Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Monday, June 2, 2014

SURAT ENSIKLIK TERANG IMAN (10)

Berikut ini adalah terjemahan yang tidak resmi (unofficial translation) dari ensiklik Paus Fransiskus yang berjudul Lumen Fidei (Terang Iman). Jika anda ingin mengutip terjemahan ensiklik ini, mohon mencantumkan www.katolisitas.org sebagai sumbernya, sehingga kalau ada masukan dapat diberitahukan kepada kami.
AN  UNOFFICIAL INDONESIAN TRANSLATION OF THE ENCYCLICAL LUMEN FIDEI (The Light of Faith)
@COPYRIGHT 2014 – KATOLISITAS


Surat Ensiklik
TERANG IMAN

dari Sri Paus
FRANSISKUS
Kepada Para Uskup Imam dan Diakon
Kaum Religius dan Umat Awam
Tentang IMAN



Iman karena pendengaran dan penglihatan

29. Tepatnya karena pengetahuan- iman terkait dengan perjanjian dengan Seorang Allah yang setia yang masuk ke dalam suatu hubungan kasih dengan manusia dan mengatakan sabda-Nya kepada manusia, Alkitab menghadirkannya sebagai sebuah bentuk pendengaran, hal ini terkait dengan indera pendengaran. Santo Paulus ingin menggunakan sebuah rumusan yang menjadi klasik: fides ex auditu, “iman timbul dari pendengaran” (Rom 10:17). Pengetahuan yang terkait dengan sebuah kata adalah selalu pengetahuan yang bersifat personal; yang mengenali suara dari seseorang yang berbicara, membukakan kepada orang itu dalam kebebasan dan mengikuti dia [laki-laki atau perempuan] dalam ketaatan. Paulus bisa dengan demikian berbicara tentang “ketaatan iman” (bdk. Rom 1:5; 16:26).[23]  Iman juga sebuah pengetahuan yang terikat pada jalur waktu, karena kata-kata membutuhkan waktu untuk diucapkan, dan iman adalah sebuah pengetahuan yang diserap hanya sepanjang perjalanan permuridan. Karena itu, pengalaman dari pendengaran dapat membantu untuk menghasilkan dengan lebih jelas ikatan antara pengetahuan dan kasih itu.

Seringkali, di mana pengetahuan akan kebenaran dirisaukan, pendengaran telah dipertentangkan dengan penglihatan; telah diklaim bahwa penekanan pada penglihatan merupakan karakteristik kebudayaan Yunani. Jika terang membuat mungkin bahwa kontemplasi akan keseluruhan yang kepadanya umat manusia selalu bercita-cita, itu juga akan nampaknya tidak meninggalkan ruang bagi kebebasan, karena ia [terang itu]turun dari surga secara langsung ke mata, tanpa menuntut sebuah tanggapan. Ia [terang]juga nampaknya menuntut semacam kontemplasi yang tidak berubah, jauh terpisah dari dunia sejarah dengan segala sukacita dan penderitaannya. Dari sudut pandang ini, pemahaman Alkitab tentang pengetahuan menjadi bertentangan dengan pemahaman Yunani, karena yang terakhir ini [paham Yunani]telah mengaitkan pengetahuan kepada penglihatan dalam upayanya untuk mencapai sebuah pemahaman yang komprehensif dari realitas.

Pertentangan yang terduga ini, bagaimanapun, tidak sesuai dengan fakta Alkitab. Perjanjian Lama telah menggabungkan kedua jenis pengetahuan, sejak pendengaran sabda Allah disertai dengan keinginan untuk melihat wajah-Nya. Oleh karena itu, dasar telah diletakkan untuk sebuah dialog dengan budaya Helenistik, sebuah dialog hadir di inti Kitab Suci. Pendengaran menekankan panggilan pribadi dan ketaatan, dan fakta bahwa kebenaran dinyatakan dalam waktu. Penglihatan memberikan sebuah visi dari keseluruhan perjalanan dan menerima perjalanan tersebut untuk ditempatkan dalam rencana Allah secara keseluruhan; tanpa visi ini, yang tersisa pada kita hanyalah bagian-bagian yang tidak berhubungan dari sebuah keseluruhan yang tidak diketahui.

30. Ikatan antara penglihatan dan pendengaran dalam pengetahuan-iman yang paling jelas terbukti dalam Injil Yohanes. Bagi Injil ke-Empat ini, percaya adalah mencakup hal mendengar maupun melihat. Pendengaran iman muncul sebagai sebuah bentuk dari pengenalan yang layak bagi kasih: pendengaran ini merupakan sebuah pendengaran pribadi, seseorang yang mengenali suara Sang Gembala Yang Baik (bdk.Yoh 10:3-5); sebuah pendengaran yang menuntut pemuridan, seperti halnya dengan para murid-murid Kristus yang pertama: “Mendengar apa yang dikatakan-Nya itu, [lalu]mereka pergi mengikuti Yesus” (Yoh. 1:37). Namun iman juga dihubungkan dengan penglihatan. Melihat tanda-tanda yang telah diperbuat Yesus seringnya menimbulkan iman, seperti dalam kasus orang-orang Yahudi yang, setelah kebangkitan Lazarus, “setelah menyaksikan apa yang Dia lakukan, percaya kepada-Nya” (Yoh 11:45). Di saat-saat yang lain, iman itu sendiri mengarah kepada visi yang lebih dalam: “Jikalau kamu percaya, kamu akan melihat kemuliaan Allah” (Yoh 11:40). Pada akhirnya, kepercayaan dan penglihatan bersinggungan: “Siapapun yang percaya kepada-Ku, percaya kepada Dia yang telah mengutus Aku. Dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia yang telah mengutus Aku.” (Yoh 12:44-45). Digabungkan dengan pendengaran, penglihatan kemudian menjadi sebuah cara dari mengikuti Kristus, dan iman muncul sebagai sebuah proses dari tatapan, yang di mana mata kita berangsur terbiasa dengan memandang dengan tajam jauh ke dalam. Maka, Paskah pagi diteruskan dari Yohanes yang, berdiri di kegelapan awal pagi di hadapan makam yang kosong, “melihat dan percaya” (Yoh 20:8), kepada Maria Magdalena yang, setelah melihat Yesus (bdk. Yoh 20:14) dan ingin memegang-Nya, diminta untuk memandang-Nya saat Dia naik kepada Bapa-Nya, dan akhirnya, kepada pengakuan penuh Maria Magdalena dihadapan para murid-Nya: “Aku telah melihat Tuhan!” (Yoh 20:18).

Bagaimana seseorang mencapai perpaduan antara pendengaran dan penglihatan ini? Hal ini menjadi mungkin melalui pribadi Kristus sendiri, yang dapat dilihat dan didengar. Dia adalah Sang Sabda yang menjadi daging, yang kemuliaan-Nya telah kita lihat (bdk. Yoh 1:14). Terang iman adalah terang dari sebuah wajah yang di dalamnya Bapa terlihat. Dalam Injil ke-Empat, kebenaran yang dicapai oleh iman adalah wahyu dari Bapa dalam Sang Putra, dalam daging-Nya dan perbuatan-perbuatan-Nya di bumi, sebuah kebenaran yang dapat didefinisikan sebagai “kehidupan yang dipenuhi terang” dari Yesus.[24] Ini berarti bahwa pengetahuan- iman tidak mengarahkan pandangan kita kepada sebuah kebenaran dalam batin belaka.

Kebenaran yang diungkapkan iman kepada kita adalah sebuah kebenaran yang berpusat pada sebuah perjumpaan dengan Kristus, pada kontemplasi hidup-Nya dan pada kesadaran akan kehadiran-Nya. Santo Thomas Aquinas berbicara tentang fides oculata para rasul – sebuah iman yang melihat! – dalam kehadiran tubuh Tuhan yang bangkit.[25] Dengan mata kepala mereka sendiri mereka melihat Yesus yang bangkit dan mereka percaya; dengan kata lain, mereka mampu untuk melihat lebih tajam ke kedalaman pemahaman dari apa yang telah mereka lihat dan untuk mengakui iman mereka kepada Putera Allah, yang duduk di sebelah kanan Bapa-Nya.

31. Hanya dengan cara inilah, dengan menjadi daging, dengan berbagi kemanusiaan kita, maka Pengetahuan yang tepat untuk kasih itu bisa sampai kepada buah hasil yang penuh. Karena terang Kasih lahir ketika hati kita tersentuh dan kita membuka diri kita terhadap kehadiran sang Kekasih itu di dalam hati, yang memampukan kita untuk mengenali misteri-Nya. Dengan demikian kita dapat memahami mengapa, bersama-sama dengan pendengaran dan penglihatan, Santo Yohanes dapat berbicara tentang iman sebagai sentuhan, saat ia berkata dalam Surat Pertamanya: “Apa yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami dan yang telah kami raba dengan tangan kami, tentang Firman hidup” (1 Yoh 1:1). Dengan menjelma menjadi daging dan datang di antara kita, Yesus telah menyentuh kita, dan melalui sakramen-sakramen Dia terus menyentuh kita bahkan sampai hari ini, dengan mengubah hati kita, Dia tak henti-hentinya memampukan kita untuk mengakui dan menyatakan diri-Nya sebagai Putera Allah. Dalam iman, kita dapat menyentuh-Nya dan menerima kekuatan rahmat-Nya. Santo Agustinus, berkomentar tentang wanita yang menderita pendarahan yang telah menyentuh Yesus dan disembuhkan (bdk. Luk 8:45-46), mengatakan: “Untuk menyentuh-Nya dengan hati kita: itulah apa yang dimaksud dengan percaya”.[26] Kerumunan orang mendesak Yesus, tetapi mereka tidak menggapai-Nya dengan sentuhan iman secara pribadi, yang menangkap misteri bahwa Dia adalah sang Putera yang menyatakan Bapa-Nya. Hanya ketika kita dibentuk menjadi satu dengan Yesus kita memperoleh mata yang dibutuhkan untuk melihat-Nya.

0 comments:

Post a Comment