Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Saturday, September 7, 2013

MELIHAT YANG TAK BIASA TERLIHAT



Rama Agoeng dalam memimpin Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang (Komsos KAS) mempunyai semboyan “melihat yang tak biasa terlibat”. Pada suatu ketika, Sabtu 7 September 2013, Rama Agoeng mengetengahkan latar belakang semboyan itu. Penjelasan Rama Agoeng dilatar belakangi oleh komentar yang datang dari Rama Tri Hartono. Kemudian Rama Bambang memberikan komentar atas penjelasan Rama Agoeng. Semua ini disampaikan dalam kolom Pastoral Ketuaan www.domuspacispuren.blogspot.com. Barangkali berbagai omongan ini dapat menjadi referensi kaum tua untuk selalu dinamis dan gembira dalam ketuaannya.

1. Rama Tri Hartono ke Rama Agoeng

Romo Agung yang baik, membaca filosofi komsos KAS "melihat yang tak biasa terlihat", mengingatkan sebuah gagasan yang pernah saya lontarkan sekitar 20 th yang lalu, yang berkaitan dengan komsos. Sebelum masuk ke hal pokok yang mau saya sampaikan, saya ingin minta klarifikasi filosofi komsos KAS tsb." Melihat yang tak (tidak) biasa terlihat, atau melihat yang biasa tidak terlihat?".walau ada kesamaan, tapi ada perbedaan tekanan antara yang pertama dan kedua. Yang pertama, kata tidak disambungkan dengan kata "biasa" sehingga menjadi "tidak biasa" terlihat. Sedangkan yang kedua, kata tidak disambungkan dengan kata terlihat sehingga menjadi biasa "tidak terlihat"
Gagasan yang mau saya sampaikan dan pernah saya lontarkan adalah, komsos ikut mewujudkan mukjijat yang dahulu dibuat Yesus dari Nazareth, dalam konteks peran komsos pada masa kini. Bisa juga dikatakan "menafsirkan dan menjabarkan mukjijat Yesus dalam konteks masa kini.

Dalam Injil, beberapa kali disebutkan bahwa Yesus menyembuhkan "orang buta bisa melihat; orang bisu bisa berbicara dan orang tuli bisa mendengar" (Mat 12:22. Orang buta dan bisu disembuhkan, sehingga bisa berkata-kata dan melihat. Mat.23:16,18, 24 Yesus mengecam para pemimpin yang buta. Mrk. 10:46-52 Yesus menyembuhkan Bartimeus, seorang pengemis yang buta.).

Pada masa kini banyak orang dibisukan oleh keadaan. Banyak orang kecil, miskin dan tersingkir yang mengalami nasib malang, namun hanya bisa berdiam diri, karena tidak tahu harus ngomong apa, kepada siapa dan bagaimana cara ngmong. Dulu ada kasus Sum Kuning, Udin, Prita yang diperhatikan oleh masyarakat karena ada media masa yang menyuarakan. Saya yakin masih banyak peristiwa dan masalah serupa yang tidak terekspose atau terbisukan. Bahkan di kalangan Gereja bisa terjadi hal yang sama.
Sering terjadi bahwa media masa kita cenderung mengekspose "tokoh-tokoh" yang sudah terkenal dan sudah sering berbicara di berbagai kesempatan sehingga sebetulnya tidak perlu diekspose. Ya mungkin ada pertimbangan bisnis, kalau ada tokoh-tokoh besar seperti uskup, pejabat, pemimpin politik atau masyarakat, yang terekspose dalam media miliknya tentu akan mendatangkan keuntungan finansial. Tetapi kalau kita pengikut Yesus yang sejati, orang yang bisu harus dibantu agar bersuara dan orang yang tuli, karena hanya mendengar hal-hal tentang orang besar yang sudah sering ngomong, harus dibuat mampu mendengar jeritan orang kecil yang bisu, termasuk para pekerja di lingkungan Gereja ( koster, petugas rumah tangga pastoran, dst). Demikian juga ada media yang hanya melihat dan mengekspose hal-hal yang sudah nampak terang-benderang, sudah terkenal, sudah diekspose oleh banyak pihak sehingga sebetulnya tidak perlu diberitakan lagi. Sedangkan banyak hal penting untuk didengar,dilihat tapi malahan tetap tidak terlihat, tidak terdengar karena tidak ada yang menyuarakan.

Saya pikir, itulah salah satu peran komsos, yaitu membuat orang bisu bisa berbicara, orang buta bisa melihat dan orang tuli bisa mendengar. Dengan demikian, mukjijat Yesus masih terjadi saat ini melalui para pengikutnya yang sejati.

Sebetulnya masih bisa diuraikan lebih jauh dan lebih luas, namun inti permasalahannya sudah terungkap. Bisa juga topik ini menjadi bahan diskusi orang-orang yang berkecimpung di media masa.

Sebagai penutup, saya ingin mengingatkan akan peristiwa khusus yang berkaitan dengan hal di atas. Biasanya kalau frater-frater retreat atau rekoleksi, mengundang romo yang ahli kitab suci, teologi, atau ahli spiritual. Demikian  juga kalau romo-romo retreat atau rekolaksi cenderung mengundang uskup, propinsial atau pejabat Gereja lainnya.

Tetapi pernah terjadi waktu rekoleksi romo-romo Unio di Sangkal-putung Klaten dan minta agar romo Mangun yang mengisi, romo Mangun bukan membawa tokoh-tokoh menurut kategori kita tetapi menurut kategori Injil, yaitu "simbok pembuat dan penjual tempe dan seorang bapak yang kerja sebagai bengkel sepeda onthel" Dua orang tokoh besar tadi adalah pahlawan dan pejuang sejati. Simbok pembuat dan penjual tempe adalah pejuang dan pahlawan bagi para penikmat tempe dan pahlawan bagi anak-anaknya, sehingga anak-anaknya bisa sekolah. Demikian juga dengan bapak tukang tambal ban sepedha onthel, adalah pahlawan bagi pemakai sepeda yang mengalami gangguan dalam perjalanan dan bagi anggota keluarganya.

Semoga, yang biasa tidak terlihat bisa kelihatan dengan jelas.

2. Rama Agoeng ke Rama Tri Hartono
 
Rm Tri Hartono yang baik, terima kasih telah memberikan perhatian pada semboyan yang saya tuliskan dalam signature email saya. Alasan saya menulis itu:

1. Saya mengikuti aturan suatu milis. Dalam milis tersebut para anggota wajib menuliskan nama dan lembaga yang sedang diikuti. Maka saya pun menulis nama dan lembaga. Tapi saya juga menambahi semangat yang sedang kami kembangkan yaitu "melihat yang tak biasa terlihat"

2. Semboyan "melihat yang tak biasa terlihat"
Semboyan ini muncul dari pengalaman selama menjalani tugas dari bapak uskup sebagai seorang imam dan hobi dolan dan bertemu dengan teman-teman yang bergerak di bidang wirausaha.

a. Ketika menjalankan tugas perutusan yang dipercayakan pada kami (maaf saya agak penakut untuk mengatakan tugas pada saya dan pada kenyataannya saya tidak pernah menjalankan tugas itu sendirian), kami mencoba mencari hal-hal yang tidak dilakukan oleh teman-teman sekerja dari keuskupan lain dan tampaknya perlu kami lakukan.
Ketika di Kepemudaan, pendulum yang sedang ramai saat itu adalah sosial politik kemasyarakatan, khususnya perhatian terhadap sisdiknas (th 2002). Kami di K3AS tidak berkonsentrasi di sana dan tidak juga menolak mereka yang berfokus di sana. Ketika ada desakan pada kami untuk menggerakkan demo tentang sisdiknas, saya dengan tegas mengatakan, "Maaf saya tidak bisa menggerakkan demo itu. Saya melihat demo untuk hal itu tidak akan produktif dan akan memaparkan pertubrukan dengan kelompok agama tertentu (kala itu para pendemo sisdiknas banyak memakai jubah sr, br. juga imam). Namun saya tidak melarang mereka yang mau demo." Lalu saya ditanya lagi: "Lalu apa konsentrasi karya kepemudaanmu?" Saya menjawab, "Saya berkonsentrasi pada character dan community building, serta spirituality formation. Fokus ini akan kami tempuh dengan salah satu metode aktual (saat itu) Outward Boundary (Outbound)". Saya ingat sekali kala itu saya ditertawakan. Saya ceritakan kejadian tsb pada teman-teman tim YC (Youth Center) saat itu. Kami mencoba teguh pada pilihan kami. Kami merasa untuk membangun rumah perlu menyiapkan pondasi yang kuat. Bagi kami character dan community building serta spirituality formation merupakan usaha membangun pondasi yang kokoh. Dari ditertawakan makin lama metode outbound yang kami kembangkan mulai diterima. Banyak keuskupan lain mengirim utusan untuk belajar. Dan makin hari makin banyak yang mengembangkan metode ini.

Ketika di Komsos, kami melihat hampir semua komsos dan anggota Signis membuat siaran rohani yang berisi tentang moral sosial. Sangat sedikit, bahkan mungkin tidak ada yang memproduksi katekese iman. Maka saya mengajak teman-teman Komsos untuk memproduksi Katekese Iman dalam bentuk audio dan audiovisual. Sekitar 4 tahun lalu kami membuat audio tentang sahadat. Sahadat biasa diucapkan umat katolik, namun rasanya tidak biasa terlihat apa isi dan makna pengakuan iman ini. Banyak umat yang tidak bisa memberikan keterangan pada pengakuan imannya. Buku memang ada. Tapi tampaknya kemampuan auditif seringkali masih lebih banyak digunakan daripada visual. Orang-orang kebanyakan lebih gampang mendengarkan daripada membaca. Maka kenapa komsos yang mempunyai studio rekam tidak mengaudiokan pengetahuan iman? Maka kami ambil itu. Siapa tau dengan produk itu orang bisa belajar ttg iman sambil masak, tiduran, menyapu dll. Kami melihat hal terlihat itu namun tidak biasa dilihat orang lain. Sekarang audio itu sudah menyebar ke mana-mana. Orang-orang bisa membeli dari Komsos KAS atau mau membajak dengan mengkopi sendiri. Membajak produk ini diberkati Tuhan kok hahahahaa.
Saat ini kami melihat tokoh Rm Prenthaler yang tak biasa terlihat oleh orang-orang di luar paroki Boro. Kami merasa beliau adalah tokoh imam dan iman yang luar biasa, tapi tidak banyak orang melihatnya. Semua mata orang tertuju pada Rm Van Lith dan Mgr Soegija. Ya beliau berdua pribadi yang sangat luar biasa. Namun seorang Rm Prenthaler bukanlah orang biasa (menurut kami). Pelayanannya di wilayah Kalibawang sungguh membawa perubahan bagi umat dan masyarakat di sana. Ia adalah tokoh yang tak biasa terlihat yang sebaiknya mulai dilihat. Maka kami ambil beliau untuk menjadi Film (serius) Komsos KAS. Moga-moga pertengahan Oktober nanti sudah bisa kami selesaikan dan tanggal 27 Oktober jam 19 akan jadi premier show di Paroki Boro.
Katekese iman dalam rupa audio dan audiovisual kami pilih di antar banyak orang yang lebih memilih memproduksi moral sosial. Kami pikir biarlah orang menganggap kami kuno, namun kami yakin produksi ini tak akan lekang oleh waktu dan bisa membantu mereka yang tak senang/biasa membaca.

b. Perjumpaan dengan teman-teman wirausaha.
Sekitar tahun 1999 (awal jadi imam) saya ketemu dengan teman yang hobi origami. Kala itu dia bingung mencari kerja. Ketika bertemu saya mengatakan: kenapa hobimu tidak kamu jadikan rejekimu? Dia bingung. Lalu saya katakan: kemampuanmu dalam origami bisa kamu gunakan untuk membuat aneka macam kemasan suatu produk. Teman itu pun kemudian mengerjakan dan akhirnya ia bisa menjadi produsen kemasan. Namun sayang usia dia tidak panjang. Dan sebelum meninggal dia sempat membuatkan satu karya untuk saya dan berpamitan: rama tugas saya selesai dan apa yang akan kuberikan pada rama pun sudah selesai. Barang itu pun masih kusimpan sp sekarang.
Tiap kali ketemu teman-teman yang mau wira usaha saya selalu menanyakan kesenangan/hobi dia apa, lalu saya support mereka untuk meraih rejeki dari hobinya.
Hobi sebenarnya sesuatu yang sangat dekat dengan seseorang namun seringkali tak biasa terlihat oleh orang tersebut. Maka kepada mereka saya hanya berusaha membantu melihat yang tak terbiasa terlihat.

Rm Tri, dan maaf Mgr dan para rama kalau terpaksa membaca tulisan ini, begitulah latar belakang semboyan atau kata Rm Tri filosofi yang saya bangun dan cantumkan dalam signature email dari bb ini. Tak ada yang istimewa. Hanya kayak gitu aja dan kami jalani dari apa yang kami alami (gak ilmiah pokoknya hehehehe).

Saya yakin masih banyak yang tak biasa kita lihat namun mungkin kita lihat kala kita mau melihatnya bahkan kalau harus tidak dengan sungguh-sungguh melihatnya.

Matur nuwun.
komsos kas
"melihat yang tak biasa terlihat"

3. Rama Bambang ke Rama Agoeng

Rama,

Rama, tulisan Anda untuk menjelaskan semboyan itu ke Rama Tri Hartono bagus sekali.

Menurut saya itu dapat menjadi sharing bagi para rama agar: 
  • Tak mudah kagum dan ikut arus.
  • Dapat mengembangkan anugerah ilahi (yang disadarkan lewat hobi) untuk menjadi tugas perutusan iman/misioner.
  • Tidak mengklaim kerjaan sebagai tindakan”ku”.
Tetapi, rama, saya merasa di situ harus ada dua persediaan:
  • Kecukupan beaya, yang dapat diperoleh dari simpanan atau usaha “bisnis” atau partisipasi umat (bisa uang bisa barang bisa jasa). Bagi seorang imam, asal tidak pelit dan tidak serakah senah mengambil untuk diri sendiri, asal mudah bergaul melayani umum dan jelas yang menjadi karyanya, hal ini sampai kapan pun tidak akan sulit.
  • Stamina batin karena harus kerap berhadapan dengan “musuh” yang datang dari dalam lingkungan sendiri walau tidak terang-terangan (kalau dia penakut) tetapi toh membuat gelisah. Orang yang mengembangkan apa yang ada dan signifikan-relevab tetapi tak menjadi perhatian umum (the hidden), orang seperti ini sebenarnya berjiwa kenabian. Kalau tantangan dan penolakan itu datang dari luar, itu hanya soal senang tidak sedang dan cocok tidak cocok. Penolak utama justru datang dari dalam. Bagaimanapun juga ini adalah penderitaan/salib. Tanpa disiplin hening bersama Tuhan, itu dapat jadi kefrustrasian dan keputusasaan. Tetapi kalau tetap terbuka dalam Tuhan, itu jadi anugerah derita (badk Fil 1:29).
Pokoknya jalan terus dalam Tuhan by doing the hidden!

0 comments:

Post a Comment