Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, November 7, 2013

MEMELUK KESEPIAN (Sajian 2)


Kolom "Pastoral Ketuaan" akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Pembelokan Perhatian

Akar kesepian sangat dalam dan tak dapat disentuh oleh iklan optimisme, gambar-gambar pengganti tentang cinta, atau kebersamaan sosial. Kesepian memperoleh makanannya dari kecurigaan bahwa tiada seorangpun yang memperhatikan dan menawarkan kasih tanpa syarat, dan tiada tempat di mana kita bisa merasa rapuh tanpa dimanfaatkan. Banyak penolakan kecil-kecil setiap harinya - suatu senyuman sarkastis, komentar sambil lalu, penolakan yang tegas, atau kesunyian yang pahit - mungkin tidak punya maksud apa-apa dan hampir-hampir tidak berharga untuk diperhatikan kalau saja hal itu tidak terus menerus membangkitkan ketakutan dasar manusiawi akan ditinggalkan sendirian sama sekali dengan "kegelapan ... sebagai satu-satunya teman yang masih ada" (Mazmur 88). Inilah kesepian manusiawi yang paling mendasar yang mengancam kita dan begitu sulit untuk dihadapi. Terlalu sering kita akan berbuat apa saja yang mungkin untuk menghindari konfrontasi dengan pengalaman kesendirian, dan kadang-kadang kita mampu menciptakan alat-alat yang paling cerdik yang menghalangi kita diingatkan kepada kondisi ini. Budaya kita telah menjadi paling canggih dalam penghindaran sakit, tidak saja sakit fisik tetapi juga sakit emosional dan mental. Kita tidak saja menguburkan orang mati sepertinya mereka masih hidup, tetapi kita juga menguburkan kesakitan kita seakan-akan rasa sakit itu tidak benar-benar ada. Kita telah menjadi begitu terbiasa dengan status mati rasa ini sehingga kita menjadi panik kalau tidak ada sesuatu atau seseorang yang masih ada untuk membelokkan perhatian kita.

 ... Dengan melarikan diri dari kesepian kita dan dengan mencoba mengganggu diri kita sendiri oleh orang-orang dan pengalaman-pengalaman khusus, kita tidak menghadapi kesulitan manusiawi kita secara realistis. Kita ada dalam bahaya untuk menjadi orang-orang tak bahagia yang menderita banyak keinginan-keinginan tak terpuaskan, serta tersiksa oleh keinginan dan harapan yang tak akan pernah terpenuhi. Bukankah semua kreativitas menuntut perjumpaan tertentu dengan kesepian kita, dan bukankah ketakutan untuk menghadapi perjumpaan ini begitu membatasi ekspresi diri kita yang dimungkinkan?
dari Reaching Out

0 comments:

Post a Comment