Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Wednesday, April 16, 2014

Sabda Hidup

Kamis, 17 April 2014
KAMIS PUTIH
Bacaan:
Kel. 12:1-8,11-14; Mzm. 116:12-13,15-16bc,17-18; 1Kor. 11:23-26; Yoh. 13:1-15

Yohanes 13:1-15:
1 Sementara itu sebelum hari raya Paskah mulai, Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. 2 Mereka sedang makan bersama, dan Iblis telah membisikkan rencana dalam hati Yudas Iskariot, anak Simon, untuk mengkhianati Dia. 3 Yesus tahu, bahwa Bapa-Nya telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya dan bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah. 4 Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya. Ia mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, 5 kemudian Ia menuangkan air ke dalam sebuah basi, dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya lalu menyekanya dengan kain yang terikat pada pinggang-Nya itu. 6 Maka sampailah Ia kepada Simon Petrus. Kata Petrus kepada-Nya: "Tuhan, Engkau hendak membasuh kakiku?" 7 Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang, tetapi engkau akan mengertinya kelak." 8 Kata Petrus kepada-Nya: "Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selama-lamanya." Jawab Yesus: "Jikalau Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku." 9 Kata Simon Petrus kepada-Nya: "Tuhan, jangan hanya kakiku saja, tetapi juga tangan dan kepalaku!" 10 Kata Yesus kepadanya: "Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Juga kamu sudah bersih, hanya tidak semua." 11 Sebab Ia tahu, siapa yang akan menyerahkan Dia. Karena itu Ia berkata: "Tidak semua kamu bersih." 12 Sesudah Ia membasuh kaki mereka, Ia mengenakan pakaian-Nya dan kembali ke tempat-Nya. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengertikah kamu apa yang telah Kuperbuat kepadamu? 13 Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. 14 Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamupun wajib saling membasuh kakimu; 15 sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.


Renungan:
"Lalu bangunlah Yesus dan menanggalkan jubah-Nya" (Yoh 13:4). Membaca ayat ini bayangan saya adalah Yesus melepaskan kebesaranNya sebagai seorang guru demi membersihkan para muridNya. Sang Guru yang semestinya dilayani murid-murid-Nya, memakai kain dan membersihkan kaki para muridNya. Jubah lambang kebesaran ditanggalkan dan diganti dengan kain pelayan yang melayani.
Posisi tinggi, kebesaran kuasa tampaknya memikat banyak orang. Dalam setiap level kehidupan seseorang ingin menjadi lebih besar dari yang lain, walau sering ungkapan yang muncul berbeda dengan yang diimpikan. Dalam kelompok karyawan kecil pun ada satu dua orang yang pingin menonjol dari yang lain. Bahkan dalam lembaga agama sekalipun ada dorongan untuk menjadi lebih besar dari yang lain. Keinginan akan kebesaran itu seringkali menjadi cahaya goda yang menyilaukan bahkan membutakan matanya untuk melihat sesama dengan baik.
Belajar dari tindakan Yesus ini kita perlu melepaskan pandangan kita pada cahaya goda yang menyilaukan itu dan menatap secara dekat "kaki" sesama kita yang perlu dibersihkan. Kita melepaskan pandangan pada kebesaran yang menyilaukan dan berani melihat kesederhanaan yang merupakan realitas hidup yang perlu segera disikapi.

Kontemplasi;
Bayangkan engkau memandang matahari, lalu memandang kembali segala sesuatu yang ada di dekatmu. Gelap. Tahan beberapa saat sampai penglihatanmu normal. Lebih indah menatap matahari terang atau realitas di depanmu.

Refleksi:
Hal-hal apa yang seringkali menyilaukan matamu dan membuatmu sulit melihat dan menyikapi realitas di depanmu.

Doa:
Ya Yesus semoga aku lebih berani berkotor melayani sesamaku daripada selalu silau dengan kebesaran tanpa peka dengan realitas yang nyata. Amin.

Perutusan:
Aku mengarahkan pandanganku pada realitas di sekitarku dan bergerak terlibat di dalamnya.

0 comments:

Post a Comment