Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Friday, September 27, 2013

MENGUSIR KEGELAPAN (Sajian 3)


Kolom "Pastoral Ketuaan" untuk beberapa hari ini akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Awan-awan Kekuasaan

Pertanyaannya: "Sampai berapa jauh kita adalah tuan di bawah atap rumah kita sendiri?" Pertama-tama, dalam Gereja Katolik kita cepat-cepat mendelegasikan tanggungjawab tetapi sangat lamban mendelegasikan kewenangan. Banyak kotbah, kuliah dan perbincangan ditujukan untuk meyakinkan tanggungjawab luar biasa imam di dalam dunia modern. Namun kewenangan yang melekat dalam tanggungjawab itu tidak selalu merupakan satu paket. Seorang imam mempunyai tanggungjawab untuk membuat atmosfir nyaman di paroki, namun ia tidak selalu dapat mengubah peraturan-peraturan yang bertanggungjawab bagi suatu liturgi yang bermakna, tetapi dia tidak dapat melakukan banyak eksperimen; bertanggungjawab akan pengajaran yang baik, namun ia harus mengikuti urutan hal-hal yang sudah digariskan, dan terutama bertanggungjawab akan nasihat yang baik, namun ia tidak merasa bebas untuk memberikan pendapat pribadinya karena ia harus mewakili kewenangan seseorang yang lain ketimbang kewenangannya sendiri. Realitasnya, ini berarti bahwa dalam tatanan institusionalisasi total setiap lingkaran kehidupan dikontrol dari satu titik sentral. Ada keuntungan-keuntungan tersendiri dalam hal ini. Bagaimanapun, jendral suatu angkatan darat tidak dapat memenangkan perang kalau ia hanya memiliki komando yang tidak penuh atas pasukannya atau jika komando itu hanya berlaku dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Akan tetapi pertanyaannya untuk seorang imam apakah ia betul-betul sedang dalam keadaan perang.

Namun ada suatu problim yang mungkin lebih rumit, yaitu problim pemerintahan bayangan. Mereka yang mempunyai kewenangan tak selalu tahu seberapa banyak kewenangan yang mereka punyai. Seringkali mereka menderita karena kurangnya kejelasan.  Superior sebuah rumah tidak tahu seberapa jauh dia dapat bertindak karena seorang uskup mengawasinya dari suatu tempat: sang uskup tidak tahu seberapa jauh dia dapat bertindak karena delegatus apostolik mengawasi di belakangnya, dan delegatus apostolik tidak tahu persis apakah yang dipikirkan oleh Roma. Problimnya bukanlah bahwa seseorang mempunyai kewenangan lebih dari yang lain, namun tidak adanya kejelasan dan semakin jauh seorang berada dari problimnya, semakin tebal awan menutupinya. Mungkin banyak ketakutan dan kecemasan mengenai kewenangan tidak terlalu terkait dengan kekuasaan tetapi dengan kekaburan kekuasaan, yang menyebabkan orang-orang yang bertanggungjawab selalu tergantung seperti bayang-bayang di udara. Tak seorangpun tahu siapa mengatakan apa dan semakin jauh dari rumah, orang menjadi semakin kabur dan anonim. Inilah yang kumaksud dengan pemerintahan bayangan, yang membuat acuan menetap kepada keabadian, di mana semua garis melebur bersama-sama dalam suatu misteri setengah suci yang tak dapat disentuh.

dari Intimacy

Lamunan Pekan Biasa XXV


Jumat, 28 September 2013

Lukas 9:43b-45

9:43b Ketika semua orang itu masih heran karena segala yang diperbuat-Nya itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya:
9:44 "Dengarlah dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia."
9:45 Mereka tidak mengerti perkataan itu, sebab artinya tersembunyi bagi mereka, sehingga mereka tidak dapat memahaminya. Dan mereka tidak berani menanyakan arti perkataan itu kepada-Nya.


Butir-butir Permenungan
  • Tampaknya, orang yang dapat membuat prestasi di tengah masyarakat akan mudah sekali untuk mendapatkan popularitas. Sebagai orang yang terkenal dia akan mudah sekali mendapatkan berbagai kemudahan untuk banyak hal yang dibutuhkan.
  • Tampaknya, kalau mampu berbuat yang menakjubkan banyak orang dan melakukan yang gagal dilakukan oleh orang-orang lain, orang itu akan menjadi sosok yang amat dibutuhkan oleh banyak warga masyarakat. Hidupnya akan terjaga dan aman karena banyak orang melindungi dan membelanya terhadap segala ancaman.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa dalam yang ilahi makin populer dan berprestasi orang, dia makin sadar akan kedekatannya dengan derita akibat perbuatan orang-orang yang bernafsu duniawi. Makin berprestasi orang makin bingunglah orang-orang sekitar dan makin takutlah untuk sekedar bertanya.
Ah, orang yang hebat ya pasti tak akan membawa permasalahan.

Thursday, September 26, 2013

MENGUSIR KEGELAPAN (Sajian 2)


Kolom "Pastoral Ketuaan" untuk beberapa hari ini akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Perwahyuan

Mungkin definisi terbaik tentang perwahyuan adalah pengungkapan kebenaran bahwa mencintai itu aman. Dinding-dinding kecemasan kita, penderitaan kita, kesempitan kita dihancurkan dan suatu cakrawala yang lebarnya tak terbatas timbul. "Kita harus mengasihi karena Dia telah mengasihi lebih dahulu." Memeluk dalam kerapuhan adalah aman karena bersama-sama kita menempatkan diri di dalam tangan-tangan yang mengasihi. Menyediakan diri adalah aman karena seseorang mengatakan bahwa kita berdiri di atas tanah yang kekar. Berserah diri adalah aman karena kita tidak akan jatuh ke dalam lubang yang gelap tetapi masuk ke rumah yang menyambut kita. Menjadi lemah itu aman karena kita dikelilingi oleh kekuatan yang kreatif.

Mengatakan dan menghidupi hal ini adalah suatu cara baru untuk memahami. Kita tidak dikelilingi oleh kegelapan tetapi oleh terang. Ia yang mengenal terang ini akan melihatnya. Yang lumpuh berjalan, yang tuli mendengar, yang bisu berbicara, yang buta melihat, dan gunung-gunung dipindahkan. Seseorang muncul di depan kita dan berkata: "Tanda cinta adalah tanda kelemahan: seorang bayi yang dibungkus dengan kain lampin dan tidur di palungan." Itulah kemuliaan Allah, damai dunia, dan kehendak baik bagi semua manusia.

dari Intimacy

Sabda Hidup


Jumat, 27 September 2013
Peringatan Wajib St. Vinsensius a Paulo
Warna Liturgi Putih
Bacaan
Hag. 2:1-9; Mzm. 43:1,2,3,4; Luk. 9:18-22

Lukas 9:18-22
18 Pada suatu kali ketika Yesus berdoa seorang diri, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Ia bertanya kepada mereka: "Kata orang banyak, siapakah Aku ini?" 19 Jawab mereka: "Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia, ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit." 20 Yesus bertanya kepada mereka: "Menurut kamu, siapakah Aku ini?" Jawab Petrus: "Mesias dari Allah." 21 Lalu Yesus melarang mereka dengan keras, supaya mereka jangan memberitahukan hal itu kepada siapapun. 22 Dan Yesus berkata: "Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga."

Renungan
Yesus mencari tahu pandangan para murid pada diriNya. Ternyata ada banyak pandangan yang mereka himpun dari khalayak (Luk. 9:19). Yesus menghendaki pandangan mereka sendiri. Dan Petrus mewakili para murid menegaskan siapa Yesus baginya (Luk. 9:20).
Mungkin di antara kita ada yang pernah meminta pendapat orang tentang diri kita: menurut mereka siapa aku ini. Dari jawaban mereka kita akan menemukan sisi positif dan negatif kita. Mungkin senyum akan mengembang kala banyak penilaian positif, dan mungkin akan cemberut ketika yang negatif tersampaikan. Ada kecenderungan kita resistent terhadap pandangan negatif. Tidak sedikit yang marah-marah dan menjadi murung karena penilaian tersebut.
Yesus dijuluki Petrus sebagai "Mesias dari Allah" (Luk. 9:20). Dalam kacamata Petrus itu suatu penilaian yang sangat positif. Mesias adalah pribadi unggul yang diharapkan kehadirannya untuk membebaskan bangsa Israel dari penjajah. Ia yang akan memimpin pembebasan itu. Yesus tidak dikuasai oleh pandangan tersebut. Ia menunjukkan mesianitasnya sebagai mesias yang menderita, dibunuh dan bangkit. Ia malah menunjukan sisi negatif (bc. memprihatinkan) dari sang terpilih.
Dalam yang gelap ada terang, dan dalam terang ada sisi gelap. Apapun penilaian positif menyisakan ruang untuk berwaspada dari buaian. Penilaian negatif menggerakkan ruang transformasi hidup. Maka apa pun penilaiannya, jalan dan panggilan Tuhan adalah pelita yang menuntun perjalanan hidup manusia.

Kontemplasi
Bayangkan dirimu lagi meminta orang menilai dirimu. Ikutilah perasaan-perasaan yang mengikuti kala penilaian tersebut disampaikan.

Refleksi
Hal-hal apa yang selalu menggerakkanmu untuk mendekati Yesus? Mengapa?

Doa
Tuhan aku akan berbuat sesuatu menuju kesempurnaan hidupku.  Amin.

Perutusan
Aku akan terbuka pada penilaian orang sekaligus selalu mentransformasi hal-hal yang masih kurang agar semakin baik.

-bacalah Kitab Suci setiap hari-

Wednesday, September 25, 2013

MENGUSIR KEGELAPAN (Sajian 1)

 
Kolom "Pastoral Ketuaan" untuk beberapa hari ini akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Hidup dalam Bayang-bayang

Seringkali kita ingin dapat melihat ke dalam masa depan. Kita mengatakan, "Bagaimanakah nasibku tahun depan? Di manakah aku akan berada lima atau sepuluh tahun kemudian?" Tak ada jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini. Kebanyakan kita hanya punya sedikit sinar terang guna melihat langkah berikutnya: apa yang harus kita perbuat satu jam yang akan datang, atau esok hari. Seni hidup adalah menikmati apa yang dapat kita lihat dan tidak mengeluh tentang apa yang tetap tinggal gelap. Kalau kita siap melakukan langkah berikut dengan percaya bahwa kita akan punya sedikit sinar terang untuk langkah berikutnya, kita akan dapat menjalani hidup dengan sukacita dan terpesona betapa jauh kita akan melangkah. Marilah menyenangi sinar terang kecil yang kita bawa dan tidak meminta cahaya besar yang menyorot yang akan menghilangkan semua bayang-bayang.

dari Bread for the Journey

Negativitas

Kadangkala kita harus "melangkahi" kemarahan kita, kecemburuan kita, atau perasaan ditolak dan terus berjalan. Godaannya adalah terjerat di dalam emosi negatif kita, meraba-rama sekeliling dalamnya seakan itu tempat kita. Lalu kita menjadi "orang yang disakiti", "yang dilupakan" atau "yang terbuang". Ya, kita dapat melekat kepada identitas-identitas negatif ini dan bahkan menikmati kesakitan itu karenanya. Mungkin baik untuk memeriksa perasaan-perasaan gelap ini dan menyelidiki dari mana mereka datang, namun jika kesempatan datang untuk melangkahi hal-hal itu, tinggalkanlah semuanya itu dan berjalanlah terus.

dari Bread for the Journey

Lamunan Pekan Biasa XXV


Kamis, 26 September 2013

Lukas 9:7-9

9:7 Herodes, raja wilayah, mendengar segala yang terjadi itu dan ia pun merasa cemas, sebab ada orang yang mengatakan, bahwa Yohanes telah bangkit dari antara orang mati.
9:8 Ada lagi yang mengatakan, bahwa Elia telah muncul kembali, dan ada pula yang mengatakan, bahwa seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit.
9:9 Tetapi Herodes berkata: "Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?" Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus.


Butir-butir Permenungan
  • Katanya, kecemasan adalah sikap wajar yang dapat terjadi pada setiap orang. Menghadapi kehidupan kongkret orang dapat merasa gembira dan optimis dalam menyongsong masa depan tetapi juga dapat khawatir penuh dengan rasa cemas.
  • Katanya, kecemasan dapat terjadi kalau orang tidak yakin terhadap dirinya sendiri. Kecemasan dapat membuat orang takut mengalami kegagalan dalam upaya-upaya orang untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa kecemasan berkaitan dengan perbuatan salah bahkan jahat yang pernah dijalani di masa lampau. Dalam yang ilahi kecemasan menjadi pertanda bagi orang yang cemas bahwa kini dia menemukan orang baik yang sebenarnya dapat menjadi jalan pertobatan.
Ah, hanya rasa cemas saja kok dihubung-hubungkan dengan kekudusan.

Tuesday, September 24, 2013

TAK JADI MENDAMPINGI


Masih ingat poster ini?
Ternyata, karena alasan tertentu, pelaksanaan diundur pada tanggal 10-11 Oktober 2013. Padahal untuk tanggal ini saya sudah punya janji.
Maka, SAYA TAK JADI MENDAMPINGI program tersebut. Penyelenggara akan mencari pendamping lain. Maaf, yaaaa ....

LAWUH ...... GOBLOG!


Ini tentang Rama Antonius Tri Wahyono, Pr. Beliau adalah salah satu warga Komunitas Rama Domus Pacis. Sebelum berada di Domus hingga kini, Rama Tri sudah pernah menjadi penghuni rumah ini untuk pemulihan kesehatan sesudah opname di RS Panti Rapih karena stroke. Bahkan untuk yang kedua kali hingga kini sejak Agustus 2012, Rama Tri juga mengalami stroke yang kedua. Stroke kedua ini membuat beliau tidak dapat menggunakan kedua tangannya untuk melakukan hobinya melukis dan memahat patung. Kemampuannya berbicara pun juga berkurang termasuk daya ingatnya. Kondisi beliau menjadi lebih lemah karena diabet pun ikut menjangkitinya. Semua ini membuat Rama Tri dibebaskan dari tugas-tugas resmi dari Keuskupan. Untuk beberapa bulan beliau memang mengalami kegundahan hati karena semangat kerjanya masih besar dan keinginannya bermotor pun masih membara. Tetapi lama kelamaan Rama Tri tampak menjadi tenang, ikhlas dan kerasan berada di Domus bersama para rama lain. Beliau pun termasuk yang rajin makan bersama. Kini Rama Tri menjadi gemuk, tampak gagah bila berjalan, dan ceria penuh kegembiraan bila berbicara walau terbata-bata.

Karena kebersamaan Rama Tri dengan para rama lain terutama di kamar makan, maka ada hal khusus yang kini menjadi kekhasannya yang membuat geli tertawa suka bagi rama-rama lain. Kondisi penyakitnya ternyata membuat beliau banyak mengalami lupa dan amat lambat untuk menyebut barang-barang dan atau peristiwa tertentu. Dulu ketika makan Rama Tri biasa mengatakan “Anu .... anu .... anu” sambil jari telunjuk menunjuk-nunjuk sesuatu. Rama Yadi yang duduk di sebelah kirinya biasa melayani. Rama Yadi berkata “Gedang?” (Pisang?) dan Rama Tri menjawab “Dudu” (Bukan). “Apel?” “Dudu”. “Tisu?”. “Yaaaaa” Rama Tri menjawab gembira ketika yang dimaksud menjadi jelas. Suatu ketika Rama Tri berkata sambil telapak tangannya menadah “Lawuh ..... lawuh ..... lawuh” (Lauk ..... lauk .... lauk). Rama Yadi menyodorkan tempe yang dijawab dengan kata “Dudu” dan terus beberapa kali menyebut lauk-lauk yang tersedia baik di piring maupun tempat wadah lain. Jawaban Rama Tri selalu “Dudu”. Ketika jari Rama Tri menunjuk bergantian ke arah tertentu dan ke arah TV, Rama Yadi berkata “Iki, pa?” (Inikah) sambil mengambil remote TV, dan Rama Tri berseru “Yaaaa” dengan leganya. “Oooooo, kanyata nonton TV sambil mangan ki ya dadi lawuh” (Ooooo, ternyata menonton TV sambil makan itu juga menjadi lauk) kata hati Rama Bambang.

Menonton TV untuk Rama Tri menjadi salah satu hal yang amat menyenangkan di samping merokok Dji Sam Soe dan mendengarkan radio. Beliau biasa menonton TV sampai larut malam bahkan dini hari. Dalam hal menonton TV ada hal-hal menarik. Tidak jarang muncul komentar sama dengan kata “Goblog!” (Bodoh!) yang diucapkan oleh Rama Tri dengan nada jengkel. Rama Bambang, yang posisi duduknya di meja makan membelakangi TV, kerap berpaling melihat tayangannya. Ternyata kata “Goblog!” tidak hanya diarahkan pada sosok-sosok orang yang muncul di TV. Pada tayangan lain bahkan termasuk iklan pun kata “Goblog!” juga kerap muncul dari Rama Tri. Suatu ketika Rama Bambang bertanya “KuwiGoblog!’ ora?” (Itu bodoh tidak?) dan dijawab oleh Rama Tri “Ora” (Tidak). “Oooo, nek kowe seneng ora ‘Goblog’?” (Oooo, kalau kamu seneng itu artinya tidak bodoh?) tanya Rama Bambang. Rama Tri menjawab sambil tertawa menyetujui “Iya, bener” (Ya benar). Bagaimanapun Rama Tri adalah seorang seniman. Ungkapan-ungkapannya sering membingungkan. Tapi enak juga. Dan justru model Rama Tri, yang diperkaya oleh kelemahannya berbicara akibat sakitnya, menjadi salah satu penghibur hidup bersama.

MENGATUR KOMPAS (Sajian 7)

Kolom "Pastoral Ketuaan" untuk beberapa hari ini akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Sebuah Rumah di Kejauhan

Kesunyian adalah malam
dan sama seperti malam-malam yang lain
tanpa bulan dan tanpa bintang
saat anda berada sendiri
saat anda dikutuk
ketika anda tak berarti apa-apa
yang tidak dibutuhkan orang satupun -
demikian juga ada kesunyian-kesunyian
yang mengancam
karena tak ada suatupun kecuali kesunyian.
Bahkan jikalau anda membuka telinga
dan mata anda
kesunyian tetap ada
tanpa harapan atau pertolongan.
Malam tanpa sinar, tanpa harapan
aku sendirian dalam rasa bersalahku
tanpa pengampunan
tanpa kasih.
Kemudian, dengan putus asa, aku pergi mencari teman-teman
lalu aku berjalan ke setiap jalan mencari sesosok tubuh
sebuah tanda
sebuah suara
tanpa menemukan sesuatu.
Namun ada juga malam-malam
dengan bintang-bintang
dengan bulan purnama
dengan cahaya dari rumah di kejauhan
dan kesunyian-kesunyian yang penuh kedamaian serta reflektif
suara burung gereja
di dalam gereja besar yang kosong
ketika hatiku ingin bernyanyi dengan sukacita
ketika aku tidak merasa sendirian
saat aku menantikan sahabat-sahabat atau mengingat beberapa kata-kata
dari sebuah sajak yang kubaca akhir-akhir ini
ketika aku terbius oleh Salam Maria
atau suara kelam dari mazmur saat aku menjadi diriku sendiri
dan engkau menjadi dirimu sendiri
ketika kita tidak saling takut satu sama lain
ketika kita menyerahkan perbincangan kita kepada malaikat
yang membawa untuk kita keheningan
dan damai.

dari With Open Hands

Sabda Hidup


Rabu, 25 September 2013
Hari Biasa
Warna Liturgi Hijau
Bacaan
Ezr. 9:5-9; MT Tob. 13:2,3-4a,4bcd,5,8; Luk. 9:1-6

Lukas 9:1-6
9:1 Maka Yesus memanggil kedua belas murid-Nya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit.
9:2 Dan Ia mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang,
9:3 kata-Nya kepada mereka: "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju.
9:4 Dan apabila kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ.
9:5 Dan kalau ada orang yang tidak mau menerima kamu, keluarlah dari kota mereka dan kebaskanlah debunya dari kakimu sebagai peringatan terhadap mereka."
9:6 Lalu pergilah mereka dan mereka mengelilingi segala desa sambil memberitakan Injil dan menyembuhkan orang sakit di segala tempat.


Renungan
Yesus mengutus kedua belas murid pergi ke aneka tempat. Mereka dipaksa melepaskan diri dari kenyamanan tinggal dan digendhong oleh kehebatan Yesus. Dengan begitu mereka pun mengenal sikap orang-orang dan bisa bertindak dengan tepat pada waktunya nanti.
Beberapa kali Rm. Bambang Soetrisno bercerita pada saya ketika berkarya di Paroki Salam. Dari aneka ceritanya, salah satu yang ingin kusampaikan di sini adalah kisah beliau menginap di rumah-rumah umat. Selama beberapa hari dalam seminggu/sebulan Rm Bambang meninggalkan pastoran lalu menginap di rumah umat. Selama menginap beliau mengadakan aneka perjumpaan dan "pengajian" (mengkaji) hal-hal yang menyangkut iman katolik.
Ketika mendengar cerita itu aku hanya bisa terkagum-kagum. Jujur saat dulu berkarya di paroki aku belum pernah melakukan. Bacaan hari ini mengingatkanku akan kisah tersebut. Rm Bambang meninggalkan kenyamanannya di pastoran lalu tinggal sesaat bersama umat. Pilihan ini membawa imam menjadi lebih dekat dengan umat dan semakin mengenal suka duka yang dihadapi umat. Pengenalan ini menghantar pada pilihan pastoral yang tepat.
Tampaknya memang dibutuhkan keberanian mengambil aneka metode dan melepaskan diri dari kenyamanan yang ada supaya tertemukan langkah pastoral yang seringkali tersembunyi di kenikmatan saat ini.

Kontemplasi
Bayangkan dirimu dipasrahi tugas baru dan jauh dari fasilitas yang nyaman. Anda mesti "babat alas", menyiapkan segala-galanya, merintis suatu karya di tempat yang masih asing bagimu.

Refleksi
Tulislah hasil kontemplasimu

Doa
Tuhan teguhkanlah aku untuk menghadapi aneka macam perubahan dan tantangan karena percaya pada perutusanMu.  Amin.

Perutusan
Aku siap menjalankan tantangan baru.

-bacalah Kitab Suci setiap hari-

Monday, September 23, 2013

KELOMPOK PUN BERTAMBAH



Ini terjadi pada Senin 23 September 2013 sore. Pada jam 05.00 lebih sedikit datang 2 orang bapak di Domus Pacis. Sementara itu Rama Yadi, Rama Harta dan Rama Bambang sudah ada di ruang pertemuan dalam Domus. Kemudian disusul satu bapak lain datang. Rama Agoeng pun datang dan kemudian juga Rama Tri Wahyono. Salah satu bapak menelepon bapak lain yang juga bersedia datang. Tetapi karena yang ditelepon sedang ada urusan, maka beliau mengatakan bersedia mengikuti putusan pertemuan. Akhirnya bapak lain juga datang. Maka pertemuan segera dimulai dengan doa oleh Rama Harta. Rama Bambang menjadi pemandu dalam pertemuan ini.

Sesudah doa pembuka Rama Bambang meminta satu persatu dari semua yang hadir untuk memperkenalkan diri. Dalam perkenalan ini, selain nama, setiap orang berceritera secara sekilas tentang apa saja yang ingin diinformasikan. Maka muncul kisah tentang tanggal dan tempat lahir, awal kekatolikan, pengalaman kerja, dan beberapa pengalaman lain yang satu dengan yang lain bisa saling berbeda. Dalam saling kenal ini muncul pula beberapa pertanyaan informatif  bahkan beberapa hal yang lucu-lucu. Untuk para rama, selain berbicara tentang tahbisan dan tugas imamat, semua berbicara tentang riwayat tinggal di Domus Pacis. Sedang dari bapak-bapak muncul kisah khusus tentang pengalaman menjalankan mobil. Ada pun bapak-bapak yang hadir adalah: 1) Bapak Wahyono (dosen); 2) Bapak Purwanto (penjual minyak); 3) Bapak Handoko (karyawan Penerbit Kanisius); dan Bapak Pariono (karyawan Unika Atma Jaya Yogyakarta). Bapak-bapak ini, termasuk Bapak Basuki yang tidak dapat hadir, menyatakan diri siap mengantar para rama Domus bila akan pergi dengan mobil. Mereka juga memberikan informasi hari-hari dan mulai jam berapa bebas dari tugas (dinas dan atau keluarga) sehingga siap kalau dibutuhkan oleh para rama Domus Pacis.

Rama Agoeng kemudian berceritera bahwa para rama Domus Pacis memang membutuhkan sopir. Beliau merasa prihatin lebih-lebih sesudah peristiwa Rama Yadi dan Rama Bambang jatuh ketika bermotor. Rama Agoeng pun kerap merasa khawatir lebih-lebih di saat hujan dan malam hari bila kedua rama itu pergi bermotor melayani misa. “Tidak usah cari sopir, rama. Kami siap” sela Pak Wahyono. Dalam pembicaraan ini yang membutuhkan hal rutin adalah Rama Tri Wahyono dan Rama Harta untuk kontrol dokter di RS Panti Rapih. Sedang untuk Rama Yadi dan Rama Bambang merasa terbantu bila diantar untuk melayani permintaan misa di tempat yang cukup jauh. Bapak-bapak pun mengatakan siap kalau rama-rama akan mengunjungi keluarga atau dolan-dolan melihat-lihat suasana luar. Dengan ini Paguyuban Santo Barnabas, yang berisi kelompok-kelompok rela, bertambah satu kelompok. Sebelum bapak-bapak itu berkumpul di Domus Pacis, sudah ada Kelompok Relawati Pelayanan Novena dan Kelompok Rela Masak. Dengan adanya bapak-bapak itu kini muncul Kelompok Relawan Sopir. Paling tidak dari 5 orang rama yang datang merasakan hati yang bahagia. Rama Agoeng tampak bahagia sekali dengan ucapan terima kasihnya. Beliau adalah salah satu pengurus resmi yang tinggal bersama dengan para rama Domus. Dalam pertemuan itu yang sudah menyampaikan kebutuhan diantar dengan mobil adalah Rama Yadi dan Rama Bambang. Rama Yadi akan melayani misa jam 19.30 di salah satu dusun di Paroki Klebu pada hari Rabu 25 Sepetember 2013. Rama Bambang besok Kamis 10 Oktober malam akan melayani misa di salah satu Lingkungan, Paroki Gondang. Rama Yadi akan diantar oleh Pak Pariono, dan Pak Handoko akan mengantar Rama Bambang.


MENGATUR KOMPAS (Sajian 6)


Kolom "Pastoral Ketuaan" untuk beberapa hari ini akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Pergumulan Batin

Ya Tuhan Yesus, kata-kata-Mu kepada Bapa-Mu terlahir dari keheningan-Mu. Bimbinglah aku kepada keheningan ini sehingga kata-kataku dapat diucapkan dalam nama-Mu sehingga menjadi berbuah. Sangatlah sulit untuk berada dalam keheningan, sunyi dengan mulutku, tetapi terlebih sunyi dengan hatiku. Terlalu banyak pembicaraan berlangsung di dalam diriku. Sepertinya aku selalu terlibat di dalam pergumulan batin dengan diriku sendiri, sahabat-sahabatku, musuh-musuhku, pendukung-pendukungku, lawan-lawanku, rekan-rekanku dan pesaing-pesaingku. Namun pergumulan batin ini mengungkapkan seberapa jauh hatiku berada dari-Mu. Jikalau aku beristirahat saja di kaki-Mu dan menyadari bahwa aku adalah milik-Mu saja, dengan mudah aku akan berhenti berargumentasi dengan semua orang-orang yang baik yang nyata dan yang kubayangkan di sekelilingku. Berargumentasi menunjukkan ketidak-amananku, ketakutanku, kecemasanku. Engkau, ya Tuhanku, akan memperhatikan aku seperti yang aku butuhkan dan aku akan hanya berhenti berbicara dan mulai mendengarkan. Aku tahu bahwa dalam keheningan hatiku Engkau akan berbicara kepadaku dan menunjukkan kepadaku kasih-Mu. Berilah aku, ya Tuhan keheningan itu. Biarlah aku bersabar dan bertumbuh pelan-pelan ke dalam keheningan ini di dalam mana aku akan berada bersama-Mu. Amin.

dari A Cry for Mercy

Lamunan Pekan Biasa XXV


Selasa, 24 September 2013

Lukas 8:19-21

8:19 Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak.
8:20 Orang memberitahukan kepada-Nya: "Ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau."
8:21 Tetapi Ia menjawab mereka: "Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya."


Butir-butir Permenungan
  • Katanya, perkembangan zaman membuat terjadinya perubahan sosial hidup masyarakat. Secara garis besar terjadi perubahan pola hidup orang dari masyarakat agraris berubah menjadi masyarakat industri dan kini jadi masyarakat global.
  • Katanya, perubahan sosial itu membuat pergeseran landasan hidup perorangan dari model keluarga besar (masyarakat agraris) ke keluarga serumah (masyarakat industri) dan kini keluarga dengan warganya yang punya urusan hidup sendiri-sendiri. Mengutamakan ikatan batin dengan sanak saudara dan atau persaudaraan dengan orang-orang lain dapat merusak atau paling tidak merugikan hidup orang masa kini yang menuntut kemandirian.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa ikatan batin persaudaraan tetap harus ada kapan pun dalam zaman apa pun. Dalam yang ilahi ikatan tidak ditentukan oleh hubungan lahiriah karena kesamaan silsilah dan atau kesamaan kelompok/lembaga, ikatan persaudaraan terjadi karena kesamaan sikap sebagai pemerhati dan pelaku suara ilahi di relung hati.
Ah, itu kan soal agama. Nyatanya agama juga banyak menuntut dan kalau terlalu ditaati masalah menciptakan kelompok keras radikal.

Sunday, September 22, 2013

HADAPI DENGAN SENYUM??



Ini kisah yang terjadi pada Jumat malam 20 September 2013. Komunitas Rama Domus Pacis mendapatkan kunjungan sosial dari Kelompok Kor Gregorius Paroki Pulomas, Jakarta. Kunjungan di Domus Pacis sebenarnya hanya salah satu acara program ulang tahun ke 26 dari kor ini. Kelompok ini, yang dari Jakarta naik kereta api, memiliki acara: ziarah ke Gua Maria Jatiningsih (Jumat pagi), kunjungan sosial ke Domus Pacis (Jumat malam), ziarah ke Gua Maria Tritis (Sabtu pagi), kunjungan sosial di Panti Asuhan Ngawen (Sabtu siang), dan tugas kor misa di gereja Pugeran (Minggu pagi). Menurut kata-kata dari sambutan wakilnya, pada mulanya anggota kor adalah bapak-bapak anggota Dewan Paroki yang selesai masa baktinya. Almarhum Rama Wiyanto, Pr., yang pada saat itu menjadi Pastor Paroki Pulomas, meminta agar mereka terus mengabdi lewat kelompok kor. Para anggota kor, yang ketika datang di Domus berjumlah 20an orang, berusia di atas 60 tahun kecuali 1 orang bapak yang baru berusia 55 tahun. Mereka datang dengan para istri. Ketika berada di Domus ada juga beberapa orang sanak keluarganya yang ada di Yogyakarta ikut bergabung. Dalam kunjungan ini para rama Domus Pacis mengajak beberapa kelompok tua yang biasa ikut Novena Seminar. Mereka berasal dari Sleman, Minomartani, dan Pringwulung. Dengan demikian kesemuanya ada lebih dari 110 orang. Sebelum acara dimulai, semua yang hadir dipersilahkan lebih dahulu menikmati snak tradisional dengan minuman jahe dan atau kajang hijau. Urusan konsumsi ditangani oleh kelompok relawati Novena Domus yang dikoordinasi oleh Bu Titik Untung.

Acara dibuka dengan Ibadat Sore seperti biasa terjadi di Pertapaan Rawaseneng tetapi ada tambahan beberapa lagu. Sesudah ibadat ada beberapa sambutan dan sharing. Suasana memang meriah penuh sukacita kegembiraan karena segala sambutan dan sharing sering ditambah komentar-komentar singkat dari Rama Bambang yang bertindak sebagai MC. Memang, kadang juga muncul suasana yang membuat suasana haru seperti ketika Rama Yadi menyampaikan sharing singkat perkembangan kehidupan para rama Domus Pacis dari masa lampau hingga menjadi semarak karena adanya kedekatan dengan cukup banyak umat dan kunjungan. Tetapi suasana tertawa lebih banyak muncul seperti ketika wakil Kor Gregorius menyampaikan beberapa hambatan yang dialami karena ada beberapa bapak dalam usianya yang tua menjadi sering lupa. Kalau kelompok kor selalu menyiapkan lagu-lagu untuk disajikan dalam setiap pergantian sambutan dan sharing, kelompok umat penerima tamu yang menemani para Rama Domus juga menyajikan nyanyian dan tarian. Ibu Ambar dari Sleman yang sudah berusia 65 tahun menarikan Tarian Menak Koncar.

Segala pembeayaan konsumsi acara kunjungan ini disumbang oleh kelompok Kor Gregorius. Bahkan Komunitas Rama Domus juga mendapatkan sumbangan untuk mendukung karya pastoral. Yang jelas acara kunjungan itu, yang berlangsung dari jam 18.00 hingga jam 20.00, ternyata sungguh saling memperkaya para tamu dan pihak penerima tamu. Para Rama Domus dan umat sahabatnya mendapatkan contoh semangat tak pernah henti untuk ambil bagian dalam kehidupan menggereja. Sementara para tamu mendapatkan inspirasi dari derap pembinaan kaum tua untuk selalu dinamis ikut Tuhan Yesus di tengah perkembangan situasi hidup dan budaya. Barangkali karena gambaran rumah tua pada umumnya sebagai tempat yang sering membuat orang menderita kesepian, sebelum penutup dengan santap malam, Kor Gregorius menyajikan satu nyanyian dengan judul Hadapilah Hidup dengan Senyum. Sebelum menyanyikannya ada pengantar yang kira-kira berbunyi “Lagu ini kami persembahkan kepada rama-rama di Domus Pacis. Kami mengajak para rama untuk menghadapi hidup, sekalipun sudah tua dan di rumah tua, dengan senyum. Hidup ini indah.” Terhadap pengantar ini Rama Bambang menanggapi dengan kata-kata “Maaf, kebetulan para rama dan kami semua kaum tua yang biasa ikut pembinaan di Domus Pacis, bertekad menghadapi hidup dengan gembira. Dengan tetap menghayati Injil, kami akan berjuang untuk bergembira. Biar tua tetap gembira. Sebagaimana dikatakan oleh Ibu Bari yang tadi sharing ‘Tua tidak renta, sakit tidak sengsara, mati masuk surga’, kami berjuang membangun hati selalu gembira. Untuk ini kami TAK HANYA TERSENYUM, tetapi TER-TA-WA. Bahkan, nanti ketika mati dan sudah ada di dalam peti mati, kami akan meminta agar mulut kami tidak dikatupkan. Sehingga setiap orang yang akan berdoa di peti kami akan tertawa karena melihat mulut mayat kami menganga tertawa. Jadi mayat pun kami berharap bisa menghibur orang lain dengan tertawa.” Kata-kata ini ternyata menunda doa makan beberapa saat karena menunggu tertawa yang hadir selesai.

MENGATUR KOMPAS (Sajian 5)

Kolom "Pastoral Ketuaan" untuk beberapa hari ini akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Keheningan yang Melindungi

Abba Tithoes suatu waktu berkata: "Peziarahan berarti bahwa seseorang harus menjaga lidahnya." Ungkapan itu "Melakukan ziarah haruslah dalam keheningan" ("peregrinatio est tacere) menyatakan keyakinan Bapa-Bapa Gurun bahwa keheningan adalah antisipasi terbaik terhadap dunia masa depan. Argumentasi paling sering mengenai keheningan hanyalah sekedar bahwa kata-kata menjurus ke arah dosa. Karenanya, tidak berbicara adalah cara paling nyata untuk jauh dari dosa. ..... Ide sentral yang mendasari ajaran-ajaran asketis ini adalah bahwa dengan berbicara kita terlibat dalam perkara-perkara dunia, dan sangat sulit untuk terlibat tanpa terjerat di dalamnya dan terpolusi oleh dunia. .....

Hal ini mungkin serasa tidak biasanya bagi kita tetapi paling sedikit marilah kita akui seberapa sering kita ke luar dari suatu perbincangan diskusi, pertemuan umum atau pertemuan bisnis dengan rasa kurang enak hati. Betapa jarangnya suatu perbincangan panjang terbukti berhasil baik dan berbuah? Apakah banyak, kalau tidak paling banyak, kata-kata yang kita gunakan lebih baik tidak kita ucapkan? Kita berbicara mengenai peristiwa-peristiwa duniawi, namun seberapa seringkah kita membuahkan perubahan ke arah perbaikan? Kita berbicara mengenai orang-orang dan sikap-sikap mereka, namun seberapa seringkah kata-kata kita memberikan kebaikan bagi mereka atau kita sendiri? Kita berbicara mengenai ide-ide dan perasaan kita seakan-akan setiap orang tertarik pada hal itu, tetapi seberapa seringkah kita merasa dipahami? Kita bicara banyak hal mengenai Allah dan agama, tetapi seberapa seringkah hal itu memberikan wawasan yang benar bagi kita dan orang-orang lain? Kata-kata seringkali menghasilkan perasaan kalah bagi batin kita. Bahkan kata-kata dapat menciptakan perasaan mati rasa dan perasaan terjebak  dalam medan rawa-rawa. Seringkali kata-kata menimbulkan sedikit depresi, atau berada di dalam kabut yang menyelimuti jendela pikiran kita. Pendeknya, kata-kata dapat memberikan kita perasaan sudah berhenti terlalu lama di salah satu desa-desa yang kita lalui dalam perjalanan kita, atau merasa dimotivasi lebih banyak oleh keingin-tahuan daripada oleh pelayanan. Kata-kata seringkali membuat kita lupa bahwa kita semua adalah peziarah yang dipanggil untuk mengundang orang-orang lain ikut dalam perjalanan kita. Peregrinatio est tacere. "Dalam keheningan kita tetap menjadi peziarah".

Sabda Hidup


Senin, 23 September 2013
Padre Pio dr Pietrelcina
Warna Liturgi Hijau
Bacaan
Ezr. 1:1-6; Mzm. 126:1-2ab,2cd-3,4-5,6; Luk. 8:16-18

Lukas 8:16-18
8:16 "Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya.
8:17 Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan.
8:18 Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya."


Renungan

"Perhatikanlah cara kamu mendengar" (Luk. 8:18). Kalimat Yesus ini memikat hati saya dan membawaku melanglangbuana pada sikap komunikasi manusia jaman sekarang.
Pada jaman sekarang ini tampaknya gaya mendengarkan sudah berbeda dengan dulu. Dulu kala guru bicara murid duduk dengan tangan "sedeku". Orang tua ngomong anak mendengarkan dengan serius. Sekarang? Hmmm ada kecenderungan orang mendengarkan "sambil": sambil bbman, chating, sibuk sendiri. Seorang anak mendengarkan pesan  orang tuanya sambil chating, tiduran dll.
"Perhatikanlah caramu mendengar."
Sikap seseorang dalam mendengarkan menggambarkan karakter orang tersebut. Rasanya semakin intens kita memberi perhatian pada pembicara tergambarkan semakin hormat kita pada pembicara. Bagi banyak orang didengarkan dengan seksama akan jauh menguatkan semangat bercerita/sharing/pengajaran dll daripada didengarkan dengan sambil bbm, tiduran dll. Maka marilah kita menjaga sikap kita kala kita lagi mendengarkan sesut.

Kontemplasi
Pejamkan matamu sejenak. Bayangkan dirimu lagi berbicara dengan seseorang. Namun orang itu terus asyik bbm sambil mendengarkanmu. Rasakan suasana hatimu.

Refleksi
Bagaimana sikapmu kala mendengarkan?

Doa
Tuhan semoga aku mendengarkan dengan baik, rela melepaskan kesenangan pribadi demi membangun sikap mendengarkan yang baik.  Amin.

Perutusan
Aku mendengarkan cerita sesamaku tanpa sambil chating.

-bacalah Kitab Suci setiap hari-

Saturday, September 21, 2013

MENGATUR KOMPAS (Sajian 5)


Kolom "Pastoral Ketuaan" untuk beberapa hari ini akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa. 

Bacaan Spiritual

Nilai besar dari bacaan spiritual adalah bahwa hal itu membantu memberi makna kepada kehidupan kita. Tanpa makna hidup manusia dengan cepat mengalami degenerasi. Pribadi manusia tidak hanya ingin hidup tetapi juga ingin tahu hidup itu untuk apa. Viktor Frankl, ahli penyakit jiwa yang menulis tentang pengalamannya di dalam kamp konsentrasi Jerman pada Perang Dunia II menunjukkan secara meyakinkan bahwa tanpa makna dalam kehidupan kita tidak dapat bertahan hidup lama. Mungkin kita bisa hidup melewati banyak susah payah kalau kita percaya bahwa masih ada seseorang atau sesuatu yang pantas dituju. Makanan, minuman, tempat berteduh, istirahat, persahabatan, dan banyak hal lagi merupakan hal esensial bagi kehidupan. Namun juga makna!

Sungguh menakjubkan betapa banyak kehidupan kita dihidupi tanpa refleksi atas maknanya. Bukanlah mengejutkan bahwa demikian banyak orang sibuk tetapi bosan! Mereka berbuat banyak hal dan selalu tergesa-gesa menyelesaikannya, namun di balik aktivitas yang centang perentang mereka seringkali bertanya-tanya apakah sesuatu betul-betul terjadi. Suatu kehidupan yang tidak direfleksikan pada akhirnya kehilangan maknanya dan membosankan.

Bacaan spiritual adalah suatu pelatihan guna membuat kita selalu merefleksikan kehidupan kita sambil kita menjalaninya. Ketika seorang anak dilahirkan, sahabat-sahabat menikah, orangtua meninggal, orang-orang memberontak, atau suatu negara mengalami kelaparan, tidak cukup hanya mengetahui tentang hal ini dan merayakan, berduka, atau menanggapinya sebaik mungkin. Kita harus selalu bertanya kepada diri sendiri: "Apa maksud semuanya itu? Apa yang Allah ingin katakan kepada kita? Bagaimana kita terpanggil untuk hidup di tengah-tengah semuanya ini?" Tanpa pertanyaan-pertanyaan seperti itu kehidupan kita menjadi mati rasa dan datar. Tetapi apakah ada jawaban-jawabannya? Ada, tetapi kita tak akan pernah menemukannya kecuali kita mau menghidupi pertanyaan-pertanyaan itu lebih dahulu dan percaya bahwa, seperti dikatakan Rilke, kita akan bertumbuh ke dalam jawabannya bahkan tanpa setahu kita. Kalau kita memegang Kitab Suci dan buku-buku spiritual di satu tangan dan surat kabar di tangan yang lain, kita akan selalu menemukan pertanyaan-pertanyaan baru, tetapi kita akan juga menemukan jalan guna menghidupinya dengan setia, percaya bahwa secara bertahap jawabannya akan diungkapkan bagi kita.

dari Here and Now

Lamunan Pekan Biasa XXV


Minggu, 22 September 2013

Lukas 16:1-13

16:1 Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya.
16:2 Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.
16:3 Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu.
16:4 Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka.
16:5 Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku?
16:6 Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan.
16:7 Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul.
16:8 Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang.
16:9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi."
16:10 "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.
16:11 Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?
16:12 Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?
16:13 Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."


Butir-butir Permenungan
  • Katanya, salah satu ciri era global adalah segalanya serba uang dan diperhitungkan dengan uang. Orang dapat bekerja mati-matian tanpa memperhitungkan waktu untuk mendapatkan dan memperbanyak uang karena kebutuhan diri, keluarga, dan pergaulan sosial menuntut persediaan uang.
  • Katanya, segala program dan kegiatan yang tidak mencari keuntungan finansial juga ditentukan oleh kekuatan keuangannya. Bahkan kehidupan keagamaan pun disibukkan dengan urusan keuangan untuk pemenuhan segala kebutuhan dan proses kerjanya.
  • Tetapi BISIK LUHUR berkata bahwa, sepenting dan semendesak apapun, uang dan harta yang diperoleh bukanlah perkara besar yang harus amat sangat diseriusi. Dalam yang ilahi olah kebiasaan taat pada dengung suara relung hati amat menyajikan hidup sejati yang membuat sikap orang tidak diarahkan ke kekayaan material sehingga segala uang dan harta menjadi semacam teman perjalanan.
Ah, bagaimanapun tanpa uang orang tak bisa apa-apa?