Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Friday, September 7, 2018

PESTA KELAHIRAN SANTA PERAWAN MARIA

diambil dari https://sangsabda.wordpress.com/2010/01/27

Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala. Sebab itu ia akan membiarkan mereka sampai waktu perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan; lalu selebihnya dari saudara-saudaranya akan kembali kepada orang Israel. Maka ia akan bertindak dan akan menggembalakan mereka dalam kekuatan TUHAN, dalam kemegahan nama TUHAN Allah-nya; mereka akan tinggal tetap, sebab sekarang ia menjadi besar sampai ke ujung bumi, dan dia menjadi damai sejahtera (Mi 5:1-4a). 
Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antgara banyak saudara. Mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Mereka yang dibenarkan-Nya mereka itu juga dimuliakan-Nya (Rm 8:28-30). 
Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami istri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama istrinya di depan umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan tampak kepadanya dalam mimpi dan berkata, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai istrimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka. Hal itu terjadi supaya digenapi yang difirmankan Tuhan melalui nabi, “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dasn mereka akan menamakan Dia Imanuel.” [Yang berarti Allah menyertai kita] (Mat 1:18-23; bacaan Injil lebih panjang adalah Mat 1:1-16.18-23). 
Pada tanggal 8 September setiap tahun, Gereja merayakan Pesta Kelahiran S.P. Maria. Bacaan-bacaan Kitab Suci di atas adalah yang digunakan dalam Misa Kudus. Bacaan Pertama boleh dipilih antara Mi 5:1-41 atau Rm 8:28-30, dan bacaan Injil boleh dipilih antara versi panjang Mat 1:1-16.18-23 atau versi singkat Mat 1:18-23. 
Marilah kita merenungkan makna pesta kelahiran Bunda Maria ini, terutama dengan mendasarkan permenungan itu pada bacaan ‘Surat Santo Paulus kepada Jemaat di Roma’ seperti dikutip di atas. Relevansi Maria dalam sejarah penyelamatan umat manusia yang diprakarsai oleh Allah juga sebisa-bisanya disoroti. Untuk melengkapi tulisan ini, di sana-sini saya juga merujuk kepada Katekismus Gereja Katolik (KGK) dan beberapa dokumen Gereja lainnya, seperti ‘Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium [LG] tentang Gereja’ dan ‘Surat Ensiklik Redemptoris Mater [RM-Ibunda Sang Penebus] dari Paus Yohanes Paulus II (1987). 
Sebuah tradisi dalam Gereja yang lebih dari 1500 tahun lamanya 
Tanggal kelahiran Maria tidak tercatat dalam Kitab Suci. Pesta kelahiran Maria barangkali dimulai di Yerusalem sekitar abad ke-6. Ini adalah pendapat dari G. Mealo dalam tulisannya yang berjudul Natività di Maria.[1] Namun demikian sejak abad ke-5 terdapat bukti adanya sebuah gereja yang didedikasikan kepada Santa Anna (ibunda dari Maria) yang terletak di sebelah utara Bait Allah di Yerusalem. Pada tahun 603, Patriark/Beatrik Yerusalem yang bernama Sophronius, mengatakan bahwa  di lokasi gereja itulah Maria dilahirkan. 
Pilihan sebuah hari di bulan September berasal-mula dari kenyataan bahwa di Konstantinopel (sekarang: Istambul di Turki) suatu tahun dimulai pada 1 September – hal ini masih berlaku pada Gereja Timur. Tanggal 8 September di kemudian hari ditetapkan sebagai dasar penentuan ‘Hari Raya S.P. Maria dikandung tanpa dosa’ yang jatuh pada tanggal 8 Desember, yaitu 9 bulan lebih dahulu. ‘Pesta Kelahiran S.P. Maria’ diperkenalkan di Roma menjelang abad ke-7. 
BACAAN-BACAAN KITAB SUCI
Mikha 5:1-4a
Ini adalah nubuatan mesianis yang berasal-usul pada abad ke-8 SM. Terdapat kemungkinan adanya perubahan redaksional pada masa pengasingan (587-538 SM). Nabi Mikha seakan-akan telah menghasut Israel dan meramalkan datangnya malapetaka. Kemudian nadanya berubah menjadi pewartaan terang. Ada nubuatan tentang Efrata, sebenarnya sebuah kaum yang bertempat kediaman di dekat Betlehem yang kemudian menjadi nama tempat. 
Di sini nabi Mikha sedang memikirkan Betlehem sebagai asal-usul wangsa Daud dan dia melihat seorang penguasa masa depan Israel. Allah akan melindungi umat-Nya sampai waktu perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan. Acuannya di sini adalah kepada ibu dari Mesias, dan nabi Mikha mungkin sedang memikirkan kelahiran Imanuel (lihat Yes 7:14). Penguasa turunan Daud ini akan menggembalakanumat Allah dan mereka akan dijaga dengan baik. Akhirnya, Dia sendiri adalah damai sejahtera
Pilihan teks nubuatan ini sebagai bacaan pertama dalam Misa Kudus Pesta Kelahiran S.P. Maria menyarankan bahwa kepenuhan waktu datang dengan kelahiran Maria; merekahnya fajar zaman mesianis. 
Roma 8:28-30
Bacaan ini membangkitkan kembali kenangan indah akan rencana Allah yang kekal-abadi, apa yang ditentukan-Nya dari semula, yaitu Dia turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi-Nya. Tujuan ilahi di sini adalah agar semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Anak-Nya itu menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Ide  ‘anak sulung’ ini menunjukkan martabat dari sang Putera. Di sebuah surat Paulus yang lain kita membaca: “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang terkasih, di dalam Dia kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa …… Dia-lah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Dia-lah yang lebih utama dalam segala sesuatu” (lihat Kol 1:13-14.18). 
Dalam bacaan hari ini rencana Allah dibuat menjadi lebih eksplisit: Dia menentukan mereka dari semula, Dia memanggil mereka, Dia membenarkan mereka, Dia membawa mereka ke dalam kemuliaan (lihat Rm 8:30). Jadi konteks pesta kelahiran Maria adalah rencana Allah ini. 
Renungan. Lebih dari siapa saja, Maria memenuhi gambaran Santo Paulus tentang bagaimana Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka “yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm 8:28). “Allah telah memilih sejak kekal seorang puteri Israel, seorang puteri Yahudi dari Nazaret di Galilea …” (KGK 488). “Dalam perkembangan sejarah, Gereja menjadi sadar bahwa Maria, ‘dipenuhi dengan rahmat’ oleh Allah (Luk 1:28), sudah ditebus sejak ia dikandung” (KGK 491), dengan demikian ia dibenarkan di hadapan Allah. Pada akhir hayatnya di dunia ini, Maria dimuliakan ketika dia diangkat ke surga. 
Maria berada di garis batas antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Persetujuan (fiat)-nya atas panggilan Allah bahwa dia bersedia menjadi ibunda Yesus merupakan ‘inaugurasi’ atas kepenuhan waktu yang selama itu dinanti-nantikan oleh umat manusia. Berkaitan dengan hal ini Paulus menulis: “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (Gal 4:4-5). Jadi Maria mempunyai tempat unik dalam rencana Allah untuk menyelamatkan umat-Nya, yaitu rencana untuk membebaskan manusia dari hukuman dan mengembalikan martabatnya seperti ketika diciptakan, yaitu menurut gambar dan rupa-Nya (lihat Kej 1:26.27). Kondisi seturut gambar dan rupa Allah – dalam bentuknya yang paling tinggi  terpelihara dengan baik dalam diri Maria – akan dipulihkan bagi semua anak-anak Allah melalui kematian dan kebangkitan yang menyelamatkan dari Putera-Nya, Yesus Kristus. Namun penggenapan rencana ilahi ini menantikan penerimaan Maria yang penuh kerendahan-hati dan kesetiaan terhadap kehendak Allah bagi dirinya. Lumen Gentium melukiskan semua ini dengan indah: 
Sehubungan dengan penjelmaan Sabda ilahi Santa Perawan sejak kekal telah ditetapkan untuk menjadi Bunda Allah. Berdasarkan rencana Penyelenggaraan ilahi ia di dunia ini menjadi Bunda Penebus ilahi yang mulia, secara sangat istimewa mendampingi-Nya dengan murah hati, dan menjadi hamba Tuhan yang rendah hati. Dengan mengandung Kristus, melahirkan-Nya, membesarkan-Nya, menghadapkan-Nya kepada Bapa di kenisah, serta dengan ikut menderita dengan Putera-nya yang wafat di kayu salib, ia secara sungguh istimewa bekerja sama dengan karya Juru Selamat, dengan ketaatannya, iman, pengharapan serta cintakasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup adikodrati jiwa-jiwa. Oleh karena itu dalam tata rahmat ia menjadi Bunda kita (LG 61). 
Kehormatan besar yang diberikan Allah kepada Maria telah membuatnya menjadi ‘mahkota ciptaan’. Dalam dirinya kita mendapatkan sebuah contoh nyata dari apa yang telah dijanjikan Allah kepada kita. Memang kehidupan Maria tidak mudah, namun dia tetap setia kepada Allah dan terus merangkul panggilan Allah kepadanya. Sebagai seorang hamba Tuhan (Luk 1:38), dalam iman Maria menerima pesan dari malaikat Gabriel, juga kata-kata yang menakjubkan dari Simeon dan Hana (baca Luk 2:25-38), ikut menderita dalam sengsara dan kematian Yesus; jenis-jenis peristiwa yang tidak dapat ditangkap serta dicerna oleh akal sehat manusia kebanyakan. 
Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa Maria setiap saat berada dalam ‘ziarah iman’ yang menyatukan dirinya dengan Kristus (RM 5). Sri Paus juga mengatakan bahwa hal ini bukan sekadar masalah sejarah kehidupan Maria, perjalanan iman pribadinya dan peranan khususnya dalam misteri penyelamatan; melainkan juga merupakan masalah sejarah seluruh Umat Allah, yaitu semua mereka yang ambil bagian dalam ‘ziarah iman’ yang sama itu (lihat RM 5). Sri Paus melanjutkan bahwa sekarang ziarah iman tidak lagi milik Bunda Putera Allah: ia telah dimuliakan pada sisi Putera-nya di Surga, Maria telah melewati gerbang antara kepercayaan dan penglihatan yaitu ‘muka dengan muka’ (1Kor 13:12) …… namun demikian Maria tidak berhenti menjadi ‘Bintang Samudera’ (Maris Stella) bagi semua mereka yang dalam perjalanan iman (lihat RM 6). 
Peranan Maria dalam rencana Allah memang istimewa. Namun demikian kita harus percaya bahwa kita masing-masing juga dipanggil untuk memainkan peranan dalam kerajaan-Nya. Santo Augustinus dari Hippo pernah mengatakan bahwa Allah mengasihi masing-masing kita seakan-akan hanya ada seorang saja dari kita untuk dikasihi. Maka kita tidak boleh memandang diri kita sebagai orang yang tidak berarti, yang kebetulan saja berada dalam ‘antrian’ orang-orang yang memerlukan penebusan dari Allah. Kita semua telah dipilih dalam Kristus untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya (Rm 8:29) dan untuk memanifestasikan karakter Allah kepada orang-orang lain di dunia. Kita masing-masing dipanggil untuk membawa Kristus ke tengah-tengah dunia dengan satu cara yang orang lain tidak dapat melakukannya. Bagaimana kita dapat memenuhi panggilan kita itu? Dengan melihat kepada Maria sebagai ‘model’ kita. Pater Raniero Cantalamessa OFMCap. telah menulis, Maria adalah untuk mengingatkan kita bahwa pada awal relasi apa saja antara kita dan Allah terdapat rahmat.[2]  Maria membuka dirinya bagi rahmat ilahi pada waktu dia menyerahkan dirinya kepada rencana Allah. Setiap hari, dia mengatakan ‘ya’ kepada Allah, tidak bersandarkan pada kekuatannya sendiri, melainkan bersandarkan pada rahmat yang telah dilimpahkan Allah kepadanya sejak awal. Tanggapan seperti inilah yang diinginkan Allah dari diri kita masing-masing. Ia telah memanggil kita semua untuk menumbuh-kembangkan kerajaan-Nya – kepada masing-masing kita secara unik – dan Ia telah melimpahkan rahmat ke dalam diri kita masing-masing agar mampu memenuhi panggilan ini. 
Pertanyaannya sekarang, apakah kita dapat mengikuti contoh yang diberikan Maria, yaitu mendengarkan dalam keheningan pada waktu Dia membentangkan rencana-Nya? Untuk itu kita harus mohon agar Roh Kudus melimpahkan rahmat-Nya, agar kita dapat mengatakan ‘ya’ dengan penuh percaya diri dan sukacita. 
DOA:  Ya Tuhan Allah-ku, pandanglah aku anak-Mu. Ungkapkanlah lebih banyak lagi rencana-Mu bagiku. Kuatkanlah daku dalam Roh Kudus-Mu agar aku mampu memenuhi panggilan-Mu dan melaksanakan misi-Mu yang telah Kaurencanakan bagiku. Amin. 
Jakarta, 7 September 2009
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

[1] Saya ambil dari Christopher O’Donnell O.Carm., AT WORSHIP WITH MARY – A PASTORAL AND THEOLOGICAL STUDY, Wilmington, Delaware: Michael Glazier, 1988, hal. 158.
[2] Raniero Cantalmessa OFMCap., MARY Mirror of the Church, Collegeville, Minnesota, The Liturgical Press, 1992, hal. 30-32.

1 comments:

SITUS TARUHAN TERPERCAYA said...

Artikel Yang Bagus Gan Mohon izin Comment nya ^_^
Kunjungi Situs Taruhan Bola | Togel | Poker | Domino | Tangkas|Casino
Situs resmi Betting Online Terpercaya di Asia Liga Bintang
WEBSITE : LIGABINTANGBET.COM

KLIK Bandar Betting Online

KLIK Berita Kami

KLIK DAFTAR BOLA

KLIK TENTANG KAMI

Mainkan Sekarang Juga, DI Situs Judi Online Terpercaya Indonesia.!!
Cukup dengan 1 User ID sudah bisa bermain Banya games loh!! :)

- Minimal Deposit Rp 50.000
- Minimal Withdraw Rp50.000

WA : +62 822 2945 7557

Pendaftaran GRATIS !
Menerima Deposit dan wd Bank Besar Lokal Indonesia

Post a Comment