga diri agar jauh dari segala yang jahat. Dia akan berjuang untuk selalu setia mengikuti segala kegiatan ibadat dan pendalaman ajaran keagamaan.
  • Tampaknya, seorang agamawan akan jijik terhadap perbuatan-perbuatan amoral. Dia akan menjauhkan diri dari pergaulan dengan orang yang biasa hidup mengumbar hawa nafsu.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, karena amat terbiasa berada dalam lingkungan kegiatan keagamaan, seorang agamawan sejati selalu menyadari limpah kasih ilahi pada dirinya sehingga mengalami kegembiraan mendalam melihat orang bejat dapat berkat. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang penuh berkat akan selalu terbuka akan kehadiran orang dari lingkungan jahat.
Ah, dekatan dengan orang jahat ya akan ikut terperosok dalam kejahatan.

Santa Irene dari Roma

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 3649 Diterbitkan: 04 April 2017 Diperbaharui: 19 April 2017

  • Perayaan
    30 Maret
  • Lahir
    Hidup pada akhir abad ke-3
  • Kota asal
    Roma, Italia
  • Wafat
    Martir | Dihukum mati di Roma pada tahun 288 M
  • Beatifikasi
    -
  • Kanonisasi
    Pre-Congregation Sumber : Katakombe.Org

Santa Irene bersama suaminya Santo Castulus adalah pasangan suami-isteri kudus yang hidup di kota Roma pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus (kaisar Romawi tahun 284 – 305). Bersama Santo Tiburtius, Castulus dan Irene berkarya memberikan perlindungan bagi umat Kristen di Roma yang saat itu dikejar-kejar oleh pasukan kerajaan. Diantara mereka yang dilindunginya terdapat Santo Markus dan Santo Marcellianus (dari Roma), dua orang saudara kembar yang di kemudian hari juga tewas menjadi martir Kristus.   
Santo Tiburtius kemudian tertangkap dan tewas dihukum mati bersama saudaranya Santo Valerianus. Suaminya Castulus juga tertangkap setelah dikhianati oleh seorang kristen yang murtad bernama Torquatus. Castulus dibelenggu dan dibawa ke hadapan prefek (walikota) Roma bernama Fabianus. Ia kemudian disiksa lalu dieksekusi mati dengan cara dikubur hidup-hidup dalam sebuah lubang pasir, di Via Labicana disebelah tenggara kota Roma.
Setelah kemartiran suaminya yang terjadi pada tahun 286 M, Irene tetap melanjutkan karyanya. Ia memberi perlindungan kepada umat Kristen dan berupaya memberi penguburan yang layak bagi para martir yang tewas ditangan para algojo atau tewas mengenaskan dalam arena Gladiator karena dicabik-cabik binatang buas.
Saat Santo Sebastianus tertangkap dan dihukum mati, Irene berhasil memperoleh tubuh perwira tersebut untuk dimakamkan dengan layak. Namun ia menemukan Sebastianus ternyata masih hidup walau disekujur tubuhnya tertancap puluhan anak panah. Ia membawa Sebastianus ke rumah perlindungan dan mengobati luka-lukanya. Setelah Sebastianus pulih, Irena membujuknya agar menyelamatkan diri keluar kota. Namun Sebastianus tidak hendak melarikan diri. Ia malah mendatangi Kaisar Diokletianus dan mendesaknya untuk menghentikan penganiayaan terhadap umat Kristiani. Keberaniannya ini membuat ia kembali ditangkap, didera lalu dipengggal lehernya.
Menyusul kemartiran Sebastianus, Irene juga ditangkap dan dihukum mati sebagai martir Kristus yang jaya. Kemartiran mereka terjadi pada sekitar tahun 288M. Kisah santa Irene menyelamatkan Santo Sebastianus menjadi subyek lukisan para pelukis kenamaan dari masa ke masa.(qq)

Friday, March 29, 2019

Minggu Prapaskah IV/C – 31 Maret 2019 (Luk 15:1-3; 11-32)

diambil dari https://unio-indonesia.org; ilustrasi dari album Blog Domus


PERUMPAMAN  “SI ANAK HILANG”: PAHALA DAN HUKUMAN?
Rekan-rekan yang baik!
Perumpamaan tentang si anak hilang dalam Luk 15:11-32 sudah banyak dikenal. Gagasan pokoknya ialah kebaikan Tuhan tertuju bagi siapa saja, dan khususnya bagi pendosa yang mau mendekat kepada-Nya. Perumpamaan ini diceritakan guna menanggapi gerundelan kaum Farisi dan Ahli Kitab ketika melihat Yesus, sang guru yang terhormat itu, suka bergaul dengan para pemungut pajak dan pendosa lainnya (Luk 15:1-3).
Begini kisah perumpamaan itu. Ada seorang ayah yang mempunyai dua orang anak lelaki. Yang bungsu meminta bagian warisannya sebagai bekal hidup di perantauan. Di negeri orang ia hanya berfoya-foya dan ketika ada kelaparan di sana ia jatuh melarat dan terpaksa hidup sebagai budak. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumah ayahnya dan mau menjadi budak di situ. Ketika melihat anaknya dari kejauhan, sang ayah tergopoh-gopoh menjemputnya. Disuruhnya orang-orangnya memberi sang anak jubah yang terbaik, cincin, dan sepatu. Ini semua tanda ia diakui kembali sebagai anak, bukan diterima sebagai budak yang tak mengenakan hal-hal itu. Kedatangannya kembali juga dipestakan. Sementara itu anak yang sulung pulang dari ladang dan mendengar hal ihwal pesta itu. Ia tidak puas dan tak mau masuk ke rumah ikut pesta. Tetapi ayahnya keluar membujuknya. Anak sulung itu mengutarakan alasannya mengapa ia tak suka. Bertahun-tahun ia bekerja tanpa melanggar perintah tapi tak satu kali pun mendapat kesempatan bersuka ria dengan teman-temannya. Dan kini, bagi anak pemboros dan tak berbakti itu ada pesta besar! Ayahnya membujuknya, anak sulung itu toh selalu ada bersamanya dan semua miliknya juga kepunyaannya.
Perumpamaan ini diceritakan bukan untuk membuat orang bertobat seperti si anak hilang, atau agar kita tidak bersikap iri seperti si anak sulung. Perumpamaan ini mengajak berpikir mengenai hal-hal yang lebih dalam, bukan mengenai hal-hal yang bisa dikenakan begitu saja ke dunia sekitar, bukan pula untuk dituduhkan diam-diam dalam hati sekalipun.
WAJAH BARU BAGI MOTIF KLASIK
Kisah saudara tua yang dengki akan kemujuran adiknya bukan hal yang baru bagi pendengar Kitab Suci pada zaman itu. Ada kisah Kain dan Abel, kisah Esau anak sulung Israel dan Yakub adiknya, ada kisah Yusuf dan saudara-saudara tuanya. Saudara tua umumnya ditampilkan sebagai tokoh konyol sedangkan yang muda tokoh yang beruntung. Perumpamaan anak hilang ini memang memakai motif kisah yang sudah dikenal itu. Tetapi arah kisahnya berbeda dengan yang biasa dikenal. Walaupun akhirnya anak yang bungsu mujur, anak yang sulung tidak kehilangan haknya seperti halnya Kain, Esau atau saudara-saudara tua Yusuf. Kehadiran kembali yang bungsu tidak menggeser yang sulung. Mengapa begitu? Karena sang ayah tidak membeda-bedakan kedua anaknya itu kendati perasaan anaknya yang sulung lain. Juga si bungsu yang kembali itu sebenarnya merasa sudah tak pantas menjadi anak lagi dan malah minta diperlakukan sebagai budak saja. Tapi persepsi masing-masing mereka ini akan diluruskan. Marilah kita dekati
TEOLOGI “HUKUMAN DAN PAHALA”?
Biasa orang bernalar, bila ada kesalahan, maka layak diberikan hukuman. Begitu pula, kebaikan mestinya mendatangkan pahala. Tanpa kita sadari gagasan ini sering mendasari cara memandang kejadian-kejadian dan melandasi penilaian terhadap orang lain. Perumpamaan ini disampaikan untuk menyorotinya.
Apa kesalahan atau dosa si anak bungsu di mata abangnya dan di mata si bungsu itu sendiri? Ia dianggap bersalah karena tidak berlaku sebagai anak yang baik yang tinggal di tempat ayahnya untuk membantu mengerjakan ladang dan nanti meneruskan pekerjaaan sang ayah. Si bungsu pergi menuruti keinginannya sendiri. Ia jadi anak yang tak berbakti, lain daripada anak yang sulung. Lalu apa yang terjadi terhadap anak yang tak berbakti? Terhukum? Anak bungsu tadi memang mengalami nasib malang. Ini akibat kesalahannya?
Pendengar atau pembaca akan tergoda melihat kelakuannya berfoya-foya di luar negeri sebagai penyebab kemelaratannya. Juga kelakuan tak berbakti kepada ayahnya kiranya telah membuatnya terhukum. Namun, sebenarnya kemalangan si anak bungsu ditampilkan bukan sebagai hukuman dari atas, bukan pula konsekuensi keteledoran sendiri, melainkan akibat keadaan yang tak bisa dikontrol, yakni bencana kelaparan (ayat 14). Pencerita ulung seperti Lukas sengaja menampilkan hal penting seolah-olah sebagai unsur tambahan. Pembaca dibiarkan terkecoh oleh pikiran-pikirannya sendiri, tapi nanti akan dituntunnya kembali.
Bagaimana dengan abangnya? Ia tipe anak yang baik, yang bekerja terus, setia tinggal di tempat. Orang seperti ini dalam gagasan orang banyak tentu mendapat pahala. Sekali lagi orang tergoda menganggap keberuntungannya sebagai pahala dan si anak sulung itu sendiri memang berpikir dalam ukuran-ukuran itu. Ia mengeluh bahwa tak pernah mendapat kesempatan bersenang-senang walaupun bertahun-tahun melayani dan tak pernah melanggar perintah (ayat 29). Dan ketika si bungsu yang kembali itu dipestakan dan diberi sepatu, cincin, dan jubah kebesaran segala, wah, ini pahala atas dasar perbuatan apa? Kan anak itu pemboros dan tak bertanggungjawab, bejat akhlak. Mestinya ia kena hukuman! Perumpamaan ini mengusik benak orang yang berpikir dalam perspektif teologi “hukuman dan pahala” seperti itu.
SI BUNGSU DAN KEGEMBIRAAN SANG AYAH
Ketika memutuskan untuk pulang, anak bungsu yang terlunta-lunta itu sebenarnya sudah siap bila nanti diperlakukan sebagai budak. Ia memang sudah kehilangan hak sebagai anak (ayat 19). Tapi apa yang terjadi? Ketika melihat dari jauh anaknya ini datang kembali, sang ayah lari bersicekat menyongsongnya. Bahkan sebelum anak itu sempat mengucap minta ampun, sang ayah sudah memeluk dan menciumnya (ayat 20). Dua hal ini tidak biasa. Masakan seorang tua yang terhormat seperti sang ayah itu berlari-lari? Paling banter mestinya cuma mengirim orang suruhan untuk menjemput. Masakan ia juga tidak membiarkan dulu anak itu mengutarakan rasa sesalnya terlebih dahulu (ayat 21)? Pembaca atau pendengar perumpamaan ini akan terhenyak dan berpikir. Dan di sinilah terletak warta perumpamaan itu. Kita diajak menyadari bahwa Tuhan yang diperkenalkan Yesus dengan perumpamaan ini bertindak seperti sang ayah yang pengampun dan pemurah itu. Teologi “pendosa mesti dihukum” dan “orang baik mesti diberi pahala” tidak memadai sama sekali untuk memperkenalkan Tuhan. Walau besar daya tariknya, teologi seperti itu tidak klop. Hanya akan membuat orang merasa terus-terusan menyesal seperti si bungsu, atau kesal melulu seperti si sulung.
Perasaan tersinggung orang-orang Farisi dan Ahli Kitab (ayat 1-3) didasarkan pada etos teologi yang disorot tajam tadi. Yesus sang utusan Tuhan bergaul dengan orang-orang yang tersisih dan dicap pendosa karena ia mau menghadirkan Tuhan sebagai ayah yang baik, bukan Tuhan yang baru mau mengampuni setelah menghukum sampai orang kapok. Tapi gambaran ini membuat orang baik-baik tidak tenteram lagi. Mereka tersengat melihat Yesus guru terhormat itu bergaul dengan para pemungut pajak. Kaum baik-baik itu memang menjadi bahan pembicaraan orang. Lho nyatanya ada seorang guru terkenal yang tak menjauhi pendosa yang akrab dengan kami-kami ini, tidak seperti orang-orang yang mencibirkan kami itu.
SANG AYAH DAN ANAK SULUNGNYA
Anak sulung itu marah dan tidak bersedia masuk ke dalam rumah ikut berpesta. Lalu apa yang terjadi? Ayahnya keluar menemuinya dan membujuknya (ayat 28). Ia bersikap sama seperti terhadap anak yang kembali tadi. Ayah itu pergi menemui yang membutuhkannya dan tidak diam menunggu di dalam rumah. Namun demikian si anak sulung tetap kurang senang dan mengutarakan kekesalannya. Ia merujuk adiknya bukan dengan kata “adikku itu”, melainkan dengan “anakmu itu” (ayat 30 “ho huios sou” – nadanya sinis, dan mungkin ketus, lebih daripada terjemahan idiomatik Indonesia “anak bapak”). Menarik, dalam perumpamaan ini si anak sulung ini hanya tampil di luar rumah. Tidak pernah ia disebut ada di dalam rumah. Anak bungsu yang kembali tadilah yang bergerak dari luar ke dalam. Dan ayah mereka keluar masuk rumah untuk membawa masuk mereka! Lalu siapa yang sebenarnya menjadi anak yang sungguh? Bukankah ia yang ada di dalam rumah? Tetapi ayahnya tidak menegur anak sulungnya. Ia membujuknya dengan sabar “Nak!” (ayat 31) dan kemudian meyakinkannya bahwa anak sulung itu selalu bersama dengannya dan seluruh hartanya itu juga miliknya. Dengan demikian keberatan anak sulung itu tak lagi beralasan. Tapi ada satu hal lagi yang ingin ditambahkan. Ayah itu barusan ketambahan harta baru yang khusus, yakni “adikmu” (ayat 32 “ho adelphos sou”) yang tadi mati – putus haknya sebagai anak – kini hidup kembali dan mau menjadi anak lagi, yang hilang dahulu kini kembali. Dengan memakai kata “adikmu” itu sang ayah sebenarnya ingin mengajak anak sulung itu berbagi harta baru, yakni kegembiraan menemukan kekayaan baru ini! Sang ayah ini tokoh yang secara lahir batin merdeka sepenuhnya. Ia tidak marah, ia tidak tersinggung, ia tidak menuntut. Tetapi ia memberi, mengajak dan bisa berbagi kegembiraan.
MAKNA DAN WARTANYA
Kisah anak sulung ini sebenarnya bukan untuk menunjukkan betapa sempitnya pandangan hidupnya. Maka tak perlu dipakai menuduh-nuduh diri kita sendiri atau orang di sekitar kita. Yesus juga tidak memakainya untuk membuat karikatur orang Farisi dan Ahli Kitab. Ia mau mengajak mereka bernalar. Gambaran itu dipakai untuk menonjolkan perhatian sang ayah. Mengenal tokoh ini membuat orang bisa makin memikirkan kebesaran hati Tuhan.
Riwayat anak bungsu dan anak sulung tadi juga menggambarkan kebesaran Tuhan. Ia mencintai si bungsu yang “pendosa” dan mengasihi si sulung yang “orang yang kaku hati” itu. Dia bukannya duduk mengadili atau menghukum. Ia itu Tuhan yang “tergopoh-gopoh” mendatangi orang yang remuk hatinya. Tidak tahan Ia mendengar orang seperti itu menuturkan penyesalannya. Dapat dipahaminya pula kenapa orang marah melihat Dia memperlakukan pendosa sedemikian baik. Dia tidak balik mencela. Malah Ia berusaha bernalar dengan orang yang kurang puas itu. Lihat, kita mestinya gembira, kan mendapat harta tambahan, dan tambahan ini pemberianku bagimu – pahala yang kauinginkan sejak lama itu.
Salam hangat,
Gianto

Percikan Nas Sabtu, 30 Maret 2019

Hari biasa Pekan III Prapaskah
warna liturgi Ungu

Bacaan-bacaan:
Hos. 6:1-6; Mzm. 51:3-4,18-19,20-21ab; Luk. 18:9-14. BcO Ibr. 6:9-20.

Bacaan Injil:
9 Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: 10 "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. 11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; 12 aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. 13 Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. 14 Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Memetik Inspirasi:
Ada orang yang mengaku diri sebagai keturunan bangsawan atau karena merasa sudah punya banyak harta lalu mencari aura atau menyejajarkan diri sebagai bangsawan. Dalam diri mereka bangsawan adalah orang terhormat dan harus dihormati. Maka mereka pun pingin bahkan minta untuk dihormati.  Namun seringkali mereka tidak mampu menunjukkan citra kebangsawanan tersebut karena citra bawaannya. Maunya dihormati malah menjadi tidak terhormat.
Orang Farisi mencitrakan diri sebagai orang suci. Sebenarnya kesucian itu paling tampak dalam kemurnian doanya. Ternyata orang Farisi dalam berdoa pun merendahkan orang lain. Doa digunakan untuk memuji diri sendiri dan merendahkan yang lain (bdk. Luk 18: 11-12). Kesucian yang dicitrakan pun hancur oleh kata-katanya di dalam doanya. Doa, tanda kesucian, sudah dia lunturkan.
Rasanya kita perlu selalu mensyukuri rahmat yang kita terima dan mengakui kekurangan dan kesalahan yang sering kita buat. Kita tidak perlu merasa diri sebagai bangsawan yang perlu dihormati. Syukur atas diri dan sadar akan kesalahan pun akan menghantar kita pada kebangsawanan kerajaan Kristus. Hidup yang tulus di hadapan Allah jauh menghantar kita pada penghormatan.

Refleksi:
Bagaimana agar menjadi bagian kebangsawanan kerajaan Allah?

Doa:
Tuhan, Engkau tidak memerlukan laporan kesombongan kami. Yang Kaubutuhkan adalah ketulusan hati menerima rahmat-Mu dan kerendahan hati mengakui kekurangan. Semoga kami selalu ada dalam garis harapan-Mu. Amin

Sikap Bangsawan
MoGoeng
Wates

Lamunan Pekan III Prapaskah

Sabtu, 30 Maret 2019

Lukas 18:9-14

18:9. Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini:
18:10 "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.
18:11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;
18:12 aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
18:13 Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
18:14 Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, ada gambaran bahwa yang mendapatkan penghasilan layak adalah yang bekerja. Hal ini didukung oleh semboyan yang “tidak bekerja jangan makan”.
  • Tampaknya, dalam hidup beragama orang akan jadi layak kalau bisa menjalani perintah-perintah dan menghindari larangan-larangan. Dengan itu orang jadi layak di hadapan Tuhan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, bagi yang biasa bergaul intim dengan kedalaman batin, sekalipun tekun bekerja untuk cari nafkah dan taat agama untuk jadi suci, segalanya tak akan sungguh membuat hidup layak kalau tidak dilandasi kesadaran masih banyak kekurangan diri. Dalam yang ilahi karena kemesraannya dengan gema relung hati orang akan menyadari bahwa setertib apapun hidupnya tetap masih banyak kekacauan yang ada dalam dirinya.
Ah, kalaunya nyatanya dapat jalani aturan umum ya jelas sudah baik dalam menghayati hidup.

Santo Berthold

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 4491 Diterbitkan: 29 Maret 2015 Diperbaharui: 23 April 2017

  • Perayaan
    29 Maret
  • Lahir
    Sekitar tahun 1155
  • Kota asal
    Limoges, Perancis
  • Wilayah karya
    Yerusalem - Israel
  • Wafat
    Tahun 1195 di Gunung Karmel Israel - Sebab alamiah
  • Beatifikasi
    -
  • Kanonisasi
    Bila anda memiliki informasi tentang Kanonisasi Santo Berthold; dimohon menghubungi admin; Terimakasih. Sumber : Katakombe.Org

Santo Berthold Calabria (Perancis = Berthold de Malifaye) awalnya adalah seorang Crusaders (Tentara Salib) yang berangkat ke Yerusalem untuk bertempur membebaskan kota itu dari tangan bangsa muslim Saracen. Namun saat berada di Anthiokia, Berthold menerima penglihatan dari Tuhan kita Yesus Kristus yang menuntunnya meninggalkan dunia kemiliteran dan menjadi seorang pertapa di Gunung Karmel.
Pada saat itu, ada sejumlah pertapa yang tersebar di seluruh wilayah Israel, dan Berthold mengumpulkan mereka bersama-sama, mendirikan sebuah komunitas pertapa yang menetap di puncak Gunung Karmel, dan menjadi Abbas mereka yang pertama. Komunitas kecil pertapa inilah yang di kemudian hari menjadi cikal-bakal dari Ordo Karmel.
Komunitas pertapa ini kemudian membangun sebuah biara dan gereja di Gunung Karmel dan mendedikasikan biara dan gereja tersebut untuk menghormati Nabi Elia, yang pernah mengalahkan nabi-nabi Baal di gunung tersebut (1Raj 18:20-46). Santo Berthold menjalani seluruh sisa umurnya di Gunung tersebut, dan memimpin komunitas pertapa yang telah dikumpulkannya selama empat puluh lima tahun sampai pada hari kematiannya ditahun 1195.
Teladan dan cara hidup suci dari para pertapa di Gunung Karmel menarik minat banyak pencari Tuhan untuk menggabungkan diri. Dan semakin hari jumlah mereka semakin bertambah. Pada tahun 1207, Santo Brocardus, yang menjadi pemimpin para Karmelit menggantikan Berthold, meminta Patriark Yerusalem, Santo Albertus dari Yerusalem, untuk menyusun sebuah aturan hidup membiara mereka. Aturan hidup yang disebut Regula Karmel atau Regula Santo Albertus ini selesai ditulis pada tahun 1210, dan disahkan oleh Paus Honorius III pada tahun 1226. Regula tersebut telah menjadi pedoman hidup bagi para Karmelit sampai hari ini.
 Sumber : Katakombe.Org