Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Friday, July 31, 2020

Santo Ignasius dari Loyola

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 22118 Diterbitkan: 11 September 2013 Diperbaharui: 07 Oktober 2019

  • Perayaan
    31 Juli
  •  
  • Lahir
    tahun 1491
  •  
  • Kota asal
    Loyola, Guipuzcoa, Spanyol
  •  
  • Wafat
    31 Juli 1556 di Kota Roma - terkena sakit “Demam Romawi” (semacam penyakit malaria yang berulang-ulang terjadi di kota Roma, Italia, di beberapa periode dalam sejarah)
  •  
  • Beatifikasi
    27 Juli 1609 oleh Paus Paulus V
  •  
  • Kanonisasi
    12 Maret 1622 oleh Paus Gregorius XV

Ignacio López de Loyola  atau yang kita kenal sebagai St. Ignasius de Loyola adalah pendiri dari Serikat Yesus. Ia dilahirkan di Kastil keluarga bangsawan Loyola di wilayah Basque, Spanyol. Ketika masih kanak-kanak, ia dikirim untuk menjadi abdi di istana raja. Di sana ia tinggal sambil berangan-angan bahwa suatu hari nanti ia akan menjadi seorang kesatria yang hebat. Ignasius kemudian masuk militer dan menjadi seorang perwira.

Pada penyerbuan benteng Pamplona, Ignasius bertempur dengan berani namun ia terkena peluru meriam dan terluka parah.  Di kemudian hari, ia mendapat penghargaan karena kegagahannya dalam pertempuran itu. Tetapi, luka di tubuhnya membuat Ignatius terbaring tak berdaya selama berbulan-bulan di atas pembaringannya di Benteng Loyola.

Ignatius meminta buku-buku bacaan untuk menghilangkan rasa bosannya. Ia menyukai cerita-cerita tentang kepahlawanan, tetapi di sana hanya tersedia kisah hidup Yesus dan para kudus. Karena tidak ada pilihan lain, ia membaca juga buku-buku itu. Perlahan-lahan, buku-buku itu mulai menarik hatinya. Hidupnya mulai berubah. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Mereka adalah orang-orang yang sama seperti aku, jadi mengapa aku tidak bisa melakukan seperti apa yang telah mereka lakukan?” Semua kemuliaan dan kehormatan yang sebelumnya sangat ia dambakan, tampak tak berarti lagi baginya sekarang. Ia mulai meneladani para kudus dalam doa, silih dan perbuatan-perbuatan baik.

Setelah sembuh, Ignasius mengunjungi sebuah biara dimana ia menanggalkan jubah militernya dan mempersembahkannya pada lukisan Sang Perawan Maria. Ia kemudian pergi ke kota Catalunya, dan selama beberapa bulan tinggal di sebuah gua di dekat kota itu di mana ia bertapa dengan keras. Ignatius juga mengalami beberapa penampakan di tengah-tengah hari selama di rumah sakit. Penampakan-penampakan yang terjadi berulang kali ini tampil sebagai “suatu wujud yang mengambang di udara yang berada di dekatnya dan wujud ini memberinya rasa ketenangan yang amat mendalam karena wujud itu sangatlah indah … wujud itu entah bagaimana terlihat memiliki bentuk mengular dan memiliki banyak benda yang bersinar seperti mata, tapi bukanlah mata. Ia menjadi bahagia dan mengalami ketenangan hanya dengan menatap wujud ini … namun ketika wujud ini hilang ia menjadi sedih.”  

Ignasius lalu berziarah ke Tanah Suci dan ia bertekad untuk mentobatkan orang-orang yang belum mengenal Yesus disana. Namun ia tidak diperkenankan. Lalu veteran perang yang berusia 30 tahun itu pulang dan mulai belajar untuk mempersiapkan dirinya berkarya bagi nama Yesus. Mula-mula ia  belajar bahasa Latin bersama anak-anak sekolah dasar di Barcelona sampai kemudian meraih gelar sarjana di Universitas Paris.

Sejak masih kuliah Ignasius sering memberikan bimbingan rohani kepada teman-temannya. Di masa itu (bahkan sampai sekarang) tidaklah lazim apabila seorang awam mengajar spiritualitas; ia lalu  dicurigai sebagai penyebar bidaah (=agama sesat) dan dipenjarakan untuk sementara waktu  namun kemudian dilepaskan.  Kejadian itu tidak menghentikan Ignatius. “Seluruh kota tidak akan cukup menampung begitu banyak rantai yang ingin aku kenakan karena cinta kepada Yesus,” katanya.  

Di Paris Ignasius mengilhami tujuh mahasiswa (dua diantaranya adalah St. Fransiskus Xaverius dan St. Petrus Faber) untuk bersatu mengadakan ikatan. Mereka berjanji setia dan bersepakat untuk menyebarkan injil kepada mereka yang belum mengenal Kristus. Kelompok mereka ini kemudian menghadap Paus Paulus III dan menawarkan diri untuk menjalankan tugas apa saja. Bapa suci yang melihat semangat kerasulan mereka; dan pendidikan mereka yang tinggi akhirnya mengabulkan keinginan Ignasius dan kelompoknya. Bahkan lebih jauh lagi; Bapa Suci mentahbiskan mereka menjadi imam dan ikatan persaudaraan mereka dikokohkan menjadi Serikat  Rohaniwan. Serikat ini kemudian dinamakan Serikat Jesus dan mendasarkan diri pada tiga kaul yaitu : Kemiskinan, Ketaatan, dan Kemurnian; ditambah lagi dengan satu kaul khusus yaitu : Kesigapan untuk melaksanakan perintah Tahta Suci Kapan saja dan dimana saja.

Selama 15 tahun sejak persetujuan paus itu Ignasius memimpin Serikat Jesus dari Roma. Ia meyaksikan perkembangan Serikatnya berawal dari 10 orang sampai menjadi lebih dari 1000 orang. Para Jesuit berkarya dari Eropa, Asia sampai ke Benua baru Amerika.  Saat ini para Jesuit memiliki lebih dari 500 Universitas dan Perguruan Tinggi, 30.000 anggota, dan mengajar lebih dari 200.000 siswa setiap tahun.

Seringkali Ignatius berdoa, “Berilah aku hanya cinta dan rahmat-Mu, ya Tuhan. Dengan itu aku sudah menjadi kaya, dan aku tidak mengharapkan apa-apa lagi.”

St. Ignatius wafat di Roma pada tanggal 31 Juli 1556. Ia dinyatakan kudus pada tahun 1622 oleh Paus Gregorius XV.

0 comments:

Post a Comment