Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, September 19, 2013

MENGATUR KOMPAS (Sajian 3)


Kolom "Pastoral Ketuaan" untuk beberapa hari ini akan menyajikan tulisan tentang bagaimana menata hidup batin. Tulisan ini ditulis oleh Henri J.M. Nouwen dalam buku Tarian Kehidupan yang diterjemahkan secara anonim dan tidak dinyatakan dari penerbit dan percetakan apa.

Meninggalkan Rumah

Sepanjang sebagian besar hidupku aku telah memberikan banyak terjemahan harafiah dari kata-kata Yesus "Tinggalkan ayahmu, ibumu, saudara laki-lakimu, saudara perempuanmu demi nama-Ku." Aku merenungkan kata-kata ini sebagai sebuah panggilan untuk berpindah meninggalkan suatu keluarga, menikah, masuk suatu pertapaan atau biara, atau pergi ke negara yang jauh untuk menjadi misionaris. Meskipun aku masih merasa terdorong dan terinspirasi oleh mereka yang melakukan tindakan itu dalam nama Yesus, saat aku menjadi lebih tua aku menemukan bahwa ada makna yang lebih dalam dari "meninggalkan" ini.

Akhir-akhir ini aku menjadi sadar betapa banyak kehidupan emosional kita dipengaruhi oleh relasi kita dengan orangtua, saudara laki-laki atau perempuan kita. Cukup sering pengaruh itu begitu kuatnya sehingga bahkan sebagai orang dewasa yang meninggalkan orangtua kita bertahun-tahun yang lalu, kita tetap terikat kepada mereka secara emosional. Hanya baru-baru ini aku menyadari bahwa aku masih ingin mengubah ayahku, berharap bahwa dia akan memberiku perhatian seperti yang aku inginkan. Baru-baru ini juga aku telah melihat bagaimana kehidupan batin dari begitu banyak sahabat-sahabatku masih didominasi oleh perasaan-perasaan marah, kebencian atau kekecewaan yang timbul dari relasi keluarga mereka. Bahkan ketika mereka sudah begitu lama tidak melihat orangtua mereka, ya bahkan ketika orangtua mereka sudah meninggal, mereka belumlah benar-benar meninggalkan rumah.

Semuanya ini sangat nyata bagi mereka yang menyadari bahwa mereka adalah korban dari pelecehan terhadap anak-anak. Pertemuan ini tiba-tiba dapat membawa situasi rumah kembali dalam ingatan dan dalam hati dengan menyakitkan dan tak tertahankan.

Dalam konteks ini panggilan Yesus untuk meninggalkan ayah dan ibu, saudara laki-laki dan perempuan, menemukan maknanya yang berbeda. Mampukah kita dan maukah kita untuk melepaskan diri kita sendiri dari ikatan-ikatan emosional yang menghambat, yang menghalangi kita untuk mengikuti panggilan kita yang terdalam? Inilah pertanyaan dengan implikasi yang luar biasa bagi kesejahteraan emosional dan spiritual kita.

dari Here and Now

0 comments:

Post a Comment