Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, October 8, 2020

LANSIA BOTAK (3) : Belajar Cinta Adiyuswa

 

Dengan meredanya nafsu-nafsu dalam diri lansia, Rm. Gunawan mencatat kata-kata Paus Yohanes Paulus II “
Dalam arti tertentu itulah musim kebijaksanaan, yang pada umumnya bertumbuh dari pengalaman” (idem). Bagi orang yang mencapai kematangan masa lansia disebut sebagai musim kebijaksanaan. Kebijaksanaan akan tercapai karena pengalaman.

 

Kesejatian tua

 

Masa tua atau lansia kerap dikaitkan dengan usia. Orang disebut lansia mulai dengan usia 60 tahun. Dari sini akan ada lansia dasar(60-75 tahun), lansia madya (75-90), usia amat lanjut (90 tahun keatas). Tetapi bagi orang beriman makna lansia tidak terutama dilihat dari segi usia. “Sebab usia lanjut adalah terhormat bukan karena waktunya panjang dan bukan karena tahunnya berjumlah banyak. Tetapi pengertian orang adalah uban, dan hidup yang tak bercela merupakan usia yang lanjut.” (Kebj 4:8-9). Kesejatian usia lanjut di hadapan Tuhan ditentukan oleh hidup terhormat bukan karena lama hidup berpuluh-puluh tahun. Yang menentukan adalah pengertian atau kebijaksanaan dan hidup tanpa cela.

Di kalangan masyarakat umum yang bijak dan terhormat atau tanpa cela kerap disebut orang ber”pengalaman”. Dan yang berpengalaman ini kerap diibaratkan sudah “banyak makan asam garam” sehingga makin banyak usianya dianggap makin berpengalaman. Padahal pengalaman pada dasarnya datang pada orang yang mampu menerima dan menghadapi kejadian atau peristiwa nyata dan kemudian merefleksikannya. Yang memiliki kebiasaan merenungkan apapun yang dihadapi akan mendapatkan kematangan diri. Sebagai orang Katolik kita mendapatkan teladan hidup beriman terutama dalam diri Bunda Maria. Sekalipun masih muda Bunda Maria terbiasa “menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.” (Luk 2:19) Di dalam pengalaman kita bisa menemukan orang-orang yang relatif masih masuk golongan muda tetapi mendapatkan status terhormat masuk menjadi jajaran yang dipercaya mengurus banyak orang. Orang-orang muda seperti ini masuk golongan “yang dituakan”.

Menjadi lansia yang sungguh tua

Saya beberapa kali menjumpai orang yang tidak mau menerima istilah lanjut usia (lansia) disematkan pada golongan usia 60 tahun keatas. Mereka mengatakan bahwa yang baik adalah “adiyuswa”. Tidak sedikit kelompok-kelompok atau paguyuban-paguyuban dan organisasi orang-orang berusia 60 tahun keatas menamakan diri golongan adiyuswa. Kata adiyuswa berasal dari kata Jawa adi (indah) dan yuswa (usia). Orang-orang atau kelompok-kelompok seperti ini memandang kaum seusianya adalah generasi berusia emas. Bahkan Paus Yohanes Paulus II menyebutnya sebagai golongan yang memetik “musim kebijaksanaan”. Tetapi di dalam kenyataan tak jarang saya melihat seorang lansia menyebalkan. Dia masih berlagak seperti anak-anak muda. Ada yang masih suka ngomongkan kesuksesan masa lalu padahal masa kininya kondisinya amat berbalik. Dalam pergaulan dengan lawan jenis masih ada tampak tampil pasang aksi seakan-akan masih memiliki daya tarik. Bagi yang masih berdua kakek-nenek ada yang kalau tidur berbeda ranjang karena mungkin ada gambaran tidur seranjang sama dengan kesiagaan berhubungan seksual. Dari ceritera dalam buku atau tayangan film dan sinetron saya menemukan kegundahan lansia yang sudah tak memiliki daya perkelaminan.

Dari kejadian-kejadian itu saya menyadari bahwa keindahan kelansiaan tidak selalu nampak dalam setiap orang lansia. Tetapi bagaimanapun juga dambaan menghayati usia lanjut yang membahagiakan baik dalam diri sendiri maupun terhadap orang lain ada pada setiap orang. Memang saya juga menjumpai sosok-sosok lansia yang tampaknya menghayati “musim kebijaksanaan” atau ke-adiyuswa-an. Di antara mereka ada yang penghayatannya datang secara alamiah. Saya yakin bahwa sosok-sosok seperti ini terbiasa refleksif dalam hidupnya. Tetapi ada yang sesudah masuk menjadi lansia sungguh tampak tampil bijaksana dan disukai banyak orang, padahal dulu hidupnya banyak membuat batu sandungan orang lain. Saya yakin bahwa sosok-sosok seperti ini adalah orang yang mampu berbalik dari pola batinnya atau yang dalam keimanan disebut mengalami pertobatan. Dari ini semua saya meyakini bahwa menjadi lansia yang sungguh tua, dalam arti mampu menghayati masa kelansiaan secara positif, adalah dambaan atau cita-cita orang yang mengalami atau akan mengalami masa usia lanjut. Kesejatian tua tidak datang bergitu saja menurut pertambahan usia. Kesejatian tua adalah perjuangan pembiasaan olah batin yang bisa sudah menjadi kebiasaan sejak muda. Tetapi pembiasaan olah hati ini bisa datang ketika orang sudah masuk dalam usia lanjut karena pertobatan atau kesadaran sikap sedia berbalik dari kebiasaan buruk masa lampau.

Tantangan rohani hadapi “kebotakan”

 

Uraian-uraian di atas kepala botak yang disandang oleh kaum lansia bagi saya menjadi indikasi hadirnya realita tertentu dalam hidup seseorang. Ini adalah realita perubahan hormon seksual. Tidak semua yang mengalami perubahan hormon seksual akan menjadi botak. Memang, banyak kaum priya yang megalaminya secara alami karena 60-70% melaanda mereka. Tetapi bagi kaum perempuan persentasenya hanya 15-20%. Oleh karena itu yang paling pokok bagi kaum lansia adalah realita daya seksual yang ada ketika kelansiaan.

 

Bagi orang beriman ada pencerahan bahwa seksualita amat berkaitan dengan penghayatan akan hidup kasih atau cinta. Di dalam Perjanjian Lama ada Kitab Kidung Agung yang dalam keseluruhan 8 bab dan 113 ayat isinya menggambarkan hubungan cinta atau kasih antara laki-laki dan perempuan. Dari 113 ayat itu hanya ada satu kata Tuhan muncul yaitu dalam bab 8 ayat 6 yang berbunyi “Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN!” Sekuat dan segairah apapun sehingga hidup ini seakan-akan ada dalam aura seksual dalam berkasih-kasihan, hal itu menjadi perlambang akan cahaya Tuhan. Hubungan Tuhan dengan umat memang sering digambarkan seperti hubungan perkawinan. Sebagai contoh kita dapat membaca salah satu kutipan. “Sebab seperti seorang muda belia menjadi suami seorang anak dara, demikianlah Dia yang membangun engkau akan menjadi suamimu, dan seperti girang hatinya seorang mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati atasmu.” (Yes 62:5). Bagi orang beriman hubungan seksual akan dilandasi oleh jiwa kasih cinta sehingga menjadi pertanda hubungan personal dengan Tuhan. Tanpa Tuhan itu hanya menjadi umbaran berahi yang tak pernah menghadirkan kebahagiaan sejati karena orang tak pernah sungguh puas sehingga selalu mengejarnya karena tiada kepuasan yangmenyentuh lubuk hati. Lain halnya dengan seksualitas yang selalu menjadi pertanda kasih Tuhan. Daya berahi bisa mereda, pudar, dan menghilang. Tetapi yang ditandakan, yaitu kasih Tuhan, tak akan padam karena “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8). Dalam Allah seksualitas tidak menjadi hal sempit soal hubungan perkelaminan. Di dalam hidup berkeluarga Gereja Katolik menyatakan “Oleh karena Allah telah menciptakannya sebagai pria dan wanita, maka cinta di antara mereka menjadi gambar dari cinta yang tak tergoyangkan dan absolut, yang dengannya Allah mencintai manusia.” (Katekismus Gereja Katolik 1604). Dengan demikian tantangan bagi lansia dalam penghayatan seksual adalah menghayati keabsolutan cinta sebagai pengalaman dicintai Allah.

 

Mendalami kesejatian cinta


Karena untuk menghayati kehidupan seksual sebagai kebijaksanaan iman, orang harus memiliki kemesraan dengan Tuhan. Hatinya harus terbangun dan terkembangkan biasa berhubungan dengan Tuhan secara personal. Hal ini menuntut adanya penghayatan hati hati.

 

Kesempatan luas lansia

 

Untuk mendapatkan keheningan hati orang harus mampu menyendiri. Orang Jawa kegiatan menyendiri kerap disebut bertapa atau samadi. Di dalam kegiatan Gereja ini menjadi yang disebut retret atau rekoleksi. Di dalam retret atau rekoleksi ada penekanan diri untuk sendiri merenung. Umat Kristiani banyak melakukan retret atau rekoleksi dengan pergi ke tempat khusus yang kerap disebut rumah retret. Di rumah retret orang bisa melepas kesibukan harian untuk mengalami kesempatan ada dalam kesendirian. Di dalam seminari dan biara ada jam-jam tertentu yang menuntut silentium atau suasana diam. Dalam jam-jam itu ada larangan untuk omong dengan orang lain. Dalam suasana seperti ini seorang calon imam, suster, bruder dalam kediaman membangun dan mengembangkan relasi personal dengan Tuhan.

 

Suasana ada dalam kesendirian bagi lansia tidak perlu harus mengikuti kegiatan retret dengan beaya khusus. Lansia juga tidak perlu harus meminta jadual jam tertentu untuk mengalami diam merenung. Pada umumnya kaum lansia mengalami kesendirian sebagai kenyataan harian. Tidak sedikit lansia yang kehilangan teman-teman dekat sebaya. Sekalipun berada serumah dengan anak-cucu, lansia bisa tidak mudah untuk duduk bersama dengan mereka. Pada saat ini anak-cucu banyak disibukkan oleh pekerjaan dan atau dunianya serta jaringanpergaulannya sendiri. Sekalipun barangkali ikut banyak kumpulan, seorang lansia akan mengalami mayoritas hidup dalam kesendirian di rumah. Pada zaman kini kesendirian akan menjadi hal yang harus dihadapi oleh kebanyakan lansia. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana kaum lansia menghadapi kesendirian sebagai kesempatan emas atau anugerah besar ilahi.

 

Mengolah cinta bersama Allah

 

Hubungan personal dengan Tuhan justru menjadi kesejatian doa. Tuhan Yesus bersabda “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.” (Mat 6:6) Sendiri bersama Tuhan menjadi doa yang sungguh personal. Bagi saya masuk tempat tersembunyi berarti berada dalam hati bersama Allah Bapa. Berkaitan dengan perkembangan seksualitas, seorang lansia dapat membawa pengalaman segala peristiwa dalam hubungannya atau pergaulannya dengan lawan jenis. Ini adalah peristiwa omong-omong dengan Tuhan dalam hati. Omong-omong dengan Tuhan dalam hati ini memang dapat dengan sikap tertentu dan di tempat tertentu. Tetapi yang pokok adalah terjadi omong-omong dalam hati dalam keadaan apapun misalnya pada saat duduk dan nonton TV. Bahkan ketika kita sedang berhadapan dengan orang serumah ataupun tamu. Kita dapat omong singkat dengan Tuhan seperti kirim SMS dalam hati. Bagi saya dua macam peristiwa yang menjadi bahan omong-omong dengan Tuhan dalam hati.

·         Peristiwa-peristiwa masa kini. Apapun yang menyentuh hal seksual masa kini sebagai lansia dapat kita bayangkan. Pikiran, perasaan, kehendak apa saja yang muncul? Siapa-siapa saja yang tersangkut di situ? Itu semua dapat kita omongkan dengan Tuhan dalam hati. 

·         Peristiwa-peristiwa yang sudah lewat. Bisa jadi kita teringat akan kejadian-kejadian yang telah lewat kapanpun. Kita juga menjadikannya bahan omong-omong dengan Tuhan dalam hati.

 

Kalau omong-omong dalam hati itu menjadi kebiasaan, kita sungguh akan memiliki pengalaman nyata berkaitan dengan kehidupan seksualitas. Segalanya masuk dalam hati dan sadar atau tidak sadar akan menjadi permenungan dengan terang Roh Kudus. Secara alamiah kita akan mengingat berbagai peristiwa manusiawi itu bersama Allah Tritunggal. Kita menjalani olah hati itu sebagai ketaatan menjalani petujuk Tuhan Yesus untuk masuk di tempat tersembunyi. Di situ kita berjuma dengan Bapa atas daya Roh Kudus, karena setiap orang adalah bait Roh (1Kor 6:19).


Pembiasaan diri olah hati seperti itu bagi lansia sungguh membuat dan menjaga kematangan diri. Lansia sungguh menjadi golongan tua yang berpengalaman, karena selalu belajar dan belajar serta berguru dan berguru dalam kehidupannya. Bukankah pengalaman adalah guru yang paling baik dan bermutu. Dan dengan menjumpakan peristiwa-peristiwa dalam hati kepada Allah, kita tidak hanya mendapatkan mengalami manusiawi. Kita juga menghayati pengalaman rohani dalam kehidupan seksual. Kita akan boleh mengenyam usia lanjut sebagai adiyuswa. “Hidup yang panjang diyakini sebagai tanda kemurahan hati Ilahi (bdk. Kej 11:10-32). Selain itu, masa lanjut usia juga menjadi masa yang sungguh menguntungkan bagi usaha mengantarkan hidup hingga kepenuhannya sesuai dengan rencana Allah bagi setiap orang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kematangan manusiawi dan tanda berkat Allah.” (Rm. Yohanes Gunawan pada “Kata Pengantar” dalam DOMUS PACIS PUREN DI MATA HATIKU, Pohon Cahaya 2020).

1 comments:

Sunflower said...

ayo segera bergabung dengan saya di D3W4PK
hanya dengan minimal deposit 10.000 kalian bisa menangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi ayo segera bergabung, dan di coba keberuntungannya
untuk info lebih jelas silahkan di add Whatshapp : +8558778142
terimakasih ya waktunya ^.^

Post a Comment