Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, November 18, 2013

HALANG-RINTANG EMOSIONAL (Sajian 2)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Kepahitan

Kepahitan dan  kebersyukuran tidak dapat berada bersama-sama, karena kepahitan memblokir persepsi dan pengalaman hidup sebagai karunia. Kepahitan mengatakan bahwa aku tidak menerima apa yang menjadi hakku. Hal itu selalu mewujud pada keiri-hatian.

Akan tetapi, kebersyukuran melampaui "milikku" dan "milikmu" serta memperoleh kebenaran bahwa semua kehidupan adalah karunia murni. Di masa lalu aku selalu berpikir mengenai kebersyukuran sebagai tanggapan spontan atas kesadaran akan karunia yang kuterima, tetapi sekarang aku menyadari bahwa kebersyukuran dapat pula dialami sebagai pelatihan. Pelatihan kebersyukuran adalah upaya yang eksplisit untuk mengakui bahwa semuanya tentang diriku dan yang kumiliki diberikan kepadaku sebagai karunia kasih, karunia  untuk dirayakan dengan sukacita.

Kebersyukuran sebagai pelatihan melibatkan pilihan sadar. Aku dapat memilih untuk bersyukur bahkan jika emosiku dan perasaanku masih terlarut dalam kesakitan dan kepahitan. Sungguh menakjubkan betapa banyak keajaiban-keajaiban mewujud di mana aku dapat memilih untuk bersyukur daripada mengeluh. Aku dapat memilih untuk bersyukur manakala aku dikritik, bahkan ketika hatiku masih menanggapi dalam kepahitan. Aku dapat memilih berbicara mengenai kebaikan dan keindahan, bahkan ketika mata batinku masih mencari seseorang untuk dituduh atau sesuatu untuk disebut jelek. Aku dapat memilih untuk mendengarkan suara-suara yang mengampuni dan memandang kepada wajah-wajah yang tersenyum, bahkan sambil aku masih mendengar kata-kata pembalasan dan melihat kernyitan-kernyitan kebencian.

Selalu akan ada pilihan antara kepahitan dan kebersyukuran karena Allah telah hadir dalam kegelapanku, menyuruh aku kembali ke rumah, dan menyatakan dengan suara penuh afeksi: "Engkau ada bersamaku selalu, dan semua milikku adalah milikmu". Betul, aku dapat memilih tinggal di dalam kegelapan tempatku sendiri, menuding mereka yang kelihatannya lebih enak dariku, meratapi banyak ketidak-beruntungan yang mendera di masa lalu, dan dengan begitu  membungkusku di dalam kepahitanku. Namun aku tidak harus melakukan hal ini. Ada opsi yang memandang mata Dia yang datang untuk mencariku dan melihat di dalam-Nya bahwa diriku dan milikku semuanya adalah murni karunia yang patut disyukuri.
dari The Return of the Prodigal Son

0 comments:

Post a Comment