Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, December 16, 2014

BINGUNG BERAHMAT


Pada hari Kamis 11 Desember 2014 Komunitas Rama Domus Pacis mengadakan Misa untuk merayakan ulang tahun imamat Rama Yadi dan Rama Harjaya. Rama Yadi menyambut 36 tahun dan Rama Harjaya 43 tahun. Peristiwa seperti ini dikhususkan bagi keluarga rama yang merayakan, umat Lingkungan Fransiskus Asisi Puren, relawan-relawati masak untuk Domus Pacis, dan relawan-relawati program Novena Ekaristi. Pada kesempatan 11 Desember itu Rama Yadi menjadi selebran utama yang didampingi oleh Rama Harto Widodo dan Rama Putranto (Rektor Domus Pacis). Kor dari gabungan Lingkungan Yohanes Rasul dan Dominikus dari Paroki Baciro menjadi penyemarak misa kali ini. Rama Harjaya tidak dapat dihadirkan karena kondisinya mengharuskannya hanya berbaring di tempat tindurnya.

Sekalipun hari pelaksanaan misa itu adalah Hari Biasa Pekan II Adven, liturgi yang dipakai diambil dari Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda dari 8 Desember. Ini berkaitan dengan kenangan atas peristiwa tahbisan Rama Yadi yang terjadi pada 8 Desember 1978. Rama Yadi dalam homilinya menyampaikan sharing pengalaman panggilan imamatnya dikaitkan dengan Injil Lukas 1:26-38 yang mengisahkan kabar gembira dari Malaikat Gabriel kepada Santa Perawan Maria. Rama Yadi memusatkan pada perasaan bingung Maria karena berita bahwa dia akan mengandung. Tetapi semua menjadi baik dan berkembang karena sikap Maria dengan kata-kata "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." (Luk 1:38).

Rama Yadi yang sudah menjadi guru dan bahkan kepala sekolah mendaftarkan diri menjadi seminaris di Mertoyudan. Tetapi dari Mertoyudan disarankan ikut tes di Realino, Yogyakarta. Sekalipun merasa mudah mengerjakan tes, tetapi Rama Yadi tidak pernah mendapatkan pemberitahuan lulus dan tidaknya. Walau selalu bertanya-tanya dalam hati (bingung) Rama Yadi tetap menjalani segalanya. Suatu ketika kala sedang bepergian bersepeda dengan 2 orang teman guru, lewatlah beliau di jalan Kaliurang dan melihat papan bertuliskan Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan. Rama Yadi mampir dan ditemui oleh almarhum Rama Wignyasupadmo yang pada waktu itu menjadi rektor. Dari omong-omong, Rama Rektor menerima Rama Yadi tanpa tes dan diminta mulai masuk pada bulan Januari. Namun kemudian datanglah masalah keluarga yang menuntut Rama Yadi harus mendampingi salah satu kakaknya yang bermasalah. Ini terjadi selama 3 tahun. Rama Yadi, yang biasa dipanggil Rama Pak Yadi, dari usia 36 tahun menjalani studi selama 6 tahun dengan kerap merasa bingung atas sulitnya materi kuliah. Setiap ujian selalu ada 3 mata kuliah yang harus diulang. Sesudah ditahbiskan pun ada banyak hal pastoral yang sering membingungkannya. Kini berada di Domus Pacis juga kerap bingung terhadap pembicaraan yang lebih muda karena daya pendengaran yang sudah banyak berkurang. Tetapi semua berjalan dengan meneladan Bunda Maria yang memiliki ketaatan iman.

Rama Purwatmo, yang diberi kesempatan, menanggapi kehadiran Rama pak Yadi masuk seminari dalam usia tuanya membuat Seminari Tinggi Kentungan makin terbuka pada warga Katolik yang merasa terpanggil dalam usia tuanya. Kini ada beberapa seminaris yang masuk dalam usia tua bahkan lebih tua dari Rama Yadi dahulu. Sesudah misa semua menikmati makan bersama.

0 comments:

Post a Comment