Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, December 22, 2019

Karena Uskup?


Di rumah tua tempat saya tinggal pernah ada penghuni yang sudah lupa orang-orang kanan kiri. Tentu saja dia juga seorang imam Katolik sebagaimana penghuni lainnya. Kalau bertemu dengan sesama penghuni dia akan bertanya “Kowé ya rama?” (Apakah kamu juga seorang rama?) Kata “rama” adalah sebutan umum untuk seorang pastor atau imam Katolik terutama di kalangan umat Jawa. Kemudian biasanya dia omong tentang jabatan-jabatan yang pernah diemban. Bangunan gedung gereja tertentu juga kerap ditunjuk sebagai prestasi dirinya. Dia memang masih ingat bahwa dirinya seorang imam. Tetapi berjumpa dengan imam-imam lain dia sudah melupakan bahwa mereka adalah teman seimamat. Dan yang menarik adalah cara omongnya. Bahasa Jawa ngoko (kasar) selalu mewarnai omongan dengan siapapun termasuk para rama.

Yang sering membuat orang tertawa adalah kalau Uskup datang berkunjung. Kebetulan sang Uskup memiliki kehalusan dalam tata bicara dan perilaku. Beliau biasa menyapa “Rama, pripun kabaré?” (Apa kabar rama?). Terhadap sapaan ini dia juga biasa berkata “Kowé sapa? Kowé ya rama?). Tentu saja cerita tentang jabatan dan prestasi juga diberikan kepada Uskup. Sang Uskup juga selalu mendengarkan dengan takzim.

Satu hal yang barangkali menjadi keheranan para penghuni termasuk karyawan adalah sikap rama itu kepada saya. Uskup juga melihat hal ini. Dia selalu berbicara dengan bahasa halus penuh kesopanan kepada saya. Kalau kebanyakan rama, termasuk Uskup, berbahasa Jawa krama atau halus dengannya, sebaliknya saya selalu menggunakan bahasa ngoko. Dia amat hormat terhadap saya. Ketika Uskup bertanya kepada saya “Nèk kalih njenengan kok kuthuk niku pripun, ta?” (Mengapa dia demikian kalah terhadap anda?), saya hanya tertawa.

Pada suatu saat seorang imam yang masih aktif bertamu. Ternyata tamu ini mendengar bahwa aku amat berwibawa di hadapan rama tadi. Dia bertanya apa resepku sehingga dia amat hormat kepada saya. Akhirnya saya membuka rahasia dengan mengatakan “Dhèk bola-bali dhèké takon apa aku ya rama, suatu ketika aku mendelik karo bergaya nesu mangsuli ‘dudu!’” (Ketika dia berkali-kali bertanya apa saya juga seorang imam, dengan memandang tajam bergaya marah kepadanya, kujawab ‘bukan!’). “Ning kena apa kok malah hormat banget karo kowé?”(Tetapi mengapa terhadapmu justru amat hormat?) tanyanya yang langsung saya jawab “Tak wangsuli: AKU USKUP!” (Kujawab: AKU USKUP!).

0 comments:

Post a Comment