Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, November 11, 2013

SAMA-SAMA TELINGA


"Wau nganti jam pinten?" (Tadi sampai jam berapa?) tanya Rama Harto kepada Rama Bambang ketika mulai makan malam Senin 11 November 2013. Pertanyaan itu muncul berkaitan dengan Rama Bambang mengantar Rama Tri Wahyono periksa ke RS Panti Rapih yang di dampingi oleh Pak Tukiran. Barangkali Rama Harto membandingkan dengan ketika beliau juga didampingi oleh Pak Tukiran diantar oleh Rama Bambang ke Panti Rapih pada Sabtu 9 November 2013. Keduanya ketika mau berangkat ke Panti Rapih sama-sama berurusan dengan soal telinga. Rama Harto mengalami banyak kotoran di dalam telinganya. Sedang Rama Tri mengalami kesakitan telinga luar biasa yang menurut Mbak Tari, salah satu petugas Domus, amat mengeluh kesakitan ketika makan pagi Minggu 10 November 2013. Maka pada Minggu malamnya Rama Bambang berkata kepada Rama Tri ketika makan malam "Sesuk priksa neng Panti Rapih, pa?" (Besok periksa dokter di Panti Rapih?). Rama Tri mengiyakan. Maka malam itu Rama Bambang menelpon bagian pendaftaran Panti Rapih untuk mencatatkan Rama Tri di dokter THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan).

Rama Bambang sudah siap di mobil jam 12.15 siang ketika mau mengantar Rama Tri. Sekitar jam 12.30 Rama Tri dengan Pak Tukiran masuk gedung Panti Rapih. Rama Bambang membawa mobil ke depan Ruang Mikael tempat persemayaman jenasah. Ini sesuai dengan janjian bahwa Rama Tri dan Pak Tukiran kalau sudah selesai ditunggu di tempat itu. Memang harus berjalan cukup jauh. Tetapi mereka toh dapat berjalan. Di dalam mobil Rama Bambang menunggu sambil mendengarkan radio yang menyiarkan program-program berbahasa Jawa. Pada jam 13.30 Rama Bambang bertanya-tanya dalam hati mengapa Rama Tri belum datang. Muncul pemikiran untuk menelpon ke ruang THT dengan telepon ruang jenasah. "Jangan-jangan pulang dengan taxi" pikir Rama Bambang. Tetapi Rama Bambang akhirnya yakin bahwa Pak Tukiran akan membawa ke tempat parkir mobil depan ruang jenasah. Kebetulan radio masuk ke program wayang kulit, siaran kesukaannya. Yang pokok Rama Bambang ambil posisi duduk yang dapat mengawasi orang-orang yang akan lewat tempat parkir itu. Dan jam 2.20an Rama Tri datang. "Niki wau sisan priksa mata" (Ini tadi sekalian periksa mata) kata Pak Tukiran. "Angsal obat?" (Dapat obat?)  tanya Rama Bambang. Rama Tri menyahut "Entuk" (Dapat). "Saking dokter mata angsal tingang weni" (Dari dokter mata dapat tiga macam) Pak Tukiran menjelaskan yang diteruskan Rama Bambang dengan pertanyaan "Saking dokter kuping?" (Dari dokter telinga?). Ternyata dari dokter THT juga mendapatkan tiga macam obat.

Nah, ketika Rama Harto bertanya sampai jam berapa di Panti Rapih, Rama Bambang menjawab "Ngantos jam setengah telu sore. Telung jam" (Sampai sekitar jam 2.30. Maka butuh waktu 3 jam). "Dangu nggih?" (Sampai lama, ya?) tanya Rama Harto. "Soale sisan priksa mata" (Karena sekalian periksa mata) Jawab Rama Bambang. Sebetulnya dalam hal telinga pun kasusnya amat bedha dengan yang diderita oleh Rama Harto. Ternyata Rama Tri memang mengalami kesakitan luar biasa. Sedang dalam hal Rama Harto, Rama Bambang tidak membutuhkan waktu 30 menit untuk menunggu. Jam 07.45 berangkat dari Domus dan jam 08.30 Rama Bambang sudah berada kembali di kamarnya di Domus Pacis. Ternyata Rama Harto tidak membutuhkan penanganan berat. Kotoran dalam telinga cukup dibersihkan. Setelah itu selesai dan tanpa harus memakai obat. Tetapi Rama Bambang harus memarkir mobil di tempat parkir umum. Kemudian dengan krugnya berjalan cukup jauh di ruang tunggu lobi Panti Rapih. Kalau harus berada di mobil bisa kepanasan tidak seperti tempat teduh yang ada di halaman Ruang Jenasah. Tetapi Rama Harto tak dapat berjalan jauh.

0 comments:

Post a Comment