Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, November 22, 2020

Rm. Suntara

Ini terjadi pada akhir Misa Harian di Domus Pacis Puren yang biasa terjadi antara jam 18.00-18.30. Harinya adalah Kamis 19 November 2020. Rm. Bambang menghampiri Rm. Suntara yang duduk di kursi rodanya dan sudah ada karyawan yang siap mendorong menuju kamar makan. Pada waktu itu ada lima orang tamu, keluarga Bapak Toto Bumi yang minta ujud untuk ulang tahun ke 36 dari usaha di tokonya. "Ngadeg!" (Berdiri!) Rm. Bambang memberi perintah kepada Rm. Suntara. "Ngapa, ta?" (Ada apa?) kata Rm. Suntara yang langsung disahut oleh kata-kata Rm. Bambang "Aku durung gawe dokumentasi. Arep takpotret" (Aku belum membuat dokumentasi. Aku akan ambil fotomu). Dialog singkat itu tampaknya membuat para tamu dan dua relawan (Bu Rini dan Bu Riwi) menampakkan wajah bertanya-tanya. Apalagi kata-kata yang muncul seperti mengandung nada pertengkaran.


"Wong sing dereng ngerti saget ngira Rm. Suntara lan Rm. Bambang padu" (Orang yang belum mengerti dapat mengira Rm. Suntara dan Rm. Bambang bertengkar) kata Rm. Hartanta di kamar makan pada suatu ketika. Tetapi para rama dan karyawan akan tertawa bahkan sampai terbahak-bahak kalau ada kata-kata saling serang antara Rm. Suntara dan Rm. Bambang di kamar makan. Meskipun sering muncul kata-kata tajam, semua paham bahwa itu model kedua rama menampakkan hubungan dekatnya. Maka tidak mengherankan kalau peristiwa di Kapel Kamis 19 November 2020 itu membuat Rm. Hartanta dan karyawan tertawa. Mereka tahu bahwa itu adalah kelanjutan yang terjadi pada waktu makan pagi hari itu selesai. Pada pagi itu entah bagaimana juga terjadi perang kata antara Rm. Bambang dan Rm. Suntara. Entah bagaimana tiba-tiba Rm. Bambang berkata "Awake dhewe ki wis lempoh. Kowe isih isa ngadeg pa?" (Kita sudah lumpuh. Apakah kamu masih bisa berdiri?). Tiba-tiba Rm. Suntara menyahut "Isa wae" (Bisa saja). "Isa mlaku kaya Rm. Rama Ria?" (Bisa jalan seperti Rm. Ria?) sergah Rm. Bambang dengan membandingkannya dengan Rm. Ria yang kini bisa mulai tertatih-tatih berjalan pelan-pelan. "Aku saiki isa mlaku jejeg!!" (Aku sekarang bisa jalan tegap!!). Rm. Bambang tertawa geli merasa mendengar lelucon. Tiba-tiba Rm. Suntara berdiri lalu minta Mas Fallah, pramurukti, medekat untuk dipegang lengannya. Rm. Suntara kemudian dengan tangan memegang lengan Mas Fallah berjalan gagah menuju kamarnya. Karyawan lain ada yang menyusulkan kursi rodanya. Rm. Bambangpun berseru "Hebaaaaat ..... Horeeeeee" sambil bertepuk tangan. Inilah yang melatarbelakangi peristiwa sesudah misa selesai di Kapel malam itu. Rm. Suntara memang terus berdiri mengikuti "komando" Rm. Bambang. Ketika Rm. Suntara bertanya "Ya nganggo mlaku?"(Juga berjalan?), Rm. Bambang langsung menjawab "Rasah. Neng foto ora ketok le obah" (Tidak usah. Dalam foto tidak bisa ada gambar bergerak) sambil mengambil gambar dengan HP. 

0 comments:

Post a Comment