Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Wednesday, November 6, 2013

DOA YANG SUNGGUH INTENS


Ini adalah kejadian pada hari Selasa 5 November 2013. Rama-rama yang biasa hadir dalam Novena Seminar di Domus Pacis bersama para relawati-relawan Novena mengadakan "Tutupan Pelayanan Novena 2013". Novena ini berlangsung setiap Minggu Pertama dari Maret hingga November. Acara ini diisi dengan pergi ke Gua Maria Pemersatu di Wilayah Tengklik, Paroki Jumapolo, Kevikepan Surakarta. Selain itu pada perjalanan pulang juga ada acara kunjungan ke Keluarga Rama Agoeng. Jumlah peserta dalam rombongan ini ada 18 orang yang terdiri dari 10 orang ibu, 4 orang bapak, dan 4 orang rama. Ibu-ibunya adalah Bu Mumun, Bu Wardi, Bu Tatik, Bu Titik, Bu Rini, Bu Wiwik, Bu Sri, Bu Sari, Bu Ratmi, dan Bu Mardanu. Bapak-bapaknya terdiri dari Pak Pariono, Pak Handoko, Pak Kus, dan Pak Tukiran. Sedang ramanya adalah Rama Agoeng, Rama Yadi, Rama Tri Wahyono, dan Rama Bambang. Rombongan berangkat jam 07.15 pagi dari Domus Pacis lewat Sala Baru, Sukoharjo, dan membelah pegunungan sampai di Tengklik sekitar jam 09.30. Sebenarnya masih ada 1 orang relawati yang sebenarnya mau ikut tetapi gagal, yaitu Bu Laksono. Ketika acara ini berlangsung, sebagai orang yang tinggal sendiri di rumahnya, Bu Laksono tidak dapat meninggalkan rumah karena semua anaknya yang studi dan kerja liburan pulang.

Di tempat ziarah Gua Maria Pemersatu, Tengklik, rombongan terpecah dalam 3 kelompok. Rama-rama Domus berkelompok duduk omong-omong dengan Rama Giyana, rama paroki Jumapolo yang kebetulan sedang berada di tempat ziarah. Pada waktu itu memang ada beberapa rombongan peziarah. Bu Titik dan Bu Rini berdoa sendiri berdampingan duduk di tikar di bawah rindangnya pohon. Yang lain kembali lagi dari tempat pertama untuk melakukan Doa Jalan Salib bersama. Sekitar jam 12.00 rombongan berangkat lagi meneruskan perjalanan lewat Karanganyar. Di Palur rombongan berhenti untuk santap siang di Rumah Makan Bu Better yang khusus menyediakan ayam tim goreng. Khusus untuk Rama Bambang, Bu Mumun dan Bu Rini membelikan capjay sayur di rumah makan sebelahnya. Selain Rama Agoeng, bagi yang lain ini adalah menu kuliner pertama dalam pengalaman. Selesai santap siang, perjalanan diteruskan ke Klaten mampir berkunjung ke bunda-ayah, adik, dan kakak-kakak Rama Agoeng.  Sebelum masuk kota Klaten rombongan menyaksikan suasana porak poranda kerusakan rumah, atap bangunan, baliho dan beberapa lain akibat angin badai yang baru saja melanda menyertai hujan lebat.

Jam 14.00 lebih sampailah rombongan di kampung Tegal Blateran, Klaten. Keluarga Rama Agoeng sudah bersiap menerima kedatangan rombongan dengan payung-payung agar tidak basah kena hujan yang masih deras. Sebenarnya di rumah itu yang tinggal hanyalah orang tua Rama Agoeng berdua. Yang lainnya datang khusus untuk ikut menyambut rombongan teman-teman Rama Agoeng. Kesiapan makin meyakinkan ketika masuk kamar tamu ternyata sudah ada banyak makanan yang tersedia di meja-meja bagaikan peristiwa Idul Fitri. Suasana kunjungan ini sungguh amat semarak dan akrab. Dan di sini pula rombongan dapat berceritera peristiwa-peristiwa di tempat ziarah, makan ayam tim goreng, dan akibat angin badai yang melanda Klaten luar kota. Tentu saja banyak hal ceritera yang membuat tertawa. Bahkan segala yang tampak memalukan pun menjadi kabar sukacita.

Suasana guyuban iman barangkali menjadikan segalanya kabar gembira baik bagi yang bersangkutan maupun yang lain. "Wah, mau Bu Titik ro Bu Rini ora melu doa Jalan Salib. Khusuk doa dhewe. Mesthi duwe panyuwunan khusus" (Wah, tadi Bu Titik dan Bu Rini tidak ikut doa Jalan Salib. Sendiri berdoa dengan khusuk. Pasti punya permohonan khusus) salah satu ibu nyeletuk. Barangkali komentar ini muncul karena Bu Rini sebelumnya berkata "Jarene neng tempat pertama tempat ziarah, nek nyenyuwun mesthi dikabulke" (Katanya di tempat pertama tempat ziarah, kalau memohon pasti dikabulkan). "Saking khusuke nganti fly" (Karena terlalu khusus sampai ketiduran) salah satu bapak berseru. Tentu saja semua tertawa terbahak-bahak. Bu Titik dan Bu Rini memang tertelentang tidur dengan nyenyak sampai rombongan Jalan Salib selesai. Rama Bambang menyambung "Rini ora krasa nek mau dirubung cak-cah cilik dha ngiling-ilingi raine. Mbokmenawa dha gumun weruh rupa aneh" (Bu Rini tidak merasa kalau tadi ada banyak anak kecil merubung memandang wajahnya. Barangkali heran melihat wajah aneh). "Yang beneeeer ....." kata Bu Rini. "Takona Rama Yadi" (Tanya saja ke Rama Yadi) jawab Rama Bambang sambil matanya menyipit memberi kode pada Rama Yadi. "Enggih, ta rama?" (Benarkah, rama) tanya Bu Rini ke Rama Yadi. Rama Yadi kemudian berkata dengan nada rendah sehingga semua menjadi hening mendengarkan: "Kana kae, bekas kuburan. Biyen klebu angker" (Tempat itu adalah bekas tanah kuburan. Dulu termasuk tempat yang menakutkan). "Nah, mulane mau akeh cah-cah cilik teka" (Nah, maka tadi banyak anak kecil datang) sambung Rama Bambang. Kebanyakan yang mendengarkan mengangguk-angguk. Bu Rini bertanya ke Rama Yadi "Tadi Rama dapat melihat?" yang dijawab oleh Rama Bambang "Ya mesthi wae" (Ya tentu saja). Salah satu ibu berkata "Kalau begitu Rama Yadi termasuk dapat melihat roh-roh ya?" Semua terkagum-kagum kecuali Rama Agoeng, Rama Bambang, dan Rama Yadi sendiri yang hanya tersenyum-senyum.

1 comments:

riwidwi said...

hiks... hiks.... aku tidak diajak....

Post a Comment