Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, September 9, 2013

OBAT WONG WEDOK?


Pagi ini, Selasa 10 September 2013, ketika makan pagi Rama Bambang bertanya kepada Rama Yadi "Pripun, rama, untune? Tesih senut-senut?" (Bagaimana giginya? Masih kesakitan?). "Inggih, tesih rada lara" (Ya, masih agak sakit) jawab Rama Yadi. Kemarin Senin sore, ketika waktu misa rumah Domus jam 6, Rama Yadi tidak muncul di kapel. Rama Bambang, yang kebetulan ada, langsung memimpin. Kalau Rama Yadi ada, Rama Bambang pasti berperan jadi lektor bacaan I di samping memimpin doa Malaikat Tuhan. Ketika berada di kamar makan, sesudah misa, Rama Bambang bertanya kepada Mas Santosa, pramurukti yang akan menyuapi Rama Harto "Rama Yadi tindak?" (Apakah Rama Yadi pergi?). Mas Santosa menjawab "Ngeteraken tiyang sakit. Nanging nika pun kondur" (Mengantar orang sakit. Tetapi itu sudah pulang). Rama Yadi memang menyusul masuk kamar makan. "Sing sakit sinten, rama?" (Siapa yang sakit, rama) tanya Rama Bambang yang langsung dijawab oleh Rama Yadi "Kula" (Saya). "Lho, jarene ndherekke tiyang gerah" (Lho, katanya mengantar orang sakit). "Kula lara untu, kok. Mula ajeng misa krasa abot" (Saya sakit gigi, maka saya merasa berat untuk ikut misa).  Ternyata Mas Santosa salah paham karena mengira ada orang sakit dan Rama Yadi pergi mengantar.

Ternyata pagi ini pun Rama Yadi masih mengatakan belum sembuh. "Rak pun ngombe obat, ta? Pun teng dokter gigi dereng, ta?" (Sudah minum obat, ta? Sudah ke dokter gigi belum, ta?) tanya Rama Bambang. Rama Yadi menyambung "Mangke kula tak teng dokter gigi. Obate nika rak mboten marekke. Mung ngurangi rasa lara" (Nanti saya ke dokter gigi. Obat yang ada pada saya bukan untuk menyembuhkan. Tetapi hanya untuk mengurangi rasa sakit). Ketika menyinggung obat tersebut, Rama Bambang teringat peristiwa beberapa hari lalu. Rama Tri Wahyono pada siang hari sekitar jam 11.00 masuk kamar Rama Bambang. "Untuku lara. Kowe duwe obat?" (Gigiku sakit. Kamu punya obat?) kata Rama Tri. Rama Bambang menjawab "Ora duwe, je. Obat nggo ngurangi lara, ta?" (Saya tidak punya. Obat untuk mengurangi rasa sakit, ta?). Rama Tri mengiyakan. Ternyata ketika makan siang Mas Raharjo, yang sempat mengatakan di Domus Pacis obat itu sudah habis, membawa enam biji sambil berkata "Niki onten sisa enem" (Ini ada sisa enam). Rama Bambang kemudian minta Mas Rahajo agar membeli. Ternyata Rama Yadi titip khusus untuk membeli khusus bagi beliau sendiri. Ketika berbicara tentang obat itu terjadi suasana geli disertai tertawa terbahak-bahak. Hal ini terjadi karena ketika Rama Tri minta obat itu, beliau lupa namanya. Rama Yadi juga lupa. Mas Raharjo pun pada awalnya juga kebingungan. Akhirnya Mas Raharjo menyebut nama ponstan yang dibenarkan oleh semua rama yang ikut makan. Nama ponstan diingat ketika Rama Bambang berkata "Kuwi, lho, obat wong wedok nek pas kelaran" (Itu, lho, obat perempuan bila kesakitan). "Sakit napa, rama?" (Sakit napa, rama?) tanya Mas Raharjo. "Niku, lho, nek pas kelaran mens" (Itu, lho, kalau pas kesakitan karena datang bulan atau menstruasi). Mas Raharjo langsung bilang "Ooooo .... Ponstaaaaan".

0 comments:

Post a Comment