Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Wednesday, November 20, 2013

BIASA LALI


"Mbak Tariiiii ...." Rama Bambang memanggil salah satu pekerja di Domus Pacis yang langsung terdengar suaranya "Nggih, rama" (Ya, rama). Ini terjadi pada kemarin Rabu sore 20 November 2013 sekitar jam 05.15. "Nyuwun tulung njenengan gorengke tigan. Diceplok. Dingge saomah" (Minta tolong digorengkan telor mata sapi. Untuk orang serumah) Rama Bambang berkata yang diiyakan oleh Mbak Tari. Kemudian Rama Bambang pergi diantar oleh salah satu tamu, yang kebetulan juga anggota Kelompok Rela Masak untuk Domus Pacis. Sejam kemudian Rama Bambang sudah masuk Domus dan tamu itu membantu Mas Santosa, pramurukti, memindah bungkusan-bungkusan menu yang dibeli oleh Rama Bambang ke mangkuk dan talam. Dan ketika sudah di meja makan, tampaklah pembelian angkringan itu seperti sajian menu restoran atau catering pesta dengan porsi seperti di rumah makan cina.

Jam 06.30 lebih masuklah Rama Yadi, Rama Tri Wahyono, dan Rama Harto disertai oleh Mbak Tari dan tamu anggota rela masak Domus ke dalam ruang makan. Sementara itu Rama Bambang menjadi seperti tuan rumah yang mempersilahkan mereka menyantap hidangan. Sesudah doa pembuka makan, maka Rama Bambang berkata "Silahkan menikmati menu istimewa. Dan yang paling istimewa adalah nasi gooooooreng." Para rama tertawa kegelian. Ketika Rama Yadi menciduk bakmi godog sepiring penuh, Rama Bambang berkata "Mboten sekul goreng, ta?" (Tidak menyantap nasi goreng?). "Niku ben ngge Rama Tri" (Biarlah itu untuk Rama Tri) jawab Rama Yadi yang disambut tertawa lagi oleh rama-rama. Rama Tri dan Rama Harto dengan lahap menyantap nasi goreng, yang walau sudah diambil banyak masih ada sisa yang dapat disantap oleh dua orang. Begitu pula dengan bakmi godog yang dinikmat oleh Rama Yadi dan si tamu anggora rela masak. Bahkan Rama Yadi masih menambah menciduknya, tetapi bakmi itu masih tampak banyak di mangkuk. "Para rama suka nasi goreng dan bakmi, ta?" tanya anggota rela masuk yang langsung ditanggapi oleh Rama Bambang "Ya mung nggo selingan. Nek iki terus ya cilaka. Kebetulan wae pas ana sing terhalang ora isa masak. Jan-jane arep ditukokke neg restoran mahal. Ning terus takjaluk takurus dhewe" (Ya sekedar untuk variasi. Kalau ini terus ya celaka. Kebetulan ada yang terhalang melaksanakan giliran masak. Sebenarnya beliau aka membelikan di rumah makan mahal. Tapi aku memintanya untuk mengurus sendiri).

Tiba-tiba Rama Tri Wahyono yang sudah menyantap banyak nasi goreng mengambil juga bakmi. "Lho, kowe kan dijatah sega goreng" (Lho, jatahmu nasi goreng, kan?) tegur canda Rama Bambang, "Iki ya enak, kok" (Ini juga enak) kata Rama Tri. Sekali lagi para rama tertawa-tawa kecuali Rama Harto yang menahan tawa karena mulut penuh nasi goreng. Si Tamu dan Mbak Tari ikut tertawa dengan canda para rama. Tetapi mereka tidak tahu bahwa di balik itu ada peristiwa yang datang dari iklim rumah tua. Pada hari Selasa 19 November 2013 waktu makan malam Rama Tri dengan nada sesal berkata "Endi sega gorenge?" (Mana nasi gorengnya?), yang disahut oleh Rama Yadi "Sesuk" (Besok). "Wingi rak muni arep nukokke sega goreng" (Kemarin sudah bilang akan membelikan nasi goreng) kata Rama Tri sambil memandang Rama Bambang tampak  menyesali. "Wingi apa? Lehku omong ki lagi mau awan" (Kemarin apa? Bicaraku kan baru tadi siang) bantah Rama Bambang. Rama Yadi melerai "Wiiis .... wis. Rama Tri rak wis biasa lali, ta?" (Sudaaaah .... sudahlah. Rama Tri kan sudah biasa lupa, ta?). Mendengar kata-kata Rama Yadi semua jadi tertawa termasuk Rama Tri.

0 comments:

Post a Comment