Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Saturday, November 30, 2013

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 14)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Lautan Kasih

Allah yang mahabaik, hari ini aku merenungkan kata-kata Vincent van Gogh: "Benarlah ada surut dan pasang, namun laut tetaplah laut". Engkaulah laut. Meski aku mengalami banyak naik turun dalam emosiku dan sering merasakan pergeseran dan perubahan besar dalam kehidupan batinku, Engkau tetaplah sama. Kesamaan-Mu bukanlah kesamaan batu karang, tetapi kesamaan seorang Pencinta yang setia. Dari kasih-Mu aku dilahirkan; oleh kasih-Mu aku dipelihara; dan kepada kasih-Mu aku selalu dipanggil kembali. Ada hari-hari menyedihkan dan bersukacita; ada perasaan-perasaan bersalah dan bersyukur; ada saat-saat kegagalan dan kesuksesan; namun semuanya itu dipeluk oleh kasih-Mu yang tak berubah.

Godaan satu-satunya yang nyata bagiku adalah meragukan kasih-Mu, menganggap diriku di luar jangkauan kasih-Mu, menyembunyikan diriku dari cahaya penyembuhan kasih-Mu. Dengan melakukan hal-hal itu maka aku bergerak ke arah keputus-asaan yang gelap.

Ya Tuhan, lautan kasih dan kebaikan, buatlah supaya aku tidak terlalu takut akan badai dan angin kehidupanku sehari-hari, dan buatlah aku tahu bahwa ada surut dan pasang, tetapi laut tetaplah laut. Amin.
dari A Cry for Mercy

Sabda Hidup


Minggu, 01 Desember 2013
HARI MINGGU ADVEN I
Warna Liturgi Ungu
Bacaan
Yes. 2:1-5; Mzm. 122:1-2,4-5,6-7,8-9; Rm. 13:11-14a; Mat. 24:37-44

Matius 24:37-44
37 "Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. 38 Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, 39 dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia. 40 Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan; 41 kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan. 42 Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. 43 Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. 44 Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga."

Renungan
Terlena. Kondisi nyaman, aman dan tenang seringkali bisa membuat orang terlena. Angin ribut membuat orang terjaga, angin sepoi-sepoi bisa minabobokkan orang. Makanan enak membuai siapapun sehingga ia terlena dan tidak memperhitungkan kesehatannya. Kalau di lagu dangdut Evi Tamala bisikan cinta di telinga membuat gadis terlena dan menyerahkan segalanya. Jabatan tinggi pun membuat oran terlena dan lupa apa yang mestinya dilakukan dg jabatan tersebut.
Banyak orang bisa terlena. "Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia" (Mat 24:38-39). Supaya tidak hanyut oleh air bah maka perlu terus menerus waspada dan berjaga-jaga. Waspada dan berjaga-jaga bukan hanya dalam kondisi genting namun juga terutama dalam kondisi aman dan nyaman.

Kontemplasi
Duduklah dengan tenang. Lihatlah hal-hal apa yang mudah membuatmu terlena.

Refleksi
Tulislah pengalamanmu menjaga diri dari situasi yang membuatmu terlena.

Doa
Tuhan semoga aku selalu waspada terhadap segala sesuatu yang membuat terlena. Amin.

Perutusan
Aku akan waspada dan berjaga supaya selaras dengan kehendakNya.

Friday, November 29, 2013

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 13)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Kekeluargaan

Setiap kali aku melangkah ke arah kemurah-hatian, aku tahu bahwa aku bergerak dari ketakutan ke cinta kasih. Namun langkah-langkah ini, pasti pada awalnya, sulit dijalani karena ada begitu banyak emosi dan perasaan yang menahanku dari memberi secara rela hati. Mengapa aku harus memberikan energi, waktu uang dan, ya, bahkan perhatian kepada seseorang yang telah melukaiku? Mengapa aku harus berbagi kehidupanku dengan seseorang yang telah menunjukkan bahwa dia tidak menghargai hal itu? Aku mungkin mau mengampuninya, tetapi memberikan lebih dari itu! Meski begitu ... kebenarannya adalah bahwa, dalam arti spiritual, orang yang melukaiku termasuk di dalam "keluargaku", "gen-ku". Kata "generosity" (kemurah-hatian) mempunyai akar kata "gen" yang juga kita jumpai dalam kata-kata "gender" (jender), "generation" (generasi) dan "generativity" (kemampuan bergenerasi). Istilah ini, dari kata Latin genus dan kata Yunani genos, mengacu kepada keadaan kita sebagai sesama. Kemurah-hatian adalah memberi yang timbul dari pengetahuan akan ikatan yang intim tersebut. Kemurah-hatian sejati adalah bertindak atas kebenaran - bukannya atas perasaan - bahwa mereka yang kuminta untuk mengampuniku adalah "keluarga" dan termasuk dalam keluargaku. Dan manakala aku bertindak secara ini kebenaran itu akan makin tampak bagiku. Kemurah-hatian menciptakan keluarga yang percaya akan hal itu.
dari The Return of the Prodigal

Lamunan Pesta


Santo Andreas, Rasul
Sabtu, 30 November 2013

Matius 4:18-22

4:18 Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan.
4:19 Yesus berkata kepada mereka: "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia."
4:20 Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.
4:21 Dan setelah Yesus pergi dari sana, dilihat-Nya pula dua orang bersaudara, yaitu Yakobus anak Zebedeus dan Yohanes saudaranya, bersama ayah mereka, Zebedeus, sedang membereskan jala di dalam perahu. Yesus memanggil mereka
4:22 dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia.


Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, banyak orang memandang hidup kerohanian dapat terjaga dengan baik kalau tidak dikotori oleh hal-hal duniawi. Dari sini muncullah lingkungan kehidupan sakral atau suci dengan kegiatan-kegiatan keagamaan dan lingkungan profan dengan segala hal dan kesibukan duniawi termasuk kerja mencari nafkah.
  • Tampaknya, lingkungan sakral dengan segala tata ibadatnya banyak dipandang sebagai tempat dan saat orang mengalami, mengikuti, dan menunjukkan hidup yang mesra dengan Tuhan. Dalam kehidupan hariannya orang harus berhati-hati karena dapat terkotori oleh hal-hal duniawi yang dapat membuat orang menjadi jahat.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa sapaan relung hati justru terjadi di dalam kesibukan dan ketekunan orang dalam hidup sehari-hari termasuk dalam kerja mencari nafkah. Dalam yang ilahi orang menjadi duta nurani lewat kerja dan hidup hariannya sehingga apapun masuk dalam kerangka kemanusiaan.
Ah, agama ya agama dan cari uang ya cari uang.

Thursday, November 28, 2013

TIGA PULUH PORSI


Kemarin, Kamis 28 November 2013, sesudah makan pagi Rama Yadi masuk di kamar Rama Bambang. "Kula wonten layatan. Napa saget mangke bagian kula dimruputke?" (Saya akan melayat orang wafat. Apa bagian acara saya dapat diawalkan?) beliau berkata yang dijawab langsung oleh Rama Bambang "Saget, rama. Yen ngaten mangke acara misa dingge pembukaan" (Bisa, rama. Kalau begitu nanti misa untuk pembukaan acara). Hari itu Komunitas Rama Domus Pacis memang menerima kunjungan kelompok umat yang menyebut diri lansia (lanjut usia) dari Lingkungan Theresia Avila dan Lingkungan Theresia Kanak-kanak Yesus, Paroki Kotabaru. Acara dari jam 09.00 sampai dengan jam 12.00. Di dalam rencana kaum tua itu akan di dampingi untuk pendalaman iman ketuaan yang ditutup dengan misa yang dipimpin oleh Rama Yadi. Tetapi karena Rama Yadi memiliki acara mendadak, maka misa dilaksanakan di permulaan acara. Para tamu yang berkunjung berjumlah 23 orang dan di dalamnya hanya ada 1 orang lelaki, bapa yang sudah masuk golongan lansia (lanjut usia). Di dalam misa ini Rama Harto dan Rama Bambang juga menjadi peserta.

Misa berakhir ketika jam menunjuk ke hampir angka 10. Acara yang menyusul adalah rehat untuk menikmati minum dan snak. Pada jam 10.30 Rama Bambang bersama Rama Harto siap di depan untuk mendampingi acara pendalaman iman. Untuk mengantar acara Rama Bambang memberikan penjelasan singkat tentang golongan tua: tua awal (20-40 tahun), tua madya (40-60), dan tua lanjut (60 tahun keatas). Ternyata ketua lingkungan masuk dalam tua awal, karena usianya yang 30an tahun. Yang masuk tua madya ada 7 orang yang 6 orang di antaranya berumur 50an tahun. Sedang yang 15 orang termasuk si bapak masuk dalam usia tua lanjut. Rama Bambang kemudian minta mereka duduk berkelompok untuk berbicara tentang masalah-masalah yang kerap dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Sesudah setiap kelompok menyampaikan masing-masing 3 pokok permasalahan, Rama Harto menyampaikan pokok-pokok iman untuk menghadapi dan menghayati permasalah yang ada. Ada tiga hal pokok yang disampaikan oleh Rama Harto sebagai pegangan iman: korban, kasih, dan doa. Kemudian terjadi tanya jawab antara para peserta dengan Rama Harto, yang dibantu oleh Yahya kecil memegang microphone, dipandu oleh Rama Bambang.

Jam 12.00 lebih sedikit acara disudahi dan semua menikmati makan siang yang sudah ditata oleh para karyawan Domus Pacis. Banyak dari para tamu sesudah makan pergi ke balik bangunan Domus Pacis untuk membeli lele. Tetapi ada hal khusus yang disampaikan oleh Mbak Tari kepada Rama Bambang "Rama, ibu-ibu sami badhe tumbas pepesipun. Ngendikanipun eco sanget" (Rama, ibu-ibu ingin membeli lauk pepesnya. Mereka bilang itu enak sekali). "Lho kenging napa kok tumbas?" (Lho  kenapa akan membeli?) tanya Rama Bambang yang disambung kata-kata Mbak Tari "Jan-jane ibu-ibu nyriosi kula supados mboten matur rama. Nanging kula mboten purun. Ingkang mutusaken rak kedah rama" (Sebetulnya ibu-ibu minta agar saya tidak bilang ke rama. Tetapi saya tidak mau. Yang memutuskan kan harus rama). Rama Bambang menjadi geli akan kejadian itu dan kemudian menghampiri ibu-ibu dan berkata "Sadaya sing turah saget diasta kundur. Niku pun njenengan tumbas" (Semua sisa dapat dibawa pulang. Itu semua sudah Anda beli). Ketika Rama Bambang melihat, ternyata lauk pepes memang masih sisa banyak. "Pepese kok isih akeh, ta?" (Mengapa pepesnya masih banyak?) tanya Rama Bambang. Salah seorang ibu menjawab "Kala wau setunggal dipun bagi 2 utawi 3 ibu, amargi ageng-ageng" (Tadi satu pepes dibagi untuk 2 atau 3 ibu, karena terlalu besar). Rama Bambang tertawa dan pikirnya "Kamangka jumlahe telung puluh porsi sesuai pesenan" (Padahal jumlahnya 30 porsi sesuai pesanan).

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 12)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Hidup Sesuai Harapan

Sulit bagiku untuk mengakui bahwa laki-laki yang pahit, penuh kebencian dan marah bisa lebih dekat denganku secara spiritual daripada adik laki-lakinya yang penuh nafsu. Meski begitu, semakin aku pikirkan anak yang lebih tua, semakin aku melihat diriku di dalamnya. Sebagai anak tertua di dalam keluargaku, aku tahu betul bagaimana rasanya harus menjadi anak percontohan. Aku seringkali bertanya-tanya apakah bukannya terutama anak-anak tertua yang ingin hidup sesuai dengan harapan orangtua mereka dan mereka dianggap patuh serta bertanggungjawab. Mereka sering ingin memuaskan. Mereka sering takut mengecewakan orangtua. Namun mereka juga sering mengalami, di waktu masih sangat muda, suatu keirian terhadap adik laki-laki atau perempuannya, yang sepertinya tak begitu memperhatikan untuk memuaskan orangtua mereka, serta lebih bebas untuk "berbuat sesuka hati mereka". Bagiku hal ini memanglah terjadi begitu. Dan seluruh hidupku aku telah menyimpan suatu keingin-tahuan yang aneh akan kehidupan tak patuh yang tak berani kujalani, namun yang kulihat dijalani oleh banyak orang di sekelilingku. Aku berbuat segala sesuatu yang baik, kebanyakan menuruti agenda yang ditetapkan oleh banyak figur-figur orangtua dalam hidupku - guru-guru, pembimbing spiritual, uskup-uskup, dan Paus-Paus - tetapi pada saat yang sama aku seringkali bertanya-tanya mengapa aku tak punya keberanian untuk "melarikan diri" seperti diperbuat oleh anak yang lebih muda. Aneh untuk mengatakan hal ini, tetapi dalam hatiku aku merasakan keirian terhadap anak yang bengal itu. Emosi timbul ketika aku melihat teman-temanku bersenang-senang mengerjakan hal-hal yang aku kutuk. Aku menyebut perbuatan mereka tak bermutu atau bahkan tak bermoral, namun pada saat yang sama aku sering bertanya-tanya mengapa aku tak punya nyali melakukan sendiri sebagian atau semuanya dari hal-hal itu. ... Dengan melihat jauh di dalam diriku, lalu di sekelilingku pada hidup orang-orang lain, aku bertanya-tanya manakah yang lebih merusak, nafsu atau kepahitan? Ada begitu banyak kepahitan di antara "orang-orang adil" serta "orang-orang benar". Ada begitu banyak penghakiman, penuduhan, dan prasangka di antara "para santo". Ada begitu banyak kemarahan yang membekukan di antara orang-orang yang begitu memperhatikan tentang menghindari "dosa".
dari The Return of the Prodigal Son

Sabda Hidup


Jumat, 29 November 2013
Fredericus dr Regensburg
Warna Liturgi Hijau
Bacaan
Dan. 7:2-14; MT Dan. 3:75,76,77,78,79,80,81; Luk. 21:29-33

Lukas 21:29-33

29 Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. 30 Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. 31 Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. 32 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. 33 Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu."

Renungan

Suatu kali seorang teman mengatakan, "Hmmm, aku mencium bau hujan. Sebentar lagi sampai sini." Dan benar tidak lama sesudah itu hujan turun. Teman lain mengatakan, "Kok terasa ada yg ganjil ya lingkungan rumah ini." Dan benar, kemudian terketahui bahwa ada ketidakberesaan di keluarga tersebut.
Kepekaan kedua orang ini menuntun mereka mengerti dan mempunyai dugaan yang tepat tentang apa yang akan terjadi dan juga sedang berlangsung. Mereka menangkap tanda dan menterjemahkan fakta.
Kepekaam menangkap tanda bisa merupakan bakat atau juga karena dipelajari. Ia perlu diasah dan diasuh supaya semakin tajam.

Kontemplasi
Pejamkan matamu sejenak. Lihatlah dirimu sendiri, sejauh mana kepekaanmu menangkap tanda.

Refleksi

Apa yang akan kaulakukan untuk mengasah dan mengasuh kepekaanmu menagkap tanda?

Doa
Yesus semoga aku makin peka menangkap tanda dan kehendakMu. Amin.

Perutusan
Aku akan mengasah kepekaanku menangkap tanda.

Wednesday, November 27, 2013

KOK PUNYA PERMEN


"Rama, mangke tindak mboten?" (Rama, nanti pergi tidak?) tanya Rama Bambang kepada Rama Agoeng pada Selasa 26 November 2013, ketika sedang makan pagi di hadapan Rama Yadi dan Rama Harto. "Jam kalih siang teng Seminari" (Jam 2 siang ke Seminari) jawab Rama Agoeng yang meneruskan "Badhe wonten napa, ta" (Ada keperluan apa?). Rama Bambang berkata "Ajeng teng Panti Rapih" (Akan ke Rumah Sakit Panti Rapih). "Jam pinten?" (Jam berapa). "Jam sanga seprapat, ajeng teng laboratorium" (Jam 09.15, akan priksa laboratorium) kata Rama Bambang yang langsung disambut Rama Agoeng "Kula saget ngeteraken" (Saya bisa antar). Sore sampai malam hari sebelumnya, Senin 25 November 2013, Rama Bambang dapat mengantar Rama Tri Wahyono ke Panti Rapih. Tetapi untuk kepentingannya sendiri kemarin dia terpaksa minta tolong. Untuk diri sendiri Rama Bambang tidak dapat membawa mobil. Dengan mobil dia harus parkir dan dari sini harus jalan cukup jauh menuju lobi untuk pinjam kursi roda. Lain halnya kalau dengan sepeda motor roda tiganya, Rama Bambang dapat menitipkannya di dekat lobi. Tetapi pada saat itu motor sedang bermasalah dengan acunya.

Begitulah pada Selasa itu Rama Bambang ke laboratorium Panti Rapih diantar oleh Rama Agoeng. Tetapi peristiwa ini ternyata membuat sedikit kemeriahan suasana. Ketika turun dari mobil dan pintu dibuka sehingga Rama Bambang tampak dari luar, Satpam yang berjaga langsung mengambilkan kursi roda. Tetapi begitu Satpam akan mendorong kursi roda yang sudah diduduki Rama Bambang, tiba-tiba seorang anak lelaki kecil yang ikut mengantar Rama Bambang mendekat dan langsung memegang kursi roda itu. "Lho, kuat dik?" tanya Satpam yang langsung dijawab dengan suara kecil anak itu "Saya kuat!" Dan anak yang hampir usia 7 tahun dengan tubuh kecil ini pun mendorong ke ruang radiologi terus langsung ke laboratorium lantai dua lewat lift. "Wau, Sulis criyos bilih Rama Bambang diterke cak cilik" (Tadi Sulis bilang bahwa Rama Bambang diantar anak kecil) kata Rama Agoeng ketika sudah berada di mobil saat pulang menuju Domus Pacis. Rama Sulis adalah Pastor Paroki Delanggu yang mengantar Rama Windya periksa di radiologi. Ketika di radiologi seorang perawat berkata pada Rama Bambang "Kok sendirian?" yang dijawab rama "Ra isa. Diterke iki" (Tidak. Diantar ini) sambil jari tangan kanan menunjuk ke belakang arah bawah. "Lho sing nyurung cah cilik, ta?" (Lho, yang mendorong anak kecil, ta?) kata salah satu petugas radiologi. Beberapa pengantar pasien kemudian mendekat ke Rama Bambang memberi salam sambil mengelus kepala si anak kecil dan beberapa mengatakan "Aduh pinternya". Ketika mau keluar dari ruang radiologi si anak mendorong ke arah barat ruang ini. "Lho, balik kanan" kata Rama Bambang. Si anak langsung memutar kursi roda diiringi tertawa geli dari orang banyak termasuk perawat dan pertugas.

Soal anak kecil mendorong kursi roda dengan muatan Rama Bambang ternyata cukup menarik perhatian banyak orang di lorong-lorong yang dilewati. Orang-orang yang mengenal Rama Bambang termasuk para perawat dan pegawai Panti Rapih banyak yang berkomentar macam-macam seperti "Rama itu nindas anak" dan "Cah cilik je kon nyurung" (Anak kecil kok disuruh mendorong). Tetapi mereka melihat dengan tertawa karena si anak hanya tertawa dengan girangnya sambil mendorong dengan terampilnya. Di Domus Pacis dia memang biasa melakukan ini untuk Rama Bambang. Pada saat berada di kantor laboratorium seorang petugas bertanya "Namanya siapa dik?" yang dijawab oleh si anak "Yahya". "Niki sinten ta, rama?" salah satu perawat bertanya ke Rama Bambang yang menjawab sambil tertawa "Putuku" (Cucuku). Beberapa petugas ikut tertawa. Sebenarnyalah Yahya adalah anak pasangan suami-isteri Mas Heru dan Mbak Tari keluarga yang tinggal di Domus Pacis sebagai karyawan-karyawati. "Adik mau permen?" seorang petugas kantor laboratorium menawarkan permen kepada Yahya. Yahya mengangguk dan mendapatkannya dan berkata "Terima kasiiiiih" yang membuat pemberinya tertawa. Ketika Rama Bambang berceritera tentang kejadian itu pada waktu makan malam Selasa itu, Mbak Tari yang menyuapi Rama Harto sambil mengangguk-angguk berkata "Oooo, milanipun wau kok duwe permen" (Oooo, layak tadi kok punya permen).

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 11)



Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Relasi-relasi yang Terputus

Aku sangat yakin bahwa kebanyakan penderitaan manusia berasal dari relasi yang terputus. Kemarahan, iri hati, kebencian, dan perasaan-perasaan ditolak, semuanya berasal dari konflik di antara orang-orang yang mendambakan persatuan, komunitas, dan perasaan memiliki yang dalam. Dengan memperoleh Trinitas Kudus sebagai rumah bagi kehidupan relasional kita, maka kita memperoleh kebenaran bahwa Allah memberikan apa yang paling kita inginkan serta menawarkan rahmat untuk saling mengampuni karena tidak sempurna dalam mencinta.
dari Sabbatical Journey

Lamunan Pekan Biasa XXXIV


Kamis, 28 November 2013

Lukas 21:20-28
 
21:20 "Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat.
21:21 Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota,
21:22 sebab itulah masa pembalasan di mana akan genap semua yang ada tertulis.
21:23 Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang menyusukan bayi pada masa itu! Sebab akan datang kesesakan yang dahsyat atas seluruh negeri dan murka atas bangsa ini,
21:24 dan mereka akan tewas oleh mata pedang dan dibawa sebagai tawanan ke segala bangsa, dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sampai genaplah zaman bangsa-bangsa itu."
21:25 "Dan akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintang-bintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut.
21:26 Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan goncang.
21:27 Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya.
21:28 Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat."


Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, ketika terjadi berbagai macam kesulitan sosial seperti harga-harga membubung tinggi, barang kebutuhan sulit dicari, dan kekayaan dikorupsi para petinggi, orang dapat merasa frustrasi. Apalagi bila itu masih ditambah dengan bencana alam seperti gunung berapi meletus dan gempa bumi, orang pun dapat ketakutan luar biasa merasa akan datangnya akhir bumi.
  • Tampaknya, dalam kesulitan dan bahaya pribadi yang mengancam hidup seperti penyakit ganas dan habisnya kekayaan, orang dapat mengalami hilangnya harapan. Hidup terasa gelap dan kehilangan kemungkinan datangnya cahaya kegembiraan.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa dalam keadaan sulit dan bingung apa pun orang harus menjaga diri agar tidak kehilangan gairah jiwa siap berhadapan dengan realita hidup baru. Dalam yang ilahi, berhadapan dengan berbagai kehancuran dan kegelapan hidup, orang justru menemukan datangnya kesejahteraan sejati.
Ah, bagaimanapun layak bila orang akan meratapi hancurnya hidup.

Tuesday, November 26, 2013

BERILAH KAMI JUMLAHNYA


Pada saat makan pagi hari ini, Rabu 27 November 2013, Rama Agoeng bertanya kepada Rama Bambang "Njing tanggal 12 pripun acarane?" (Bagaimana acara besok tanggal 12 Desember?). "Nggih, biasa ta. Sing pokok misa" (Ya seperti biasanya. Yang pokok misa) jawab Rama Bambang. "Mas Santosa, tanggal 12 Desember ampun libur, lho. Enten pesta ngge Rama Yadi kalih Rama Harto" (Mas Santosa, besok tanggal 12 Desember jangan ambil libur, lho. Ada pesta untuk Rama Yadi dan Rama Harjaya) kata Rama Agoeng kepada Mas Santosa, pramurukti, yang sendang menyuapi Rama Harto. Mas Santosa menjawab "Yen Domus wonten keperluan kula mboten libur, kok" (Kalau Domus mempunyai hajat saya tidak ambil libur, kok). "Ulang taun ke pinten ta benjang?" (Besok itu ulang tahun ke berapa, ta?) tanya Rama Agoeng yang disambut oleh Rama Bambang "Rama Yadi 35 tahun dan Rama Harjaya 42 tahun." "Niku ulang taun kelairan?" (Apakah itu ulang tahun kelahiran?) Mas Santosa menyampaikan pertanyaan yang disahut Rama Agoeng "Sanes. Ulang taun diangkat dados imam" (Bukan. Itu ulang tahun tahbisan imamat). "Nek ulang taun kelairan ndhak ketok le tuwa" (Kalau ulang tahun lahir nanti ketahuan kalau sudah tua) Rama Bambang berkata yang diteruskan Rama Agoeng "Nek umur, Rama Yadi pun 76 taun" (Kalau umur, Rama Yadi sudah berusia 76 tahun).

"Yang pokok saya harus mengeluarkan uang berapa?" kata Rama Yadi yang memegang uang Komunitas Rama Domus Pacis. Rama Agoeng meneruskan "Nek niku sing ngerti Rama Bambang" (Kalau itu yang tahu adalah Rama Bambang). "Pengeluarane mung ngge konsumsi kok. Lan niku gumantung jumlah sing ajeng rawuh" (Yang pokok adalah pengeluaran untuk konsumsi. Dan ini tergantung jumlah yang akan diundang) Rama Bambang menjelaskan. Sebenarnya jumlah undangan yang sudah jelas berasal dari umat Lingkungan Puren, Kelompok Rela Masak untuk Domus, Keluarga Rama Yadi, Keluarga Rama Harjaya, dan Kelompok Kor. Tetapi tiba-tiba ada 6 orang anak yang berlatih tari di Paroki Pringwulung ingin ikut mengisi acara. Maka Rama Bambang mengatakan "Sing dereng cetha kelompok tari. Munine cah enem. Mesthi kalih sing nglatih. Ning sapa ngerti keluargane dha melu" (Yang belum jelas adalah kelompok tari. Katanya ada 6 orang anak. Pastilah pelatih akan ikut. Tetapi siapa tahu keluarganya juga ikut datang). Ketika menuju kamarnya, Rama Bambang disambut Mas Santosa dengan informasi "Wonten telpon kangge rama" (Ada telepon untuk Rama). Rama Bambang menuju ruang telepon dan dari seberang ada suara "Rama, besok selain tarian ada tambahan satu anak akan menyanyi" yang disahut Rama Bambang "Tetapi nanti semua yang akan datang berapa?" "Wah, anak-anak lain akan ikut menonton." "Keluarganya ikut datang tidak?" "Iya ta, rama?" "Naaah, yang pokok saya minta berapa orang. Kan acaranya pakai makan. Apakah mereka akan disuruh pergi kalau para undangan makan?" Kini koordinator tarilah yang tampaknya agak bingung mencari kepastian karena Rama Bambang berkata "Berapa pun tidak apa. Tapi tolong berilah kami jumlahnya."

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 10)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Rasa Hati Berubah-ubah

Rasa hati perlu diperhatikan. Aku menemukannya selama minggu-minggu pertama di Genesee bahwa aku dipengaruhi rasa hati yang sangat berbeda-beda, seringkali berubah sangat cepat. Perasaan kelelahan depresif, rendahnya harga diri, kebosanan, juga perasaan marah, tersinggung dan kekerasan langsung, serta perasaan bersyukur, sukacita dan bergairah - semuanya dapat terjadi, kadangkala bahkan dalam waktu satu hari. Aku merasa bahwa rasa hati yang cepat berubah ini menunjukkan betapa aku terlekat dengan banyak hal yang diberikan kepadaku: sikap yang bersahabat, pekerjaan yang menyenangkan, kata-kata pujian, buku yang bagus, dll. Hal-hal kecil dapat cepat mengubah kesedihan menjadi sukacita, kemuakan menjadi kepuasan, dan kemarahan menjadi pemahaman dan bela rasa.

Suatu saat dalam beberapa minggu itu aku membaca bahwa kesedihan adalah akibat dari keterlekatan. Orang-orang yang tak terlekat tidak mudah menjadi korban dari peristiwa-peristiwa baik atau buruk di dalam lingkungan sekitar mereka dan dapat mengalami  suatu perasaan keseimbangan tertentu. Aku merasa bahwa hal ini adalah realisasi yang penting bagiku. Ketika pekerjaan tanganku tidak lagi membuat aku berminat, aku menjadi bosan, lalu gampang tersinggung dan seringkali bahkan marah, mengingatkan diriku bahwa aku membuang-buang waktuku. Ketika aku membaca buku yang menarik perhatianku, aku menjadi begitu terlibat sehingga waktu berjalan cepat, orang-orang seperti bersahabat, keberadaanku di sini bermanfaat, dan keseluruhannya menjadi suatu peristiwa yang besar. Sudah tentu, kedua "rasa hati" adalah perwujudan dari keterlekatan semu dan menunjukkan seberapa jauh aku berada dari bentuk "sikap acuh tak acuh" apapun yang sehat.
dari The Genesee Diary

Sabda Hidup


Rabu, 27 November 2013
Fransiskus-Antonius Pasani
Warna Liturgi Hijau
Bacaan
Dan. 5:1-6,13-14,16-17,23-28;MT Dan. 3:62,63,64,65,66,67; Luk. 21:12-19

Lukas 21:12-19
12 Tetapi sebelum semuanya itu kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku. 13 Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi. 14 Sebab itu tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. 15 Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu. 16 Dan kamu akan diserahkan juga oleh orang tuamu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu dan sahabat-sahabatmu dan beberapa orang di antara kamu akan dibunuh 17 dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku. 18 Tetapi tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang. 19 Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu."

Renungan
Suatu kali dalam sebuah perjumpaan saya dihujani dengan aneka macam pertanyaan. Kala itu saya belum mempunyai bekal yang memadai untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Kemudian saya teringat dengan janji Tuhan seperti tertulis dalam Luk 21:14-15, "...kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu." Maka sejenak kupejamkan mataku dan bermohon supaya Tuhan berkenan berkarya dan membela. Maka aneka pertanyaan yang di luar kemampuanku untuk menjawab bisa kujawab dengan baik, bahkan ada yang mengatakan, "Kalau nikah nanti aku akan nikah di Katolik." Gantian kutanya, "Kenapa?" Jawabnya, "Karena dalam pernikahan Katolik perempuan dihargai, mempunyai kedudukan yang sama dengan lelaki dan ada rasa terjamin untuk tidak diduakan."
Ada banyak kemampuan yang tak terduga kala kita berani mengandalkan dan mempersilakan Allah bekerja dalam hidup kita. Allah sendiri melalui PuteraNya menjamin memberikan jawaban. Dan jawaban itu akan menjadi kesaksian iman.

Kontemplasi
Bayangkan salah satu peristiwa di mana anda merasakan Allahlah yang bekerja padamu.

Refleksi
Tulislah peran Yesus dalam kondisimu yang lagi sulit.

Doa
Pujian dan hormat kepadaMu ya Tuhan yang selalu berkenan mengurai segala masalahku dan menjadikan bahan kesaksian. Amin.

Perutusan
Aku akan berani menghadirkan Kristus dalam pergaulanku.

Monday, November 25, 2013

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 9)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Kompleksitas

Hidup kita adalah singkat dalam harapan, waktu di mana kesedihan dan sukacita saling berciuman di setiap saat. Ada kualitas kesedihan yang meresapi segala saat-saat hidup kita. Sepertinya tiada sukacita murni yang amat jelas tetapi bahkan di dalam saat-saat paling membahagiakan dari keberadaan diri, kita merasakan adanya suatu warna kesedihan. Dalam setiap kepuasan ada kesadaran akan batas-batasnya. Dalam setiap kesuksesan ada ketakutan akan kecemburuan. Di balik setiap senyuman ada air mata. Dalam setiap pelukan ada kesepian. Dalam setiap persahabatan ada jarak. Dan dalam semua bentuk terang ada pengetahuan akan kegelapan yang mengelilinginya.

Sukacita dan kesedihan saling berdekatan satu sama lain seperti daun-daun beraneka warna yang indah saat musim gugur di New England dan kesederhanaan pohon-pohon yang gundul. Ketika anda menyentuh tangan seorang sahabat yang kembali maka anda sudah tahu bahwa ia akan meninggalkan anda lagi. Ketika anda tergerak oleh luasnya lautan yang disinari matahari dan tenang, anda rindu akan sahabat yang tidak dapat melihat hal yang sama. Sukacita dan kesedihan terlahir pada saat yang sama, keduanya timbul dari tempat-tempat yang begitu dalam di hati anda, sehingga anda tak bisa menemukan kata-kata untuk menangkap emosi-emosi anda yang kompleks.

dari Out of Solitude

Lamunan Pekan Biasa XXXIV


Selasa, 26 November 2013

Lukas 21:5-11

21:5 Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus:
21:6 "Apa yang kamu lihat di situ -- akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan."
21:7 Dan murid-murid bertanya kepada Yesus, katanya: "Guru, bilamanakah itu akan terjadi? Dan apakah tandanya, kalau itu akan terjadi?"
21:8 Jawab-Nya: "Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan: Saatnya sudah dekat. Janganlah kamu mengikuti mereka.
21:9 Dan apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu terkejut. Sebab semuanya itu harus terjadi dahulu, tetapi itu tidak berarti kesudahannya akan datang segera."
21:10 Ia berkata kepada mereka: "Bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan,
21:11 dan akan terjadi gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan, dan akan terjadi juga hal-hal yang mengejutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit.

Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, tak sedikit orang yang kalau sudah mendapatkan yang diinginkan akan mempertahankan dan melanggengkan. Ini menjadi kemapanan yang oleh banyak orang dianggap sebagai kesuksesan yang menjamin kebahagiaan.
  • Tampaknya, berbagai peristiwa yang mengancam suasana enak, tenang, damai, dan sejahtera biasa dipandang sebagai penghancur hidup. Orang dapat tergiur pada berbagai tawaran dan iklan yang menjanjikan kekuatan untuk menghadapi dan menghindari akibat buruk dari berbagai bahaya hidup baik personal maupun bersama.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa setiap hal duniawi selalu memiliki saat akhir sehingga orang akan mengalami keselesaian dari apa pun yang dihadapi dan dijalani. Dalam yang ilahi orang akan selalu sadar dan peka akan segala kejadian dan waspada akan kemungkinan penyesatan.
Ah, yang pokok menjaga jangan sampai kehilangan segala yang sudah baik.

Sunday, November 24, 2013

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 8)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Impuls-impuls Emosional

Kita dapat merasa kuatir jikalau menemukan betapa cepatnya kita bisa kehilangan kedamaian batin. Seseorang yang begitu saja masuk ke dalam hidup anda dengan tiba-tiba menciptakan kegelisahan dan kecemasan di dalam diri anda. Kadangkala perasaan ini sudah ada sebelum anda menyadari hal itu sepenuhnya. Anda menganggap diri anda terpusatkan; anda menganggap anda dapat mempercayai diri anda sendiri; anda kira dapat tetap bersama dengan Allah. Tetapi lalu seseorang yang tidak anda kenal secara intim membuat anda tidak merasa aman. Anda bertanya pada diri anda apakah anda dicintai atau tidak, dan orang asing itu menjadi tolok ukurnya. Dengan begitu anda mulai merasa kecewa atas reaksi anda sendiri.

Janganlah melecut diri sendiri atas kurangnya perkembangan spiritual anda. Kalau anda melakukannya maka anda akan semakin dijauhkan dari pusat diri anda. Anda akan merusak diri anda dan membuat makin sulit untuk kembali ke rumah lagi. Jelas bagus untuk tidak bertindak terhadap emosi-emosi mendadak. Tetapi anda tidak harus menekannya juga. Anda dapat mengakui keberadaannya dan membiarkannya lewat. Dalam hal tertentu anda harus berteman dengannya sehingga anda tidak menjadi korbannya.
Jalan ke arah "kemenangan" bukanlah mencoba mengatasi emosi-emosi yang melemahkan semangat secara langsung tetapi bangunlah perasaan aman yang lebih mendalam dan perasaan berada di rumah serta mempunyai pengetahuan yang lebih membumi bahwa anda amat dicintai. Lalu, sedikit demi sedikit, anda akan berhenti memberikan kekuatan yang demikian besar kepada orang-orang asing. Janganlah berkecil hati. Pastikan bahwa Allah akan benar-benar memenuhi segala kebutuhan anda. Ingatlah akan selalu hal itu. Maka hal itu akan membantu anda untuk tidak berharap bahwa pemenuhan oleh orang-orang yang sudah anda kenal tidak mampu memberikannya.
dari The Onner Voice of Love

Sabda Hidup


Senin, 25 November 2013
Katarina dr Aleksandria, Elisabet dr Reute
Warna Liturgi Hijau
Bacaan
Dan. 1:1-6,8-20; MT Dan. 3:52,53,54,55,56; Luk. 21:1-4

Lukas 21:1-4
1 Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. 2 Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. 3 Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. 4 Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."


Renungan
Tatapan orang yang lagi mengangkat muka biasanya terfokus pada suatu titik. Ia akan berhenti pada sesuatu yang menarik perhatiannya. Fokus ini akan dilihat secara tajam. Yesus mengangkat mukanya. Saat itu pula ia melihat orang-orang sedang memberikan persembahan. Fokus perhatianNya memusat pada persembahan si Janda yang mempersembahkan persembahan dari kekurangannya.
Tatapan yang tajam memungkinkan seseorang melihat yang tak biasa terlihat. Dan dari pengliatannya ia akan memberikan makna yang tak biasa. Tindakan menghunjukkan persembahan adalah suatu yang wajar. Dan orang akan berdecak kagum bahkan bertepuk tangan pada mereka yang memberikan persembahan yang banyak. Persembahan sedikit sering tak mendapatkan perhatian. Namun dalam ketajaman mata dan hati Yesus tidaklah demikian. Rasa-rasanya besar kecilnya bukan tergantung pada jumlah/atau nominal yang dipersembahkan namun prosentase dari yang dimiliki si pemberi persembahan. Yesus melihat secara beda.

Kontemplasi
Pejamkan matamu sejenak. Hadirkan salah satu anggota keluargamu yang paling sedikit mendapat perhatian. Temukan nilai lebih darinya dibanding mereka yang selalu mendapat perhatianMu.

Refleksi
Bagaimana anda menyikapi persembahan tulus walau sederhana dan sangat terbatas.

Doa
Yesus segala yang Kauberikan selalu mempunyai makna. Semoga aku mampu memaknai yang kutemui secara seimbang. Amin.

Perutusan
Aku akan mempertajam penglihatanku dan memperdalam permohonanku.

Saturday, November 23, 2013

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 7)



Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Kemunafikan

Pagi ini pada perayaan Ekaristi kami membahas kemunafikan, suatu sikap yang dikritik Yesus. Aku sadar bahwa kehidupan institusional mengarah kepada kemunafikan, karena kita yang menawarkan kepemimpinan spiritual seringkali menjumpai diri kita sendiri tidak hidup seperti yang kita kotbahkan atau kita ajarkan. Tidaklah mudah untuk menghindari kemunafikan sepenuhnya karena keinginan untuk berbicara dalam nama Tuhan, Gereja atau komunitas yang lebih besar, kita ternyata berbicara tentang hal-hal yang lebih besar daripada diri kita sendiri. Seringkali aku meminta orang-orang menjalani hidup yang tak dapat kujalani sendiri sepenuhnya.

Aku belajar bahwa obat terbaik untuk kemunafikan adalah komunitas. Ketika sebagai pemimpin spiritual aku hidup dekat dengan mereka yang aku layani, dan ketika aku dapat dikritik secara manis oleh umatku sendiri serta diampuni atas kekurangan-kekuranganku, maka aku tidak dianggap sebagai seorang munafik.

Kemunafikan bukanlah lebih banyak merupakan hasil dari tidak menjalani seperti yang apa aku kotbahkan tetapi terlebih adalah ketiadaan mengakui ketidak-mampuanku untuk hidup sepenuhnya seturut kata-kataku. Aku perlu menjadi seorang imam yang memohon pengampunan dari umatku atas kesalahan-kesalahanku.
dari Sabbatical Journey

Lamunan Hari Raya


Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
Minggu, 24 November 2013

Lukas 23:35-43

23:35 Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya. Pemimpin-pemimpin mengejek Dia, katanya: "Orang lain Ia selamatkan, biarlah sekarang Ia menyelamatkan diri-Nya sendiri, jika Ia adalah Mesias, orang yang dipilih Allah."
23:36 Juga prajurit-prajurit mengolok-olokkan Dia; mereka mengunjukkan anggur asam kepada-Nya
23:37 dan berkata: "Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!"
23:38 Ada juga tulisan di atas kepala-Nya: "Inilah raja orang Yahudi".
23:39 Seorang dari penjahat yang di gantung itu menghujat Dia, katanya: "Bukankah Engkau adalah Kristus? Selamatkanlah diri-Mu dan kami!"
23:40 Tetapi yang seorang menegor dia, katanya: "Tidakkah engkau takut, juga tidak kepada Allah, sedang engkau menerima hukuman yang sama?
23:41 Kita memang selayaknya dihukum, sebab kita menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan kita, tetapi orang ini tidak berbuat sesuatu yang salah."
23:42 Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja."
23:43 Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus."


Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, tak sedikit orang yang menggambarkan kekuasaan sebagai kekuatan untuk mempengaruhi orang lain. Seorang yang berkuasa akan mudah membuat orang lain bertekuk lutut dan melakukan apa pun yang dikehendakinya.
  • Tampaknya, dengan pengaruh kuasanya orang dapat memiliki kedudukan sosial sehingga dapat membuat aturan dan keputusan yang harus diikuti oleh orang-orang di lingkungannya. Banyak orang akan memberikan penghormatan dan hidupnya makin dapat mengenyam kenikmatan duniawi.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa kekuasaan sejati justru membuat orang mampu mengalahkan kehendaknya sendiri dan dapat membiarkan orang-orang lain menumpukkan beban kepadanya. Dalam yang ilahi perlakuan buruk apa pun yang disandang tak akan membuat penguasa sejati kehilangan daya untuk menghadirkan kebaikan.
Ah, kalau memang punya kuasa ya pasti mampu menghancurkan lawan-lawannya.

MIRAH KOK


"Rama, lelene diregani pinten?" (Rama, ikan lelenya dihargai berapa?) tanya Mas Santosa, pramurukti, kepada Rama Bambang. "Setunggal sewu kawan atus" (Rp. 1.400 satu ekor) Rama Bambang menjawab. Mas Santosa meneruskan "Jam sewelas sing ajeng tumbas dhateng" (Yang akan membeli akan datang jam 11). Ini percakapan hari ini, Sabtu 23 November 2013, sekitar jam 10.30. Dan memang benar pada jam 11.30an Mbak Tatik dari Ambarrukmo sudah menemui Rama Bambang untuk menyerahkan uang sesudah dilayani oleh Mas Heru menangkap ikan-ikan lele. Sambil menyerahkan uang Mbak Tatik berkata "Lelene tesih kathah nggih, rama?" (Ikan lelenya masih banyak ya, rama) yang disahut oleh Rama Bambang "Rong kothak kolam liyane tesih kathah" (Bersama dengan dua kothak kolam lainnya, masih banyak). "Pripun nek kula padoske bakul?" (Bagaimana kalau saya panggilkan pedagang) Mbak Tatik bertanya yang langsung dijawab Rama Bambang "Mangke kula taken riyin, mergi pun enten sing ajeng marani. Le numbas ngilonan lan saget langkung inggil" (Nanti saya tanya dahulu, karena sudah ada orang yang akan datang. Pembeliannya akan dengan ukuran kilo gram dan katanya dapat lebih tinggi harganya). "Leres, rama. Niki mirah kok" (Benar, rama. Ini murah kok) Mbak Tatik menjelaskan.

Ternyata ikan lele Domus Pacis diminati oleh banyak orang yang mendengar. Pada Kamis malam, 21 November 2013, ada yang sudah menelpon salah satu tamu Domus. Seperti Mbak Tatik penelpon adalah seorang pengusaha catering. Dia minta dikirim dan Rama Agoeng berkata kepada Rama Bambang "Kula sesuk teng Semarang mruput. Njenengan saget ngeterke teng Pakem benjing enjing jam 7?" (Saya besuk pagi akan ke Semarang. Apa Anda dapat mengantar ke Pakem besuk pagi jam 7?).  Rama Bambang berseru "Siap!" yang disambut tertawa beberapa orang tamu. Tetapi malam itu juga Rama Bambang membatalkan pengiriman yang direncanakan esuk harinya. Ini terjadi karena si tamu memberi tahu Rama Bambang bahwa yang memesan minta agar ikan lelenya dibetheti (dibersihkan kotorannya) lebih dahulu. "Wah, wegah. Batal wae. Mis murah kok njaluk dibetheti dhisik" (Wah, tidak usah. Dibatalkan saja. Sudah murah masih minta dibersihkan kotorannya lebih dahulu) kata Rama Bambang. Si tamu berkata bahwa si pemesan juga berkata "Mirah kok" (Itu murah), tetapi besok tidak memiliki waktu untuk membersihkan lebih dahulu. Si tamu bahkan berjanji akan membawa penjual ikan lele untuk datang memborong. Di pasar katanya Rp. 19.000,00 per kilo gram, sementara Mbak Tatik tadi memberi informasi bahwa di tempatnya Rp. 20.000,00 per kilo. Padahal per kilo dapat hanya berisi 8-10 ekor ikan lele. Ketika kisah ini ditulis, ada yang menelpon "Rama, besok Senin dapat dikirim lele 200 ekor?". Tentu saja Rama Bambang hanya menjawab "Okeeeeee" dengan hati berbinar-binar karena ingat kata-kata Rama Kardinal Darmaatmadja yang pernah didengarnya bahwa iman yang mendalam itu terjadi kalau dapat Ora et Labora (Berdoa dan Bekerja).

Friday, November 22, 2013

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 6)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Ingatan yang Menyakitkan

Bagaimanakah kita disembuhkan dari ingatan-ingatan yang melukai? Pertama-tama kita disembuhkan dengan membiarkannya tersedia, dengan membawanya ke luar dari sudut keterlupaan dan dengan mengingatnya sebagai bagian dari cerita hidup kita. Apa yang terlupa tidaklah tersedia, dan apa yang tak tersedia tak dapat disembuhkan. Max Scheler menunjukkan bagaimana ingatan membebaskan kita dari kuasa peristiwa-peristiwa menyakitkan yang terlupakan dan menentukan. "Mengingat", katanya, "adalah awal kemerdekaan kekuatan terselubung dari hal-hal atau peristiwa yang diingat." Kalau para imam adalah pengingat, tugas pertama mereka adalah menawarkan ruang di dalam mana ingatan-ingatan masa lalu yang melukai dapat dicapai dan dibawa kembali kepada terang tanpa rasa takut. Jikalau tanah tidak dibajak, air hujan tidak dapat mencapai benih; kalau daun-daun yang jatuh tidak disapu, sinar matahari tidak dapat menumbuhkan tanaman yang tersembunyi. Demikian juga, apabila ingatan-ingatan kita tetap terbungkus oleh ketakutan, kecemasan atau kecurigaan, Sabda Allah tak dapat menghasilkan buah.
dari The Living Reminder

Sabda Hidup


Sabtu, 23 November 2013
Klemens I, Kolumbanus, Mikhael Agustinus Pro
Warna Liturgi Hijau
Bacaan
1Mak. 6:1-13; Mzm. 9:2-3,4,6,16b,19; Luk. 20:27-40

Lukas 20:27-40
27 Maka datanglah kepada Yesus beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan. Mereka bertanya kepada-Nya: 28 "Guru, Musa menuliskan perintah ini untuk kita: Jika seorang, yang mempunyai saudara laki-laki, mati sedang isterinya masih ada, tetapi ia tidak meninggalkan anak, saudaranya harus kawin dengan isterinya itu dan membangkitkan keturunan bagi saudaranya itu. 29 Adalah tujuh orang bersaudara. Yang pertama kawin dengan seorang perempuan lalu mati dengan tidak meninggalkan anak. 30 Lalu perempuan itu dikawini oleh yang kedua, 31 dan oleh yang ketiga dan demikianlah berturut-turut oleh ketujuh saudara itu, mereka semuanya mati dengan tidak meninggalkan anak. 32 Akhirnya perempuan itupun mati. 33 Bagaimana sekarang dengan perempuan itu, siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." 34 Jawab Yesus kepada mereka: "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, 35 tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. 36 Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. 37 Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, di mana Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. 38 Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup." 39 Mendengar itu beberapa ahli Taurat berkata: "Guru, jawab-Mu itu tepat sekali." 40 Sebab mereka tidak berani lagi menanyakan apa-apa kepada Yesus.


Renungan
Suatu pandangan, paham yang tertanam begitu dalam dalam diri seseorang bisa membentuk suatu kelompok yang fanatik. Setiap pribadi dalam kelompok ini akan memegang teguh pandangan, paham kelompoknya. Segala macam cara dan alasan digunakan untuk memperkuat pandangannya. Mereka melabrak dan berusaha mengalahkan orang-orang yang berbeda paham atau belum menerima paham mereka. Orang Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan berusaha menyerang Yesus dengan jebakan masalah perkawinan.
Ada banyak paham yang mungkin berbeda dengan pemahaman kita. Ada pula aneka jebakan yang siap memasukkan kita ke dalam lobang perangkap. Menyikapi ini saya ingat suatu kompetisi yang dulu sempat ngetrend yaitu "cerdas-cermat". Setiap peserta yang mampu menjawab dengan cerdas dan cermat maka pointnya pun akan selalu bertambah. Maka marilah kita hidup cerdas dan cermat dalam menjalani hidup agar tidak dikuasai oleh jebakan kelompok yang menginginan kita masuk menjadi bagian kelompoknya.

Kontemplasi
Pejamkan matamu. Ingatlah suatu peristiwa dirimu berada dalam himpitan jebakan. Ingatlah pula tindakanmu melepaskan diri dari jebakan tersebut.

Refleksi
Tulislah pengalaman kontemplasimu dan rencanakan strategi hidupmu,

Doa
Tuhan semoga aku makin mengenal ajaranMu dan mampu melepaskan diri dari aneka jebakan yang menyesatkan. Amin.

Perutusan
Aku akan cerdas dan cermat menjalani hidupku.

Thursday, November 21, 2013

TERNYATA "HEPI HEPI SAJA"


Kemarin Kamis 21 November 2013 di Domus Pacis telah terjadi pertemuan berkaitan dengan Paguyuban Santo Barnabas Kelompok Rela Masak. Pertemuan dimulai pada jam 17.20. Hadir dalam pertemuan itu Bu Wulan, Bu Tatik, Bu Ratmi, Bu Riwi, Bu Rini, Bu Ninik, Rama Agoeng, Rama Yadi, Rama Harto, dan Rama Bambang. Bu Mumun dan Bu Vera pamit tidak dapat ikut. Bu Mumun sedang ke Lombok, dan Bu Vera harus mengganti tugas pekerja lain dalam usahanya. Ibu-ibu ini adalah koordinator dari para pemerhati masakan yang rela menyediakan  lauk dan sayuran untuk santap makan warga Domus Pacis. Dari pengalaman perjalanan penyediakan lauk dan sayuran untuk Domus Pacis oleh umat pemerhati masak, muncul dua pertanyaan, satu dari rama-rama dan satu dari para koordinator : 1) Para rama bertanya apakah kesediaan menyediakan masakan untuk Domus Pacis tidak membebani para anggota kelompok; dan 2) Para ibu bertanya apakah dimungkinkan ada orang-orang yang tidak dapat menyediakan masakan tetapi akan memberi dana uang.

Dari dua pertanyaan dan pembicaraan lain, muncul beberapa kesepakatan sebagai berikut :
  • Menurut para koordinator, para pemerhati tidak merasa terbebani. Ada yang mengatakan "Hepi hepi saja". Mereka senang dapat ikut mengurus rama-rama sepuh (tua) dan berkebutuhan khusus. Walau kebanyakan anggota "nombok" dari anggaran yang disediakan, tetapi hal ini dilakukan dengan ikhlas. Bahkan ada satu kelompok koordinasi yang tidak mau menerima anggaran yang disediakan dan akan menyumbangkan kembali untuk kepentingan lain. Memang ada 5 orang dari 71 orang anggota yang praktis akhirnya tidak dapat menjalankan penyediaan dan mengantar masakan ke Domus Pacis. Tetapi 5 orang baru segera menggantikan, karena ternyata muncul banyak warga umat yang juga ingin ikut terlibat dalam kegiatan ini. Dengan demikian setiap ada lowongan selalu siap. Semua ini dengan catatan bahwa kebanyakan dari mereka tidak dapat untuk kepentingan makan pagi. Maka untuk 13 kali makan pagi rama Domus Pacis mengusahakan sendiri. Dan ini pun ternyata, dengan pengalaman hampir 3 bulan, bukan menjadi hal yang sulit.
  • Dalam hal kemungkinan hanya menyumbang uang ada kesepakatan: 1) Kalau diurus sendiri oleh koordinator, dapat diterima dan ke Domus Pacis tetap berujud menu masakan; 2) Domus Pacis tidak menerima sumbangan uang khusus untuk kepentingan masakan, karena sumbangan uang ke Domus Pacis terbuka untuk segala kebutuhan dan kepentingan serta Domus Pacis ingin menghayati masakan sebagai tanda kasih umat.
  • Kegiatan Kelompok Rela Masak akan dilanjutkan hingga April 2014. Untuk ini setiap koordinator akan mengkonfirmasi ke para anggotanya dan kemungkinan akan adanya pergantian dan atau penambahan anggota baru. Pada tanggal 6 Desember 2013 para koordinator akan berjumpa lagi dengan para rama Domus Pacis untuk membicarakan tindak lanjut sesudah akhir Desemebr 2013.
  • Direncanakan untuk mempertemukan semua anggota pemerhati masak, baik yang lama maupun yang baru, dengan warga Domus Pacis dalam acara Natalan besok Minggu tanggal 5 Januari 2014.

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 5)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Rasa Rendah Diri

Sudah sejak lama aku menganggap rasa rendah diri sebagai semacam keutamaan. Begitu seringnya aku diperingatkan untuk melawan kebanggaan dan tinggi hati sehingga aku menganggap bahwa adalah baik untuk menyangkal diri sendiri. Tetapi sekarang aku menyadari bahwa dosa yang sebenarnya adalah menyangkal kasih Allah pertama-tama terhadapku, mengabaikan kebaikan asliku. Karena tanpa memperoleh kasih pertama itu serta kebaikan asli bagiku sendiri, aku kehilangan hubungan dengan diriku sendiri serta memasuki pencarian destruktif di antara orang-orang yang salah dan di tempat-tempat yang salah untuk apa yang hanya dapat ditemukan di rumah Bapaku.

Rupanya aku tidak sendirian dalam perjuangan untuk memperoleh kasih Allah yang pertama serta kebaikan asliku. Di bawah penonjolan diri manusiawi, persaingan dan perseteruan; di bawah banyak rasa percaya diri dan bahkan kesombongan, seringkali ada hati yang paling merasa tidak aman, lebih merasa tidak pasti akan diri sendiri daripada perilaku ke luar yang mengarahkan orang untuk percaya. Seringkali aku terkejut menemukan bahwa orang-orang dengan talenta yang jelas dan memperoleh banyak hadiah atas pencapaian mereka mempunyai bergitu banyak perasaan ragu-ragu mengenai kebaikan dirinya sendiri. Ketimbang mengalami kesuksesannya ke luar sebagai tanda keindahan batin mereka, mereka memakainya sebagai selubung rasa tidak berguna diri mereka sendiri. Banyak orang punya cerita-cerita mengejutkan yang menawarkan alasan-alasan yang sangat gamblang akan rasa rendah diri mereka: cerita mengenai orangtua yang tidak memberikan apa yang mereka butuhkan, mengenai guru-guru yang tidak memperlakukan mereka dengan baik, mengenai teman-teman yang mengkhianati mereka, dan mengenai Gereja yang meninggalkan mereka begitu saja pada saat kritis dalam hidup mereka.

Perumpamaan mengenai anak yang hilang adalah cerita yang menyatakan tentang kasih yang telah ada sebelum penolakan apapun dimungkinkan dan akan tetap ada sesudah semua penolakan terjadi. Itulah kasih Allah yang pertama dan tak berakhiran, Dia-lah Bapa sekaligus Ibu. Itulah air mancur dari segala kasih manusiawi sejati, bagaimanapun kecilnya. Seluruh hidup dan ajaran Yesus mempunyai satu sasaran: menyatakan kasih Allah-Nya yang tak terbatas sebagai Bapa dan Ibu, serta menunjukkan jalan supaya kasih itu membimbing setiap bagian dari hidup kita sehari-hari. Dalam lukisan ayah yang dilukis oleh Rembrandt, ia menawarkan kepadaku secercah kasih itu. Itulah kasih yang selalu menyambut kita kembali pulang dan selalu ingin merayakannya.
dari The Return of the Prodigal Son

Lamunan Pesta Wajib


Santa Sesilia, Perawan dan Martir
Jumat, 22 November 2013

Lukas 19:45-48

19:45 Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ,
19:46 kata-Nya kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun."
19:47 Tiap-tiap hari Ia mengajar di dalam Bait Allah. Imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat serta orang-orang terkemuka dari bangsa Israel berusaha untuk membinasakan Dia,
19:48 tetapi mereka tidak tahu, bagaimana harus melakukannya, sebab seluruh rakyat terpikat kepada-Nya dan ingin mendengarkan Dia.


Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, agama juga berurusan dengan berbagai kebutuhan dan kepentingan duniawi. Apalagi dalam agama yang mengurus umat dengan institusi, orang akan dihadapkan dengan urusan harta dan keuangan bagi kebutuhan tempat ibadat, fasilitas berbagai kegiatan, ketenagaan, dan mungkin masih ada lainnya.
  • Tampaknya, karena berurusan dengan harta dan keuangan, agama dapat menggunakan cara-cara dunia bisnis. Untuk mendapatkan uang agama dapat menyelenggarakan perdagangan baik usaha jual beli barang maupun jasa.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa lembaga keagamaan berkaitan dengan urusan pengembangan hidup rohani, yang mengkhususkan diri dalam olah kepekaan hidup bergaul mesra dengan suara-suara relung kalbu, sehingga tidak berurusan dengan usaha cari keuntungan finansial atau profit oriented. Dalam yang ilahi tatanan keagamaan selalu menjadi arena umat belajar dan berlatih terus menerus mengolah daya-daya diri, mengembangkan diri, dan melibatkan diri demi kepentingan umum.
Ah, kalau begitu agama hanya akan jadi pemeras kekayaan umat.

Wednesday, November 20, 2013

BIASA LALI


"Mbak Tariiiii ...." Rama Bambang memanggil salah satu pekerja di Domus Pacis yang langsung terdengar suaranya "Nggih, rama" (Ya, rama). Ini terjadi pada kemarin Rabu sore 20 November 2013 sekitar jam 05.15. "Nyuwun tulung njenengan gorengke tigan. Diceplok. Dingge saomah" (Minta tolong digorengkan telor mata sapi. Untuk orang serumah) Rama Bambang berkata yang diiyakan oleh Mbak Tari. Kemudian Rama Bambang pergi diantar oleh salah satu tamu, yang kebetulan juga anggota Kelompok Rela Masak untuk Domus Pacis. Sejam kemudian Rama Bambang sudah masuk Domus dan tamu itu membantu Mas Santosa, pramurukti, memindah bungkusan-bungkusan menu yang dibeli oleh Rama Bambang ke mangkuk dan talam. Dan ketika sudah di meja makan, tampaklah pembelian angkringan itu seperti sajian menu restoran atau catering pesta dengan porsi seperti di rumah makan cina.

Jam 06.30 lebih masuklah Rama Yadi, Rama Tri Wahyono, dan Rama Harto disertai oleh Mbak Tari dan tamu anggota rela masak Domus ke dalam ruang makan. Sementara itu Rama Bambang menjadi seperti tuan rumah yang mempersilahkan mereka menyantap hidangan. Sesudah doa pembuka makan, maka Rama Bambang berkata "Silahkan menikmati menu istimewa. Dan yang paling istimewa adalah nasi gooooooreng." Para rama tertawa kegelian. Ketika Rama Yadi menciduk bakmi godog sepiring penuh, Rama Bambang berkata "Mboten sekul goreng, ta?" (Tidak menyantap nasi goreng?). "Niku ben ngge Rama Tri" (Biarlah itu untuk Rama Tri) jawab Rama Yadi yang disambut tertawa lagi oleh rama-rama. Rama Tri dan Rama Harto dengan lahap menyantap nasi goreng, yang walau sudah diambil banyak masih ada sisa yang dapat disantap oleh dua orang. Begitu pula dengan bakmi godog yang dinikmat oleh Rama Yadi dan si tamu anggora rela masak. Bahkan Rama Yadi masih menambah menciduknya, tetapi bakmi itu masih tampak banyak di mangkuk. "Para rama suka nasi goreng dan bakmi, ta?" tanya anggota rela masuk yang langsung ditanggapi oleh Rama Bambang "Ya mung nggo selingan. Nek iki terus ya cilaka. Kebetulan wae pas ana sing terhalang ora isa masak. Jan-jane arep ditukokke neg restoran mahal. Ning terus takjaluk takurus dhewe" (Ya sekedar untuk variasi. Kalau ini terus ya celaka. Kebetulan ada yang terhalang melaksanakan giliran masak. Sebenarnya beliau aka membelikan di rumah makan mahal. Tapi aku memintanya untuk mengurus sendiri).

Tiba-tiba Rama Tri Wahyono yang sudah menyantap banyak nasi goreng mengambil juga bakmi. "Lho, kowe kan dijatah sega goreng" (Lho, jatahmu nasi goreng, kan?) tegur canda Rama Bambang, "Iki ya enak, kok" (Ini juga enak) kata Rama Tri. Sekali lagi para rama tertawa-tawa kecuali Rama Harto yang menahan tawa karena mulut penuh nasi goreng. Si Tamu dan Mbak Tari ikut tertawa dengan canda para rama. Tetapi mereka tidak tahu bahwa di balik itu ada peristiwa yang datang dari iklim rumah tua. Pada hari Selasa 19 November 2013 waktu makan malam Rama Tri dengan nada sesal berkata "Endi sega gorenge?" (Mana nasi gorengnya?), yang disahut oleh Rama Yadi "Sesuk" (Besok). "Wingi rak muni arep nukokke sega goreng" (Kemarin sudah bilang akan membelikan nasi goreng) kata Rama Tri sambil memandang Rama Bambang tampak  menyesali. "Wingi apa? Lehku omong ki lagi mau awan" (Kemarin apa? Bicaraku kan baru tadi siang) bantah Rama Bambang. Rama Yadi melerai "Wiiis .... wis. Rama Tri rak wis biasa lali, ta?" (Sudaaaah .... sudahlah. Rama Tri kan sudah biasa lupa, ta?). Mendengar kata-kata Rama Yadi semua jadi tertawa termasuk Rama Tri.

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 4)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Penolakan Diri

Salah satu bahaya terbesar dalam kehidupan spiritual adalah penolakan diri. Manakala kita berkata, "Kalau orang benar-benar mengenal aku, mereka tak akan mencintaiku," kita memilih jalan menuju kepada kegelapan. Seringkali kita dibuat percaya bahwa penyangkalan diri adalah suatu keutamaan yang disebut rendah hati. Namun kerendahan hati dalam realita bertolak belakang dari penyangkalan diri. Kerendahan hati adalah suatu pengakuan kebersyukuran bahwa kita berharga di mata Allah dan bahwa kita semua adalah karunia yang murni. Untuk bertumbuh melampaui penolakan diri kita harus mempunyai keberanian untuk mendengarkan Suara yang memanggil kita, anak-anak Allah yang terkasih, dan keteguhan untuk selalu menjalani hidup kita seturut kebenaran ini.
dari Bread of the Journey

Sabda Hidup


Kamis, 21 November 2013
Peringatan Wajib SP Maria Dipersembahkan kepada Allah
Warna Liturgi Putih
Bacaan
1Mak. 2:15-29; Mzm. 50:1-2,5-6,14-15; Luk. 19:41-44

Lukas 19:41-44
41 Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, 42 kata-Nya: "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. 43 Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, 44 dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau."


Renungan
Suatu kali saya ditelpon seorang mahasiswa. Di telpon dia menangis dan meminta saya datang ke rumah sakit karena ayahnya kritis. Kebetulan saya lagi dekat dengan rumah sakit. Saya pun datang ke sana. Suasananya sangat kaku. Semua yang di situ tampak sedih dan tegang. Saya datangi yang sakit dan semua kuajak berdoa. Walau si sakit dan sanak keluarganya menjadi agak tenang namun suasana pedih dan tegang itu masih terlihat.
Rasanya setiap orang bisa mengalami seperti itu. Sekuat apapun seseorang akan merasa sedih kala orang yang dicintainya dalam keadaan tak berdaya. Apalagi bila ketidakberdayaan itu kena pada dirinya sendiri. Yesus pun mengalami kepedihan itu. Yerusalem tak mampu menangkap makna kehadiranNya dengan baik. Bahkan di sanalah Ia harus menderita. Namun hal itu tak mengendorkan langkah dan harapannya.

Kontemplasi
Pejamkan matamu. Bayangkan cintamu tak dimengerti orang-orang di sekitarmu. Mereka acuh dan mencemoohmu, bahkan hendak mencelakaimu. Rasakan suasana ketidakberdayaan itu.

Refleksi
Tulislah pengalamanmu berada dalam kepedihan dan ketidakberdayaan.

Doa
Tuhan semoga aku mampu mengatasi kondisi-kondisi ketidakberdayaanku. Amin.

Perutusan
Aku akan menghibur mereka yang sedih dan menguatkan yang tak berdaya.