Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, September 3, 2013

KOK SENDIRIAN?



Ini terjadi pada hari Minggu 1 September 2013. Sesuai dengan program dari Maret-November 2013, setiap Minggu Pertama ada Novena Ekaristi Seminar di Domus Pacis dari jam 09.00-12.00. Ini adalah program pembelajaran bagi kaum tua untuk beriman sesuai dengan perkembangan situasi hidup dan budaya. Untuk hari itu Rama Agoeng menjadi narasumber dalam tema Ngadhepi Cah Saiki (Menghadapi Anak Zaman Kini). Di dalam pembicaraan Rama Agoeng mengetengahkan hal-hal yang diharapkan oleh kaum tua terhadap anaknya, dan juga hal-hal yang diharapkan oleh anak-anak muda kepada orang tuanya.

Ketika berbicara tentang harapan anak-anak kepada orang tuanya, Rama Agoeng dalam salah satu butirnya mengatakan “Jangan membuat aku bingung, maka tegaslah padaku.” Untuk butir ini Rama Agoeng menjelaskan “Lare-lare sakmenika mboten mangertos nek mung disindhir utawi dipun semoni” (Anak-anak zaman kini tidak akan dapat paham kalau hanya disindir atau diberi peribahasa). Terhadap penjelasan ini Rama Bambang menyela “Mboten namung lare sakmenika, rama. Ibu meh seket taun ugi saget mboten ngertos nek mung semon-semonan” (Tidak hanya anak zaman kini, rama. Seorang ibu yang hampir 50 tahun pun tidak tahu kalau hanya dengan kata-kata peribahasa). “Enggih, ta rama?” (Benarkah, rama) tanya Rama Agoeng.

Rama Bambang kemudian memberikan kisah poengalaman yang terjadi pada pagi itu ketika para peserta novena berdatangan. Sebelum acara dimulai ada minuman teh panas disediakan. Biasanya sekitar 5 orang ibu relawati melayani dengan memberikan gelas bahkan ikut membantu menuangkan air teh. Tetapi untuk Minggu Pertama bulan September ini yang melayani hanya Bu Rini, salah satu relawati. Ketika beberapa bapak datang, sambil menuangkan air teh ada yang bertanya kepada Bu Rini “Menika mboten wonten kancanipun, ta bu?” (Ini sendirian tanpa teman, ya bu?). “Inggih, pak. Kanca-kanca nembe sami ndherek misa perkawinan. Wonten mantenan. Pramila kula namung piyambakan” (Iya, pak. Teman-teman sedang ikut misa perkawinan. Ada pernikahan. Maka saya hanya sendiri) Bu Rini menjawab dengan segala keramahannya. Tetapi terhadap jawaban itu reaksi bapak-bapak adalah tertawa ngakak. Bu Rini jadi kebingungan terhadap sikap bapak-bapak. Untunglah seorang bapak memberikan penjelasan “Ingkang piyambakan tanpa kanca menika gelas tehipun. Sanes ibu” (Yang sendirian tanpa teman itu gelas tehnya. Bukan ibu). Terhadap penjelasan itu ternyata Bu Rini masih bingung sampai akhirnya seorang bapak lain berkata “Ijen niku tanpa nyamikan, buuuuu” (Sendirian itu artinya tanpa snak, buuuuu). Kelompok bapak-bapak itu makin terbahak-bahak. Dalam keadaan agak malu Bu Rini berkata “Mbok nek ngendika niku sing cetha” (Kalau berbicara itu sebaiknya yang jelas saja).

Dalam menyampaikan kisah itu Rama Bambang mengakhiri dengan tambahan “Tujune Bu Tatik, sing mbantu masak santap siang, esuk niki ngasta nagasari. Kanyata Bu Tatik, sanadyan sugenge saking dodolan, dinggo novena niki gelem ngecakke dhuwit sing nek dienggo jajan neng warung isih kurang. Esuk niki malah ditambahi snak” (Untunglah Bu Tatik, yang membantu masak santap siang, pagi ini membawa kue nagasari. Ternyata Bu Tatik, walau hidupnya dari jualan, untuk novena ini bersedia memasak dengan beaya yang tidak cukup untuk jajan di warung. Bahkan pagi ini beliau malah membawa tambahan snak). “Wah hebat lho Bu Tatik” sanjung Rama Agoeng yang disambung oleh Rama Bambang dengan kata-kata jelas “Mung sing dadi soal, niku mung dina niki thok, napa sakteruse” (Yang jadi soal adalah snak itu hanya untuk hari ini atau juga untuk seterusnya). Dalam kejelasan ini ternyata ada yang tak jelas dari kata batin Rama Bambang “Mbok terus ngangge nyamikan ta, Mbak Tatik” (Berilah terus tambahan snak ta, Mbak Tatik). Barangkali karena tahu yang tak jelas, para peserta novena pun tertawa juga ha ha ha ha ......... 


0 comments:

Post a Comment