Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, September 15, 2013

KOK BISA GAYENG, YA?



Kemarin sore, Minggu 15 September 2013, dari jam 04.00 lebih sedikit sampai jam 06.30 ada tamu 9 orang dari Semarang di Domus Pacis. Mereka adalah kelompok yang menangani Majalah Inspirasi (6 orang) dan Tim Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan (HAK) Keuskupan Agung Semarang (3 orang). Rama Yadi, Rama Harta, Rama Tri Wahyono, dan Rama Bambang tampil menjadi tuan rumah. Rama Agoeng masih berada dalam perjalanan pulang dari Bandung. Rama Harjaya memang sudah dilayani segalanya di kamar. Dan Rama Jaka harus menjaga kondisi kesehatan dengan berada di kamar. Dari antara 9 orang tamu itu, satu di antaranya adalah Rama Aloysius Budi Purnama, Pr. yang menjadi ketua Majalah Inspirasi dan Komisi HAK KAS. Sesaat sesudah duduk di aula kecil Domus, para tamu diminta untuk membuat sendiri minuman dari yang tersedia di kamar makan dan mengambil beberapa kaleng dan plastik snak.

Ternyata kehadiran rombongan itu berkaitan dengan menjelang peristiwa ulang tahun Majalah Inspirasi yang ke 9. “Rama Tri Wahyono itu jadi guruku membuat majalah, lho” kata Rama Budi yang diteruskan “Dulu aku adalah Topernya di Ungaran. Rama Tri membuat WARUNG (Warta Ungaran). Itulah mula pertama aku belajar membuat majalah.” “Sampai sekarang masih” sambung salah satu yang ternyata berasal dari Paroki Ungaran. Rama Budi meneruskan “Kalau Rama Harta, dulu beliau bapa rohaniku ketika aku tahun pertama dan kedua di Seminari Mertoyudan. Kemudian ketemu lagi di Sinaksak, Pematang Siantar, beliau jadi staf Seminari ketika aku jadi rektornya.” “Wah, nek ngono isa males dadi penggedhene” (Kalau begitu dapat membalas sebagai pembesarnya) sambung Rama Bambang. Rama Budi menyambung dengan pertanyaan suka duka rama-rama Domus tinggal di Domus dan pengalaman karyanya. Rama Yadi, Rama Harta, Rama Tri, dan Rama Bambang bergantian berceritera. Sementara rama-rama berbicara, dua orang tamu sibuk mengambil foto-foto. Di tengah-tengah rama-rama Domus berkisah, Rama Bambang tersadar dan berpikir “Oooo, iki interview, ta?” (Oooo, ini sebuah interview). Rama Bambang melihat salah satu anggota rombong meletakkan semacam HP kecil di dekat rama yang berbicara. Kemudian benda kecil itu dipindahkan kalau ada pergantian yang berbicara. Ternyata pembicaraan itu direkam.

“Apa saja acara rama-rama Domus sehari-hari di Domus?” kata Mas Awi yang kerap bertanya. Ternyata dia adalah karyawan Majalah inspirasi terlama dan tampaknya menjadi koordinator kerja harian. Rama Bambang menjawab “Yang pokok makan bersama jam 07.00 pagi, jam 12.00 siang, dan jam 06.30 malam. Jam 06.00 sore ada misa komunitas kecuali hari Minggu.” “Mengapa hari Minggu malah tidak misa?” tanya salah satu yang lain. Rama Bambang menjelaskan “Sebelum saya datang memang setiap sore termasuk hari Minggu. Kemudian saya mengusulkan agar misa Sabtu sore dijadikan misa Minggu. Waktu itu Rama Harta bertanya ‘Dinten Minggune trus pripun?’ [Bagaimana dengan hari Minggu?]. Saya jawab ‘Nggo turu’ [Untuk tidur]. Rama Harta setuju. Pokoknya Minggu bebas mau apa saja.” “Di luar itu apa saja acara rama-rama?” tanya Mas Awi. “Kalau itu setiap rama punya ritme dan kegiatan-kegiatan sendiri” jawab Rama Bambang yang kemudian disusul sharing per rama tentang yang dilakukan secara pribadi. Ternyata masing-masing rama mempunyai dinamika kreativitasnya masing-masing bahkan perannya paling tidak di Domus Pacis untuk kepentingan bersama. Pelayanan untuk jemaat pun terjadi seperti Rama Harta menerima tamu-tamu untuk konsultasi dan minta doa, Rama Yadi melayani misa dan beberapa undangan berbicara, dan Rama Bambang yang selain melayani misa-misa ujub juga mengembangkan pastoral untuk kaum tua. “Jujur saja, dulu gambaran saya rumah tua adalah rumah lengang tempat orang kesepian. Acaranya ya gitu-gitu membosankan. Tetapi dengan sering membuka Blog Domus, saya menemukan hal lain. Sudah lama sekali saya ingin berkunjung untuk berjumpa langsung dengan rama-rama Domus. Dan sekarang kami membuktikan ternyata ada suasana lain untuk sebuah rumah tua” kata Mas Awi yang ditutupnya dengan kata-kata “Kok bisa gayeng, ya?”

0 comments:

Post a Comment