Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, October 4, 2020

LANSIA BOTAK (2) : Kata Gereja tentang Meredanya Berahi


Ketika memberikan pengantar dalam buku saya DOMUS PACIS PUREN DI MATA HATIKU (Pohon Cahaya, 2020), berkaitan dengan kaum lansia Rm. Yohanes Gunawan mengatakan:

Pada puncak peringatan Tahun Lansia Internasional 1 Oktober 1999, Paus Yohanes Paulus II menulis sepucuk surat secara khusus untuk para lanjut usia, baik kaum awam maupun kaum religius yang sudah lanjut usia (Letter to the Elderly). Bapa Suci mengungkapkan bahwa masa lanjut usia merupakan masa yang penuh keuntungan, penuh rahmat, berkembangnya kebijaksanaan yang matang berkat pengalaman masa silam. Ditegaskan oleh Bapa Suci demikian: ”Seperti diamati oleh St. Hieronimus, dengan makin meredanya nafsu-nafsu ’berkembanglah kebijaksanaan, dan mendatangkan lebih nasehat-nasehat yang matang’. Dalam arti tertentu itulah musim kebijaksanaan, yang pada umumnya bertumbuh dari pengalaman”.

Nafsu mereda

Orang Jawa tradisional sering menghubungkan nafsu-nafsu dalam kaitannya dengan harta, tahta, wanita. Tentu saja ini lebih terarah pada kaum lelaki. Tetapi berkaitan dengan masalah kepala botak, saya merasa baik-baik saja. Bukankah kepala botak lebih melanda kaum lansia laki-laki daripada kaum perempuan? Apalagi kebotakan lansia laki-laki lebih berkaitan dengan hormon seksual yang juga disebut hormon laki-laki. Hal ini membuat saya mengaitkan nafsu, yang ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II berdasarkan pengamatan Santo Hieronimus, dengan berahi atau libido. Ketika membuka buku KONKORDANSI ALKITAB (BPK Gunung Mulia dan Penerbitan Yayasan Kanisius, 1978), saya menemukan 4 ayat yang secara eksplisit menyebut kata “berahi”:

  • Firman-Nya kepada perempuan itu: "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu." (Kej 3:16)
  • rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya. (Ams 5:19)
  • Walaupun hal itu dilihat oleh adiknya, Oholiba, ia lebih berahi lagi dan persundalannya melebihi lagi dari kakaknya. (Yeh 23:11)
  • Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (Rm 1:27)

Keempat ayat berbicara tentang berahi yang erat dengan terjadinya atau paling tidak keinginan hubungan seksual. Kitab Kejadian dan Amsal berbicara dalam hubungan suami istri. Sedang Kitab Yehezkiel dan Surat kepada Umat Roma mengaitkan dengan penyelewengan seksual baik sebagai tindakan mesum maupun kelainan seksual.

Sebenarnya nafsu berahi sebagai dorongan seksual adalah wajar bagi manusia. Manusia bukan roh halus. Setiap orang selalu berjiwa dan berbadan. Kesatuan badan dan jiwa menjadi realita kehidup setiap orang. Kalau tidak hati-hati ada gambaran bahwa seksualitas adalah bahaya bagi hidup manusia. Seksualitas amat mudah menjerumuskan orang ke dalam kehidupan amoral. Tetapi seksualitas amat berkaitan dengan unsur hormonal dalam setiap orang. Baik atau buruknya penghayatan seksualitas amat tergantung pada sikap jiwani orang. Apa yang tercantum pada pengalaman akan nafsu berahi dalam Kitab Yehezkiel (23:11) dan yang dikatakan oleh Santo Paulus dalam surat kepada Umat Roma (1:27), hal itu amat berkaitan dengan jiwa seseorang yang hanya mencari kesenangan dan kenikmatan diri. Sedang yang ada dalam Kitab Kejadian (3:16) dan Kitab Amsal (5:19) adalah kewajaran hidup sebagai orang berkeluarga. Bahkan Kitab Amsal menyampaikan berahi kapanpun terjadi terjadi atas landasan jiwa mencinta. Nafsu berahi seperti itu di kalangan kaum lansia terutama laki-laki akan mengalami keredaan. Meredanya nafsu berahi amat berkaitan dengan perubahan hormon seksual.

Sebuah tantangan kehidupan

Bagaimanapun juga meredanya nafsu seksual pada kaum lansia menjadi pengalaman batin yang bisa membawa perkembangan jiwa orang menjadi negatif atau menjadi positif. Di dalam kehidupan beriman hal ini amat berkaitan dengan penghayatan kehidup yang terbuka pada bimbingan Roh Kudus atau tidak.

Bahaya jadi lansia negatif

Sebagai pengikut Tuhan Yesus Kristus kehidupan yang berlawanan dengan Roh Kudus disebut perbuatan daging. Santo Paulus membeberkan tentang perbuatan daging. Bagi Paulus ini “Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (Gal 5:19-21) Dari deretan ungkapan dan wujud perbuatan daging, pada hemat saya yang menyangkut berahi adalah percabulan,kecemaran, dan hawa nafsu. Kalau disebut sebagai perbuatan daging, hal ini menjadi kebiasaan berperilaku.

Perilaku mengumbar berahi dalam keseharian dapat menimbulkan masalah berat dalam kehidupan lansia. Meredanya hormon seksual mengakibatkan kekuatan berahi menurun bahkan menghilang. Bagi yang sudah biasa berperilaku menuruti nafsu berahi, mereda bahkan menghilangnya daya seksual bisa menjadi kenyataan hidup yang sulit diterima. Lansia seperti ini dapat menderita ati karep daya cupet (hati masih berkehendak tetapi daya sudah tidak memadahi). Pikiran dan perasaan masih dikuasai oleh kehendak bermain seks, tetapi daya kemampuan sudah menghilang. Lansia yang tidak menerima kenyataan seperti ini oleh Santo Paulus disebut tidak mendapatkan bagian dalam Kerajaan Allah (Gal 5:21). Sosok seperti ini tidak mengalami ketenangan dan ketenteraman hidup. Dia berada dalam sikap tidak dapat menerima realita perkembangan biologis sebagai lansia. Sosok lansia seperti ini tidak mengalami kematangan perkembangan diri. Bapak A. Supratiknya, seorang psikolog, mengetengahkan pokok-pokok lansia yang tidak mencapai kematangan diri menurut Ericson. Hal ini disampaikan dalam seminar untuk para lansia di Domus Pacis Puren pada Minggu 5 Agustus 2018. Pada hemat saya, berkaitan dengan masalah lansia yang tak mampu menerima realitas perubahan hormon seksual, ada lima pokok perilaku negatif yang mudah terjadi:

  • Mencerminkan ketidak-mampuan untuk menerima kenyataan bahwa inilah satu-satunya kehidupan yang mereka miliki dan bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan tersebut merupakan buah dari usaha mereka sendiri.
  • Mencerminkan ketidak-mampuan menghadapi berbagai kesulitan dan/atau ancaman fisik maupun ekonomi.
  • Mencerminkan sifat-sifat orang yang tidak bahagia, pesimis, dan kurang puas dengan kehidupan mereka.
  • Mencerminkan sikap orang yang terjebak pada perasaan kecewa dan serba menyalahkan pihak lain, sehingga tidak mampu belajar menjadi lebih arif dari berbagai kesalahan yang pernah diperbuat. 
  • Mencerminkan sikap dasar penuh kekecewaan-penyesalan, merasa tidak berdaya, dan tidak mampu menerima diri apa adanya.

Menjadi lansia positif

Kalau hidup negatif adalah buah hidup menurut daging, maka yang positif terjadi karena hidup dalam keterbukaan pada bimbingan Roh Kudus. Santo Paulus berkata “Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu. Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.” (Gal 5:22-24) Dalam kaitan dengan hormon seksual pada hemat  saya buah Roh yang cukup mewarnai untuk menjadikan orang positif adalah “kasih, sukacita, dan damai sejahtera” (ay 22). Bagi para murid Kristus kasih adalah hukum utama dan dasar orang Kristiani. Tuhan Yesus bersabda “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh. Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.” (Yoh 15:10-12) Orang yang sungguh hidup dalam kasih akan memiliki keutamaan hidup seperti kesabaran, kemurahan, kebaikan, dan kesetiaan karena orang dapat hidup berkorban. Hidup dalam kasih membuat orang tak hanya mengejar kesenangan dan kehendak diri. Orang akan hidup dalam kepentingan yang dikasihi (band ay 13). Hubungan seks akan menjadi tanda cinta sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Amsal yang menyatakan bahwa lekatnya berahi dan cinta (band 5:19).

Bagi kaum lansia meredanya hormon seksual justru dapat membuat perhatian lebih mendalam dalam pengalaman cinta kasih. Daya seksual dapat menghilang tetapi kasih itu abadi. Bukankah Allah adalah kasih? (1Yoh 4:8) Orang yang menghayati segalanya termasuk dorongan berahi dengan dasar kasih akan mengalami kelansiaan sebagai masa makin mesra dalam hubungan batin dengan yang ilahi. Lalu bagaimana dengan mereka yang hidupnya terlalu mengejar senang dan kehendak diri termasuk dalam nikmat seksual? Bagi para pengikut Kristus orang tidak perlu ditudung keprihatinan dan ketakutan. Bagi kaum beriman Kristiani “Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:17). Dengan bertobat orang tetap ada dalam Kerajaan Allah kalau bertobat dan mempercayakan diri pada Kristus yang menjadi tanda suka cinta ilahi (band Mrk 1:15). Dalam hal ini pertobatan bukan melulu menjadi tantangan bagi kaum pendosa. Orang baik-baik juga harus menjaga agar tetap menghayati pertobatan sebagai sikap batin berkiblat pada Allah. Dengan ini orang dapat menerima realita diri dan terbuka untuk pengembangan dan pendalaman diri. Ada pokok-pokok lansia yang mampu menghayati diri menjadi posisif disampaikan oleh Bapak Supratiknya pada Minggu 5 Agustus 2018. Menurut saya ada beberapa sikap yang bisa muncul:

  • Mencerminkan keyakinan bahwa semua yang mereka capai hingga kini merupakan buah dari pilihan dan usaha mereka sendiri.
  • Mencerminkan keyakinan bahwa inilah satu-satunya kehidupan yang mereka miliki dan bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan itu merupakan buah dari usaha mereka sendiri.
  • Mencerminkan kemampuan untuk mengakui di hadapan diri mereka sendiri maupun di hadapan semua orang lain bahwa mereka sendirilah yang bertanggung jawab atas semua kesulitan dan kegagalan yang pernah mereka alami.
  • Mencerminkan sifat orang yang mampu menyongsong tahap akhir kehidupan sebagai pribadi yang mencapai kepenuhan diri.
  • Mencerminkan sikap dasar penuh rasa syukur, memiliki kendali atas kehidupannya sendiri, serta menerima diri maupun orang lain apa adanya.

0 comments:

Post a Comment