Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, July 6, 2020

Santa Maria Goretti

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 7451 Diterbitkan: 03 Oktober 2013 Diperbaharui: 03 Februari 2019

  • Perayaan
    6 Juli
  •  
  • Lahir
    16 Oktober 1890
  •  
  • Kota asal
    Corinaldo Ancona Italia
  •  
  • Wafat
    Tanggal 6 Juli 1902 di Ferriere Lazio Italia dalam usia 12 tahun - Martir.
    Dianiaya dan ditikam berkali-kali dengan pisau dapur karena menolak berbuat mesum dan berusaha mempertahankan kesuciannya.
  •  
  • Venerasi
    25 Maret 1945 oleh Paus Pius XII
  •  
  • Beatifikasi
    27 April 1947 oleh Paus Pius XII
  •  
  • Kanonisasi
    24 Juni 1950 oleh Paus Pius XII Upacara kanonisasi dihadiri oleh 250.000 orang, termasuk ibunya, Satu-satunya orang tua yang pernah mengikuti upacara kanonisasi anaknya.

“……Para remaja terkasih, yang dicintai secara istimewa oleh Yesus dan oleh kami semua, katakanlah, maukah kalian bertekad - dengan bantuan rahmat Ilahi - untuk dengan tegas menolak segala macam godaan yang dapat menodai kekudusan kalian…….? (Homili Paus Pius XII pada upacara Kanonisasi St. Maria Goretti, 24 Juni 1950)

Berbagai macam pikiran dan perasaan berkecamuk menjadi satu dalam diri Assunta Goretti, ibunda St. Maria Goretti, ketika ia mendengarkan homili yang disampaikan oleh Paus Pius XII pada upacara kanonisasi puterinya. Lamunannya membawa Assunta kembali ke masa-masa yang silam.

Santa Maria Goretti

Maria Goreti dilahirkan pada tanggal 16 Oktober 1890 di Corinaldo, Italia. Luigi Goretti, ayahnya, seorang petani miskin. Pada tahun 1899, pasangan Luigi dan Assunta Goretti beserta keempat anak mereka yang masih kecil: Angelo, Maria, Marino dan bayi Allesandro, meninggalkan Corinaldo dalam usahanya mencari penghidupan yang lebih baik.

Di tengah perjalanan mereka mendengar kabar tentang tanah pertanian milik Count Mazzoleni di Ferriere yang hendak disewakan. Mereka menuju ke sana dan Luigi Goretti diterima bekerja sebagai petani bagi hasil di pertanian. Tanah pertanian itu telah lama dibiarkan terbengkalai, maka Luigi harus bekerja keras untuk membangunnya kembali. Kerja keras tanpa henti menyebabkan Luigi akhirnya jatuh sakit dan tidak dapat bekerja sama sekali. Saat panen tiba dan Count Mazzoleni datang meninjau, tanahnya baru sebagian saja yang telah dikerjakan. Mazzoleni amat marah dan tanpa mau mendengarkan penjelasan apa pun, ia mengirim Giovanni Serenelli dan Alessandro, putera bungsunya yang berumur sembilan belas tahun, untuk menyelesaikan pekerjaannya. Keluarga Serenelli tinggal bersama dalam rumah keluarga Goretti.

Giovanni ternyata seorang pemabuk. Ia cepat naik darah dan suka memaksakan kehendaknya. Alessandro berperangai buruk, suka bertengkar dan selalu cemberut. Ia biasa menghabiskan waktu di kamarnya yang terkunci dengan melihat-lihat majalah porno. Dinding kamarnya dipenuhi dengan gambar-gambar gadis berpakaian tidak sopan.

Sementara itu penyakit malaria yang diderita Luigi bertambah parah. Setiap malam isteri beserta anak-anaknya berlutut di sekeliling tempat tidurnya dan berdoa. Luigi menyesali kepindahannya ke Ferriere. Ia membisikkan pesannya yang terakhir kepada Assunta: “Kembalilah ke Corinaldo”  Akhir bulan April 1902 Luigi Goretti meninggal dunia. Sejak itu setiap malam Maria akan mendaraskan Rosario bagi keselamatan jiwa ayahnya.

Dengan meninggalnya Luigi Goretti, hak atas rumah berpindah kepada Giovanni Serenelli. Giovanni mengijinkan Assunta beserta anak-anaknya tetap tinggal dan bekerja untuknya. Assunta ingin segera kembali pulang ke Corinaldo. Tetapi tidak terbayangkan olehnya seorang wanita dengan tujuh anak yang masih kecil-kecil dan tanpa bekal uang menempuh perjalanan balik sepanjang 200 mil. Oleh karena itu mereka tetap tinggal. Giovanni memerintahkan Maria, yang sekarang berumur sebelas tahun untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sementara Assunta harus bekerja di ladang.

Beban berat yang ditanggung Maria menjadikannya lebih cepat dewasa dan matang dibandingkan dengan anak lain seusianya. Ia telah tumbuh menjadi seorang gadis cantik yang beriman dan saleh, serta tekun berdoa. Devosinya kepada Yesus serta ketaatannya kepada ibunya sungguh luar biasa. Nasehat ibunya terpateri kuat di dalam hatinya. “Kamu tidak boleh berbuat dosa, apa pun alasannya”.

Meskipun tidak dapat membaca dan menulis, Maria ikut pelajaran Katekumen dan beberapa bulan sebelumnya, yaitu pada tanggal 16 Juni 1901, ia telah menerima Komuni Kudusnya yang Pertama. Saat-saat menerima Komuni Kudus di gereja terdekat yang jaraknya dua jam perjalanan kaki itu sungguh amat membahagiakan hatinya.

Bulan Juli 1902. Assunta memperhatikan adanya perubahan pada perilaku puterinya. Sifat kanak-kanaknya sudah tidak tersisa lagi. Sinar matanya memancarkan kesedihan. Waktu doanya semakin panjang. Tubuhnya yang kecil bergetar dan air matanya mengalir. Telah beberapa waktu Alessandro Serenelli mengamatinya, mengganggunya serta mengejarnya dengan niat buruk. Ancaman Alessandro masih terngiang-ngiang di telinganya, “Jika kamu memberitahu ibumu, aku akan membunuh kalian berdua!”  Hanya dari doalah Maria memperoleh kekuatan dan kelegaan.

Hari Sabtu, tanggal 5 Juli 1902 kira-kira pukul setengah empat sore. Alessandro memanggilnya, “Marietta  (demikian para tetangga memanggil Maria), kemejaku robek dan perlu dijahit. Aku mau memakainya untuk pergi ke gereja besok. Aku letakkan di tempat tidurku.”

Kemudian pemuda itu keluar untuk mengurus sapi-sapinya. Tidak berapa lama, Alessandro meminta Assunta untuk menggantikannya.

“Saputanganku ketinggalan,” katanya. “Aku akan segera kembali.”

Sementara itu Maria duduk di lantai atas menjaga adik bayinya, Teresa, sambil menjahit baju Alessandro. Dari dapur Alessandro berteriak,

“Marietta, datanglah kemari!”  Maria tidak mau. Maka Allesandro datang, mencengkeram lengan Maria, menyeretnya ke dapur, menekankan sebilah pisau belati ke lehernya dan mengunci pintu. Maria berteriak minta tolong, tetapi suaranya lenyap di telan mesin pengirik gandum.  

Alessandro mengancam Maria untuk menuruti kehendaknya. Maria meronta sekuat tenaga dan berteriak, “Tidak! Tidak Alessandro! Itu dosa. Tuhan melarangnya. Kamu akan masuk neraka, Alessandro. Kamu akan masuk neraka jika kamu melakukannya!”  Karena Maria berontak, Alessandro menjadi kalap. Ia menikamkan belatinya ke tubuh Maria, sekali, dua kali, tiga kali dan terus berulang kali tanpa ampun. Melihat tubuh kecil itu kemudian rebah dengan wajah pucat pasi, Alessandro sangat ketakutan. Ia melemparkan pisaunya, masuk ke kamarnya serta mengunci pintunya.

Assunta kemudian mendapati Maria terkapar di lantai dapur bermandikan darah. Jeritan pilu yang nyaring segera terdengar.  Dengan berurai air mata Assunta bertanya kepada putrinya,

“Siapa yang melakukan ini padamu?”  

“Alessandro, Mama”.

“Tetapi, mengapa nak?”, Assunta terisak.

“Sebab ia ingin aku melakukan dosa yang mengerikan dan aku tidak mau.”

Dengan kereta ambulans, Maria dilarikan ke rumah sakit di Nettuno. Para dokter mendapatkan empat belas luka tikaman serta banyak luka memar di tubuh yang kecil itu. Karena mereka mengoperasinya tanpa obat bius, Maria menderita kesakitan yang luar biasa hingga akhirnya tidak sadarkan diri. Dalam keadaan tidak sadar ia berulang kali berteriak, “Alessandro, lepaskan! Tidak, tidak, kamu akan masuk ke neraka! Mama, tolong…!!!”

Keesokan harinya seorang imam datang untuk memberikan Sakramen Terakhir. Pastor mengingatkan Maria bagaimana Yesus telah mengampuni mereka yang menyalibkan Dia dan ia bertanya apakah Maria juga mau mengampuni Alessandro. Maria mengarahkan pandangannya pada Salib yang tergantung di dinding dan dengan tenang mengatakan, “Saya juga memaafkan dia. Saya juga berharap agar kelak ia datang dan menyusul saya di surga.”

Setelah mengakukan semua dosanya, Pastor memberinya Komuni Kudus, dan air mata kebahagiaan memenuhi pelupuk matanya. Maria memandang patung Bunda Maria yang diletakkan di kaki tempat tidurnya dan saat itulah Yesus datang menjemput gadis kecilnya untuk masuk dalam perlindungan-Nya yang abadi.  Maria Goretti meninggal dalam usia 11 tahun pada tanggal 6 Juli 1902, pada pesta Tubuh dan Darah Kristus.

Empat puluh lima tahun kemudian, pada tanggal 27 April 1947, Maria Goretti dibeatifikasi oleh Gereja Katolik. Selanjutnya, pada tanggal 24 Juni 1950 bertempat di Basilika St. Petrus, Bapa Suci Paus Pius XII memimpin upacara kanonisasi St. Maria Goretti dengan dihadiri lebih dari 250.000 umat.

Dalam homilinya Paus Pius XII menekankan bahwa keutamaan St. Maria Goretti bukan hanya pada kemurnian jiwa dan raga, tetapi juga keutamaan-keutamaannya dalam mengutamakan kepentingan rohani di atas kepentingan duniawi, kasih dan ketaatannya kepada orangtuanya, kerelaannya untuk berkorkan dalam kesulitan, pekerjaan sehari-hari, menerima kemiskinan, kecintaannya dan doanya yang mendalam kepada Yesus dalam Ekaristi, kemurahan hatinya dalam mengampuni (pembunuhnya). 

Segera setelah upacara kanonisasi berakhir, dengan segala kerendahan hati Assunta menyatakan:

“Ya Tuhan, aku tidak layak Engkau memberiku seorang kudus!....”Assunta, yang saat itu telah berumur 82 tahun, hadir dalam upacara kanonisasi dengan ditemani kedua anaknya serta pembunuh puterinya. Pesta St. Maria Goretti dirayakan setiap tanggal 6 Juli.

Alessandro & Mimpinya

Banyak mukjizat terjadi berkat bantuan doa St. Maria Goretti. Namun demikian, yang paling besar di antaranya adalah pertobatan Alessandro Serenelli, pembunuh Maria.

Segera setelah perbuatannya yang keji terhadap Maria Goretti, Alessandro ditangkap dan dimasukkan ke dalam tahanan di Nettuno, kemudian ia dipindahkan ke penjara di Roma untuk diadili. Alessandro sama sekali tidak menyesali pebuatannya. Ia berusaha mati-matian mengingkari perbuatannya, tetapi karena tidak berhasil, akhirnya ia menyerah. Alessandro dijatuhi hukuman penjara selama tiga puluh tahun. Seorang imam datang untuk memberikan bimbingan kepadanya. Alessandro marah sejadi-jadinya lalu menangis seperti orang gila, dan kemudian menyerang imam.

“Sebentar lagi, Alessandro, kamu akan memerlukan aku.” kata imam. “Marietta akan memastikannya.”

“Tidak pernah..!!” teriak Alessandro. “Aku tidak akan pernah membutuhkan seorang imam…!!!”

Hari-hari selanjutnya terasa mengerikan bagi Alessandro. Selera makannya hilang dan ia merasa gelisah. Delapan tahun dalam penjara membuatnya putus harapan.  

Pada suatu hari di tahun 1910, Alessandro berjumpa dengan Maria dalam sebuah mimpi. Mimpinya itu demikian hidup sehingga sukar baginya untuk membedakannya dari kenyataan. Jeruji dan dinding penjara lenyap, Alessandro berada di sebuah taman yang hangat oleh sinar matahari dan penuh dengan bunga-bunga yang bermekaran. Bau harum semerbak memenuhi sekitarnya. Kemudian datang kepadanya seorang gadis yang amat cantik bergaun putih bersih. Alessandro berkata kepada dirinya sendiri: “Bagaimana ini? Bukankah gadis-gadis petani biasa berpakaian warna gelap?” Tetapi dilihatnya bahwa yang datang itu Marietta. Ia berjalan di antara bunga-bunga dan tersenyum. Alessandro ingin melarikan diri darinya karena ia sangat ketakutan, tetapi tidak bisa. Maria memetik bunga-bunga bakung putih (bunga bakung putih lambang kemurnian), menyerahkannya kepada Alessandro seraya berkata, “Alessandro, terimalah ini!” Alessandro menerima bunga-bunga bakung itu satu per satu, semuanya berjumlah empat belas. Tetapi sesuatu yang ajaib terjadi. Begitu ia menerima bunga itu dari Maria, bunga-bunga bakung itu berubah menjadi api-api yang menyala. Satu bunga bakung berubah menjadi nyala api untuk menghapuskan satu tikaman yang dihujamkan Alessandro kepadanya di hari yang naas itu di Ferriere. Maria berkata sambil tersenyum, “Alessandro, seperti janjiku, jiwamu kelak akan menemuiku di surga.”

Rasa damai dan tenang segera memenuhi hati Alessandro. Penglihatan yang indah itu lenyap. Ketika Alessandro bangun dari tidurnya, ia merasa bahwa perasaan benci dan marah yang kuat dan dahsyat yang menguasainya selama ini telah hilang dari padanya.

“Aku melihatnya.” teriak Alessandro  “panggilkan pastor…!!!”

Penjaga penjara tertawa mengejeknya dan berkata dengan kasar;  “Jika kamu memang ingin bicara, tulis saja surat kepada pastor.”

Alessandro menuliskan pengakuannya dalam sebuah surat dan memohon ampun serta belas kasih Allah. Sejak saat itu ia terdorong untuk memperbaiki hidupnya.

Kelak di kemudian hari Alessandro menyadari bahwa harum semerbak bunga adalah suatu tanda baginya bahwa berkat doa-doa Maria ia beroleh rahmat untuk membuka pintu hatinya dan menerima terang serta Belas Kasih Ilahi dan dengan demikian menolak dosa yang membawanya pada kebinasaan abadi.

Setelah dipenjarakan selama 27 tahun, Alessandro dibebaskan. Ia mendapat keringanan 3 tahun karena sikapnya yang patut dijadikan teladan bagi para tahanan lain. Alessandro bekerja sebagai buruh tani selama beberapa waktu dan akhirnya memutuskan untuk tinggal di Biara Capuchin di Macareta seumur hidupnya sebagai tukang kebun. Para biarawan Capuchin menyapanya sebagai “saudara” dan Alessandro diterima sebagai anggota ordo ketiga. Di kapel biara ia mengikuti perayaan Misa setiap hari guna menemukan kedamaian dan ketenangan batin.

Alssandro mengunjungi Assunta Goretti, yang terakhir kali dijumpainya 31 tahun silam dalam sidang pengadilan. Ia memohon pengampunan dari Assunta. Assunta menumpangkan tangannya di atas kepala Alessandro, mengusap wajahnya dan dengan lembut berkata;

“Alessandro, Marietta sudah memaafkanmu, Kristus sudah memaafkanmu, dan mengapa aku tidak memaafkanmu. Tentu saja aku memaafkanmu, anakku! Mengapa aku tidak bertemu denganmu lebih awal? Kejahatanmu adalah masa lalu, dan bagiku, engkau seorang anak yang telah lama menderita.”

Keesokan harinya masyarakat desa Corinaldo menyaksikan Assunta Goretti dengan kepala tegak dan air mata mengalir di pipinya, menggandeng tangan Alessandro Serenelli seperti seorang ibu menggandeng anaknya, serta membimbingnya ke perayaan Misa. Di depan altar Assunta dan pembunuh puterinya berdampingan menerima Tubuh dan Darah Kristus. Sejak saat itu Alessandro diterima dalam keluarga Goretti yang saleh sebagai “Paman Alessandro”.  

Dalam proses beatifikasi Maria Goretti, Alessandro menjadi satu-satunya saksi yang dapat menceritakan secara jelas apa yang sebenarnya telah terjadi dalam pembunuhan keji tersebut. 

Alessandro Serenelli meninggal pada tanggal 6 Mei 1969 di Biara Capuchin di Macerata dalam usia 87 tahun.

Surat Wasiat Alessandro

Sebelum meninggal, Alessandro Serenelli meninggalkan sepucuk surat: ia menasehatkan agar kita tidak membaca majalah-majalah yang tidak baik, melihat gambar-gambar atau pun menonton film-film yang tidak sopan.

Alessandro Serenelli

Tertanggal 5 Mei 1961

Usia saya hampir 80 tahun. Sebentar lagi saya akan pergi.

Menengok kembali ke masa lalu, saya dapat melihat bahwa di masa muda saya telah memilih jalan yang salah yang menghantar saya kepada kehancuran hidup saya.

Perilaku saya banyak dipengaruhi oleh bacaan, media cetak serta tingkah laku buruk yang dianut sebagian besar kaum muda tanpa pikir. Saya juga melakukannya dan saya tidak merasa khawatir.

Ada banyak orang yang saleh dan murah hati di sekeliling saya, tetapi saya tidak peduli kepada mereka karena kekuatan jahat telah membutakan saya dan mendorong saya masuk ke dalam cara hidup yang salah. 


Ketika umur saya 20 tahun, saya melakukan kejahatan karena nafsu. Sekarang kenangan akan hal itu mengingatkan saya akan sesuatu yang amat mengerikan bagi saya. Maria Goretti, sekarang seorang santa, adalah malaikatku yang baik. Karena kuasa Penyelenggaraan Ilahi, ia dikirim untuk membimbing dan menyelamatkan saya. Masih tetap tertanam kuat dalam lubuk hati saya kata-kata nasehat dan pengampunannya. Ia berdoa bagi saya, ia berdoa bagi pembunuhnya. Tiga puluh tahun masa penjara menyusul.

Jika saja saya dapat kembali ke masa lalu, saya akan memilih untuk tetap tinggal di penjara seumur hidup saya. Saya pantas dikutuk sebab semua yang terjadi memang salah saya.

Marietta adalah sungguh terang hidupku, pelindungku, dengan bantuannya saya bisa berperilaku baik selama masa 27 tahun di penjara dan berusaha hidup tulus ketika saya diterima kembali dalam anggota masyarakat. Imam-imam St. Fransiskus, Capuchin dari Marche menerima saya dengan kemurahan hati para kudus dalam biara mereka sebagai seorang saudara, bukan sebagai pelayan. Saya telah tinggal selama 24 tahun dalam komunitas mereka, dan sekarang saya dengan sabar menunggu saatnya untuk memandang Tuhan, untuk sekali lagi memeluk dia yang aku kasihi, dan berada di samping Malaikat Pelindungku dan ibunya yang terkasih, Assunta.

Saya berharap agar surat yang saya tulis ini dapat menjadi pelajaran yang berguna bagi orang lain untuk menjauhi yang jahat dan senantiasa berjalan di jalan yang benar, seperti seorang anak kecil. Saya merasakan bahwa agama dengan ajaran-ajarannya bukanlah sesuatu yang memungkinkan kita untuk hidup tanpanya, tetapi agama adalah sumber penghiburan yang sesungguhnya, sumber kekuatan hidup yang sesungguhnya dan satu-satunya jalan keselamatan dalam segala situasi, bahkan dalam situasi yang paling menyengsarakan sekalipun dalam kehidupan seseorang.


Tertanda, Alessandro Serenelli

Setiap Martir Adalah Persembahan Bagi Gereja

1 comments:

cherryblossom said...

Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
dimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802

Post a Comment