Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Saturday, August 30, 2014

BERANI MENDERITA KARENA IMAN


pasien by life site news
By on August 31, 2014 dalam www.sesawi.net

GAGASAN pokok dari Kitab Suci.
Penderitaan itu sejak semula seakan-akan menyatu dengan nasib orang beriman. Karena seseorang yang menerima Sabda Tuhan itu biasanya lalu dimusuhi oleh orang lain.(Yer 20:7-9).

Tetapi santo Paulus mengatakan bahwa: Hal ini merupakan syarat mutlak, kalau orang ingin mengikuti Yesus atau ingin menjadi manusia baru. Karena mengikuti Yesus itu tidak boleh menyesuaikan diri dengan dunia atau mentolerir kejahatan masyarakat. Penderitaan atau kersengsaraan jasmani itu kadang merupakan pengorbanan yang berkenan kepada Tuhan. (Rom.12:1-2).

Hal ini secara jelas diungkapkan dalam SabdaNya: ”Setiap orang yang mengikuti Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikuti Aku.” (Mat 16:21-27).

Merenungkan pengalaman

Setelah misa ada seorang ibu yang menemui saya dan bertanya:

“Apakah orang beriman itu mesti harus menderita?”

“Ya ‘harus’ sih tidak. Mengapa ibu bertanya demikian?.

“Pengalaman saya itu begini, rama: Saya itu tiap-tiap hari ke gereja. Anak-anak juga sudah saya didik baik-baik sebagai orang Katolik. Saya juga mesti ikut doa lingkungan dan novena, tetapi kok ada-ada saja. Suami saya itu setelah di kena PHK lalu sakit, sampai sekarang tak sembuh-sembuh. Satu bulan yang lalu rumah saya itu malahan kebobolan pencuri. Dan anak perempuan saya itu malahan sampai sekarang juga belum dapat pekerjaan,Lalu saya itu bertanya dalam hati: ‘Dosa saya itu apa, mengapa kok saya harus menderita begini.’

Lalu saya menjawab: Ibu, saya tidak mau mengecilkan apa yang ibu alami dan yang ibu derita. Tetapi yang jelas: penderitaan itu bukan hukuman dari Tuhan. Penderitaan itu suatu hal yang alami, karena datang sewaktu-waktu dan pada setiap orang. Yang penting sebenarnya bagaimana cara kita menerima penderitaan atau kemalangan itu.

Dengan menerima kemalangan itu sebenarnya iman seseorang (kita) diuji: masih dapatkah kita melihat bahwa Tuhan tetap mahakasih dan ingin membahagiakan UmatNya.

Misalnya serperti ibu katakan tadi: Ada orang yang kena PHK, tetapi keadaan ini diterimanya sebagai kesempatan yang diberikan oleh Tuhan untuk alih pekerjaan. Dan nyatanya sukses. Ada orang yang kecurian, tetapi ia bersyukur kepada Tuhan dan mengatakan untung keluargaku masih selamat, untunglah bahwa yang dicuri bukan seluruhnya.

Dengan lain kata ia tetap dapat bersyukur. Kalau orang belum dapat pekerjaan, tidak perlu menyalahkan Tuhan, karena itu mungkin suatu peringatan, bahwa kita harus semakin menampakkan kemampuan kita. Hal ini penting, karena banyak orang menjadi sakit, stres berat, karena diganggu oleh pikiran-pikiran yang negatif, bahkan bisa tensi tinggi, migrain atau stroke.

Banyak diantara kita dulu berfikir kalau menjadi orang Katolik dan mengikuti Yesus itu semua pasti akan beres, tak pernah susah, tak pernah menderita. Tetapi penderitaan itu sejak semula seakan-akan menyatu dengan nasib orang beriman. Karena seseorang yang menerima Sabda Tuhan itu biasanya lalu dimusuhi oleh orang lain.

Nabi Yeremia juga mengalami hal ini.

Ia mengeluh karena ia telah diutus kepada orang-orang jahat untuk memberitakan kehancuran mereka. Ia merasa kecil hati kalau harus melaksanakan tugas mengritik bangsanya. Namun di lain pihak ia juga tidak bisa menghindar dari tugas ini.

Demikian pengakuannya: “Sepanjang hari aku telah dicemooh dan dicela oleh orang-orang, tetapi kalau aku menolak panggilan Tuhan, maka hatiku lalu merasa panas oleh nyala api yang terkurung dalam tulang-tulangku.”

Banyak nabi yang menghadapi kesulitan besar karena harus menghadapi perlakuan buruk dari masyarakat, justru karena mewartakan Sabda Tuhan, kadang-kadang harus menerima celaan atau bahkan kadang-kadang diusir oleh Umat sendiri.

Banyak orang juga salah tangkap. Seolah-olah kalau orang menyebut Yesus Mesias itu akan diselamatkan semua, secara otomatis tanpa usaha. Pokoknya dibaptis.

Itu sama dengan Petrus yang salah tangkap mengenai arti Mesias, karena bagitu Yesus menyatakan bahwa Ia harus menderita, maka Ia langsung protes: “Hal ini tidak mungkin terjadi” karena Ia mempunyai gambaran lain tentang Mesias, yaitu bahwa Mesias akan datang sebagai Pembebas dan Pemenang dengan kekuatan dari Allah, yang nantinya akan mengalahkan para penjajah dan penindas di negerinya serta akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran kepada seluruh bangsa.

Oleh karena itu apakah gunanya bahwa Ia harus menderita? Tetapi apa yang terjadi? Petrus malahan dimarahi oleh Tuhan Yesus dan dikatakan “iblis”. Pergilah Engkau Iblis: itu mengungkapkan bahwa sikap demikian itu bertentangan dengan rencana Allah. Kalau Tuhan Yesus tidak menderita sengsara dan wafat , maka keselamatan Umat manusia tidak terjadi. Keselamatan hanya akan terjadi melalui kesengsaraan dan wafatNya di kayu salib.

Dengan menegur Petrus, ini Tuhan Yesus mau menekankan pentingnya kesengsaraan dan wafatNya di salib itu untuk karya keselamatan.

Dan itu juga penting bagi semua pengikutNya. Kalau orang menolak hal ini, maka ia tidak layak menjadi pengikutNya. Juga kalau Umat Katolik menghindari salib, itu berarti ia tidak mau ikut jalan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus sendiri datang ke dunia ini hendak mewartakan Kerajaan Allah dan memaklumkan kebenaran Allah. Ia harus menderita sengsara dan mati di kayu salib.

Itulah sebabnya Ia menasehatkan kepada para muridNya: “Setiap orang yang menjadi pengikut-Ku hendaklah Ia menyangkal diri, memikul salibnya dan mengikuti Aku.”

Kredit foto: Ilustrasi (Courtesy of Life Site News)

0 comments:

Post a Comment