Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, May 19, 2015

LATIHAN DEWASA IMAN


Dalam Jagongan Iman tanggal 12 Mei 2015 di rumah Pak Warjo, Sleman, ada bagian pembicaraan yang cukup hangat. Sebagai pertemuan keempat pembicaraan tentang Syahadat Katolik berada di sekitar "Yesus Kristus yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, wafat dan dimakamkan". Suasana pembicaraan memang amat dialogal di antara 27 orang yang hadir (17 ibu dan 10 bapak). Rama Bambang menyimpulkan pemahaman para peserta sebelum dibacakan dari buku Katekismus Gereja Katolik (KGK) bahwa: 1) Itu sesuai dengan kata-kata ramalan dalam Kitab Suci; 2) Itu menunjukkan kasih dan belarasa Yesus pada manusia; 3) Itu adalah keteladanan Tuhan Yesus untuk hidup harian manusia.

Ketika pembicaraan muncul di antara para peserta ada salah satu ibu yang relatif masih muda (bila dibandingkan rata-rata peserta lainnya yang berusia antara 60-80an tahun) menyampaikan pertanyaan berkaitan dengan film yang pernah di lihat di internet. Dia mengatakan film itu berjudul The Last Temptation. Katanya film ini tidak pernah diijinkan tayang di Indonesia. Ibu itu menafsirkan bahwa larangan itu berkaitan dengan pornologi karena Yesus dalam kisah siksaan ditampilkan telanjang bulat. Yang menarik untuk ibu itu adalah kekuasaan Yesus yang katanya digambarkan dapat lepas turun dari tergantung di salib dan dapat kembali lagi tergantung. Ibu itu kemudian menyampaikan pertanyaan berkaitan dengan pengkisahan bahwa ternyata Yesus menikah dengan Magdalena.

Barangkali karena para peserta adalah kaum sepuh dan kekatolikannya cukup tradisional, kisah Yesus itu membuat soal. Rama Bambang dengan pelan-pelan memberikan penjelasan perbedaan antara karya seni dengan ajaran keilmuan. Pewartaan iman yang ada dalam khasanah tempo dulu di luar buku-buku yang resmi ada dalam Kitab Suci juga disampaikan. Peristiwa novel Da Vinci Code juga disinggung. Dalam karya seni orang dapat berimajinasi dan menambah kisah agar menarik penonton atau pembaca. Apalagi dalam buku-buku iman yang bercorak mistik juga muncul sajian-sajian simbolis. "Wonten ing ngriki kita malah saget ajar dewasa ing iman. Tinarbuka lan mboten gampil nesu menapa malih lajeng tumindak ngawon-awon dhumateng ingkang kados makaten" (Di sini kita malah dapat latihan dewasa iman. Terbuka dan tidak mudah marah dan kemudian bertindak memburukkan yang seperti itu). Dan ketika ada yang bertanya "Rama, napa teng salib Gusti saestu wuda?" (Rama apakah Tuhan sungguh telanjang di salib?) para peserta tertawa terkekeh-kekeh mendengar jawaban Rama Bambang "Lho, jubah Dalem rak dilotere ta? Kamangka jaman rumiyin yen jubahan mboten mawi rangkepan. Nah, yen ing salib Gusti mawi awer-awer, punika ugi karya seni ingkang nggatosaken tata raos. Cobi dibayangke nek patunge Gusti ing salib wuda. Niku bahaya. Ibu-ibu ora isa sembahyang merga mikir werna-werna ...." Lho, jubah Tuhan diundi, kan? Padahal pada jaman itu orang terbiasa tak pakai pakaian dalam. Kalau kini di salib Tuhan memakai kain tutup, itu juga karya seni yang memperhatikan tata rasa. Coba bayangkan seandainya patung Yesus di salib telanjang. Itu berbahaya membuat para ibu tak dapat berdoa karena membayangkan yang bermacam-macam ....).

0 comments:

Post a Comment