Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, January 16, 2020

Santo Joseph Vaz

diambil dari katakombe.org/para-kudus Hits: 3553 Diterbitkan: 16 Maret 2015 Diperbaharui: 23 Agustus 2017

  • Perayaan
    16 Januari
  •  
  • Lahir
    21 April 1651
  •  
  • Kota asal
    Benaulim, Salcette, Goa, India
  •  
  • Wilayah karya
    Goa, Srilanka
  •  
  • Wafat
    17 Januari 1711 di Kandy, Sri Lanka - Sebab alamiah
  •  
  • Venerasi
    13 Mei 1989 oleh Santo Paus Yohanes Paulus II
  •  
  • Beatifikasi
    21 Januari 1995 oleh Santo Paus Yohanes Paulus II
  •  
  • Kanonisasi
    14 Januari 2015 oleh Paus Fransiskus di Galle Face Green park, Colombo, Sri Lanka

Santo Joseph Vaz lahir pada tahun 1651 di Benaulim Goa India, yang saat itu dikenal sebagai Portugis India, dan menjadi bagian dari Kekaisaran Portugis. Ia adalah anak ketiga dari enam orang bersaudara putera-puteri dari Cristóvão Vaz dan Maria de Miranda. Ayah dan ibunya adalah orang Katolik yang taat.
Jospeh Vaz bersekolah di Sancoale lalu melanjutkan pendidikannya di Benaulim. Dia adalah seorang murid yang cerdas dan disenangi oleh para guru dan sesama siswa. Kemajuan pendidikannya membuat ayahnya memutuskan untuk mengirimnya ke Goa untuk melanjutkan studinya di sekolah seminari. Yoseph masuk Seminari Jesuit Santo Paulus di Goa lalu melanjutkan studi filsafat dan teologi di Seminari Tinggi Santo Thomas Aquinas milik ordo Dominikan. Pada 1675, Joseph Vaz ditahbiskan menjadi diakon untuk Keuskupan Agung Goa oleh Mgr.Custódio de Pinho, Vikaris Apostolik Bijapur dan Golconda. Setahun kemudian ia ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agung Goa, Mgr. António Brandão, SOCist.
Segera setelah ditahbiskan, pater Joseph mulai pergi tanpa alas kaki untuk mulai berkarya sebagai seorang miskin. Ia kemudian beroleh reputasi sebagai seorang pengkhotbah ulung dan bapa pengakuan. Dia juga membuka sebuah Seminari di Sancoale.
Setelah berkarya beberapa saat di Goa, Pater Vaz mengajukan permohonan untuk menjadi misionaris di Srilanka. Permohonannya ditolak dan ia malah ditugaskan ke Canara (masih di India Selatan), dimana saat itu sedang terjadi konflik antara uskup Padroado yang ditunjuk oleh pemerintah Portugis dengan Kongregasi Propaganda Fide (Sebuah Lembaga Vatikan yang mengatur upaya misionaris di seluruh dunia). Menyusul permohonannya, pada tahun 1681 Pater Vaz diangkat menjadi Vikaris Forane (Wakil uskup) untuk wilayah Canara oleh Uskup Padroado. Ia segera dikirim kesana dengan tugas utama untuk menegakkan kewenangan Padroado terhadap Propaganda Fide di wilayah tersebut. Setelah tiba di Canara, padre Vaz menemukan situasi Gereja Katolik Roma disana sangat tidak menyenangkan.
Padroado yang berwenang di Goa menentang penunjukan Uskup Thomas de Castro sebagai Vikaris Apostolik untuk wilayah Canara oleh Paus Clement X pada 30 Agustus 1675. Uskup de Castro tidak diakui oleh Uskup Agung dari Padroado di Goa. Akibatnya, mereka tidak menyerahkan yurisdiksi kepadanya meskipun ia memiliki surat pengangkatan dari paus.
Konflik antara Padroado dan Propaganda Fide telah membelah umat Katolik di Canara menjadi dua kubu. Ada yang mengakui otoritas Uskup Agung Padroado di Goa dan ada yang mendukung Uskup Apostolik de Castro. Yang menyedihkan adalah, umat yang mengakui kewenangan Padroado akan dikucilkan oleh uskup de Castro, sementara umat yang mengakui kewenangan Propaganda Fide akan dikucilkan oleh otoritas Padroado di Goa. Kedua pihak dilarang menerima sakramen dari imam-imam dari kelompok lain, dengan ancaman hukuman ekskomunikasi. Dalam sebuah suratnya tertanggal 14 September 1681, Vaz mengeluh tentang keadaan ini :
"Banyak yang percaya bahwa Gereja Katolik telah terbelah, dan bahwa kita, para imam, dan para Uskup bukanlah anak-anak dari Ibu Gereja yang sama, dan bahwa ajaran-ajaran dan sakramen kita berbeda, dan apa yang dilakukan oleh yang satu, akan dihancurkan oleh yang lain. Gereja Katolik disini dibenci dan tidak dapat diterima. "
Melalui upaya diplomasi dan kerendahan hati, Pater Vaz sebagai Vikariat Padroado akhirnya dapat bertemu dengan uskup De Castro di Mangalore. Setelah meyakinkan bapa uskup tentang legitimasi dokumen, mereka memutuskan untuk menyudahi konflik dan meminta keputusan dari paus yang baru terpilih, Paus Innosensius XI. Mengingat fakta bahwa seorang uskup memiliki otoritas yang sah, Pater Vaz mengakui otoritas Uskup de Castro sambil terus mematuhi sistem Padroado. Ia menempatkan kesejahteraan rohani umat diatas segalanya. Karena itu Uskup de Castro pun menghormati Vikaris Padroado ini dan kerap mendelegasikan kewenangan kepadanya.
Pater Vaz sering berbicara kepada bapa uskup dan meminta agar mereka dapat berkarya bersama sambil menunggu keputusan akhir dari Paus. Pater Vaz menunjukkan bahwa konflik ini telah membuat umat Hindu tersinggung dan umat Kristen menjadi kebingungan.
Selama berkarya di Canara antara tahun 1681-1684, pater Vaz telah melakukan banyak pekerjaan misionaris di Mangalore, Basroor, Barcoor, Moolki, Kallianpur dan di daerah lain. Ia menghidupkan kembali kehidupan rohani dan iman umat Katolik, dan membawa perdamaian diantara mereka yang sebelumnya terbelah. Pater Vaz merekonstruksi Katedral Rosario di Mangalore dan membangun gereja-gereja baru di Onore, Basroor, Cundapore, dan Gangolim. Ia juga mendirikan sekolah-sekolah kecil di beberapa desa dengan kerjasama dari warga mereka.
Salah satu karya pater Vaz yang paling penting adalah pembentukan sejumlah besar Irmidades (Confraternities atau di Kota Larantuka pulau Flores di kenal dengan sebutan Konfreria; yang adalah serikat persaudaraan awam) seluruh Canara, di mana ia secara berkala akan merayakan acara-acara liturgi dengan meriah. Ia terpaksa membentuk serikat awam seperti ini karena kekurangan tenaga imam. Para Irmidade dilatihnya untuk memimpin umat Katolik di tempat-tempat di mana tidak ada imam atau gereja. Untuk itu, ia membangun gubuk kecil dan meminta umat setempat agar berkumpul di sana pada setiap hari minggu untuk menjalankan ibadat sabda dengan dipimpin oleh para Irmidades. Hal ini sangat membantu kehidupan rohani umat di daerah-daerah yang tidak memiliki gereja dan imam.
Dalam karya singkatnya, pater Vaz memperoleh reputasi yang besar sebagai seorang kudus. Banyak keajaiban yang dikaitkan dengannya dan legenda disekitar dirinya menyebar di kalangan umat. Sebuah legenda setempat mengatakan bahwa saat bertugas sebagai pastor paroki di Paneer, beberapa kilometer dari Mudipu, Bantwal, beberapa orang Hindu tiba di paroki pada tengah malam dan memintanya untuk menemani mereka untuk memberikan sakramen minyak suci bagi seorang katolik yang sedang sekarat di Mudipu. Orang-orang ini ternyata tengah bersekongkol untuk membunuhnya karena kegiatan misionaris yang tak kenal lelah. Ketika mereka sampai di puncak bukit, orang-orang tersebut menyerangnya. Dengan tenang pater Vaz berlutut di atas sebuah batu dan menghujamkan tongkatnya di tanah. Sebuah cahaya berkelebat di tengah-tengah mereka dan dari tanah di bawah batu tempat ia berlutut memancarlah air dengan deras dan menghalangi orang-orang itu untuk mendekati pater Vaz. Keajaiban ini membuat orang-orang itu melarikan diri dan pater Vaz kembali ke paroki. Sebuah gereja yang didedikasikan kepadanya kelak dibangun di situs tersebut di Mudipu. Sampai hari ini Gereja tersebut setiap tahunnya dikunjungi oleh ribuan umat dan peziarah yang berkah dan berdoa demi penyembuhan berbagai macam penyakit.
Uskup agung baru, Manuel de Sousa e Menezes, tiba di Goa dan tidak senang dengan Vaz karena perjanjian yang telah dibuat dengan uskup de Castro. Ketika Vaz meminta izin untuk kembali ke Goa, permintaan itu ditolak oleh Uskup Agung. Setelah kematian uskup agung tersebut pada tahun 1684, barulah pater Vaz dapat kembali ke Goa.
Di Goa Pater Vaz menghabiskan waktunya untuk berkhotbah di desa-desa sekitarnya. Dia juga bergabung dengan sekelompok imam dari Keuskupan Agung yang telah memutuskan untuk hidup bersama dalam sebuah komunitas religius. Kelompok ini secara resmi didirikan sebagai sebuah komunitas dari Kongregasi Oratorium santo Filipus Neri pada tanggal 25 September 1685.
Hanya satu tahun kemudian, pada tahun 1687, ia merasa terpanggil untuk meninggalkan Goa dan pergi sebagai misionaris ke pulau Ceylon (sekarang Sri Lanka) di mana ia mendengar kabar bahwa umat Katolik disana dianiaya oleh pemerintah Belanda yang Calvinis, dan selama beberapa puluh tahun umat tidak pernah dilayani oleh imam. Pater Vaz berkarya di Srilanka selama dua puluh empat tahun. Ia melaksanakan pelayanan imamat dengan sangat heroik dalam situasi yang berbahaya. Dia kerap dikejar-kejar oleh pihak berwenang Belanda yang sangat ingin melenyapkan Gereja Katolik. Namun pater Vaz sukses membangun kembali Gereja Katolik di Srilanka dan menjaga kehidupan rohani umat. Walau untuk itu ia harus melakukan perjalanan dengan cara menyamar dan terpaksa merayakan sakramen-sakramen secara diam-diam di malam hari.
Pater Vaz lalu memutuskan untuk membangun basis di kerajaan Kandy di pedalaman Srilanka yang jauh dari jangkauan Belanda. Setibanya di sana ia ditangkap karena dianggap sebagai mata-mata dan dimasukkan ke dalam penjara kerajaan. Namun ia segera dibebaskan setelah hujan turun sesaat setelah ia berdoa memohon hujan untuk mengakhiri kekeringan yang berkepanjangan. Setelah itu raja Kandy yang beragama Buddha memberinya perlindungan pribadinya.
Pada 1696 beberapa imam Oratorium dari Goa datang bergabung dengannya di Srilanka. Kini misi Katolik dapat benar-benar dijalankan disana. Ia menolak posisi Vikaris Apostolik, dan lebih memilih untuk tetap menjadi seorang imam misionaris yang sederhana. Di antara karya pastoral yang lain ia menerjemahkan katekismus dan doa-doa ke dalam bahasa lokal, Singalese dan Tamil. Orang-orang memanggilnya “Sammanasu Swam” yang artinya : imam malaikat.
Pada awal tahun 1711, meskipun kesehatannya sedang memburuk, pater Vaz tetap melakukan perjalanan pastoral untuk mengunjungi umat. Setelah kembali, ia jatuh sakit. Ia pun menyadari bahwa ia sedang sekarat. Tengah malam pada tanggal 16 Januari 1711, dengan lilin di tangannya, pater Joseph Vaz tutup usia di umur enam puluh tahun.
Pengabdian Fr.Joseph terhadap kerasulan pastoral membuatnya menjadi pembawa damai pada saat-saat yang kritis dalam sejarah misionaris Katolik di Asia Tenggara. Selama hidupnya keberhasilan pastoralnya membawanya ke perhatian otoritas Gereja di Portugal dan Roma. Setelah kematiannya semangat dan teladan yang ia lakukan sebagai seorang misionaris membuatnya menjadi inspirasi bagi untuk para imam misionaris di Srilanka. Kerasulannya meninggalkan warisan yang luar biasa : 70.000 umat Katolik, 15 Gereja dan 400 kapela. Karena itu ia di gelari sebagai Rasul dari Srilanka.

0 comments:

Post a Comment