Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, April 26, 2015

TERNYATA AHLI RAJAH


Pada Minggu 19 April 2015 sekitar jam 13.30 Rama Bambang masuk Domus Pacis sesudah pergi ke Salam mendampingi rekoleksi lansia. Rama Yadi sedang berada di kamar makan menyantap menu siang. "Wau tamune kathah?" (Tadi tamu yang datang banyak?) tanya Rama Bambang yang dijawab oleh Rama Yadi "Luwih pitung puluh. Njero kebak lan liyane dha teng njawi" (Lebih dari 70 orang. Di dalam penuh dan yang lain duduk diluar). Pada hari ini rama-rama Domus memang mendapatkan tamu Ibu-ibu Paroki Bintaran dari pagi hingga siang. Tentang info jumlah ini di hari berikutnya Mbak Tari mengatakan sekitar 80 orang. Ketika Rama Bambang bertanya tentang acara kepada Rama Yadi "Acarane napa mawon?", beliau memberikan penjelasan "Doa bersama ngangge nyanyian sing dipimpin ngrika. Harto sing kula ken ngenalke Domus. Ning sing akeh wektune Rama Hantoro" (Isinya doa bersama dengan nyanyian yang mereka pimpin. Rama Harto saya minta mengenalkan Domus. Tetapi yang banyak menggunakan waktu adalah Rama Hantoro). "Oh, Rama Hantoro crita napa mawon?" (Oh, Rama Hantoro Cerita apa saja?) tanya Rama Bambang yang mendapat jawaban "Piyambake memeriksa garis-garis telapak tangan sehingga kathah sing ngrubung tunggu giliran" (Dia memeriksa garis-garis telapak tangan sehingga banyak yang merubung tunggu giliran).

Di hari berikut, saat Rama Bambang bertanya kepada Mbak Tari dan beberapa karyawan, Rama Bambang mendapatkan kisah meriah ketika Rama Hantoro memeriksa telapak-telapan tangan ibu-ibu tamu dari Paroki Bintaran. Katanya ibu-ibu amat senang bahkan ada yang bilang "Diboyong neng Bintara wae" (Dibawa pindah ke Bintaran saja). Ternyata Rama Hantoro memang memiliki kemampuan membaca garis-garis telapak tangan.Tiga hari kemudian ketika Rama Harto di kala makan siang bertanya "Le ajar teng pundi?" (Dimana belajarnya), Rama Hantoro menjawab "Dhek kula pas teng Tiongkok" (Ketika saya berada di Tingkok). Rama Bambang memberi komentar "Wah, nek Rama Hantoro neng kene terus, Rama Harto isa ora payu" (Wah, kalau Rama Hantoro si sini terus, Rama Harto dapat tidak laku sebagai pendoa). Kata-kata ini membuat rama-rama lain tertawa.

0 comments:

Post a Comment