Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Sunday, December 17, 2017

Ini Sejarah Tentang Pohon Natal dalam Tradisi Gereja Katolik

diambil dari https://amorpost.com

Sejarah Pohon Natal dalam Gereja Katolik (Foto : pixabay.com)

Ini Sejarah Tentang Pohon Natal dalam Tradisi Gereja Katolik. Kamu Harus Tahu – Amorpost.com, Sebentar lagi kita akan merayakan hari Natal. Suasana hari Natal selalu diidentikan dengan dekorasi pohon Natal yang disertai pernak-pernik lainnya.

Dekorasi pohon Natal tak hanya dilakukan di gereja, tapi juga di sejumlah pusat perbelanjaan. Sebagian besar kita sebagai umat Katolik pun turut meramaikan suasana Natal dengan memasang pohon Natal di rumah kita.

Bagi anak-anak, pohon Natal juga menjadi ikon spesial yang sulit untuk dilewatkan. Ada hadiah yang kerap tersemat di pohon Natal.

Sesungguhnya pohon Natal memang terbuat dari pohon Cemara. Tapi tahukah kamu, kenapa pohon Cemara yang dipilih sebagai pohon Natal? Ini penjelasannya.

Konon, kisah tentang pohon Natal diperkenalkan oleh St. Bonifasius, yang memiliki nama asli Winfrid. Di masa mudanya, Winfrid memiliki ketertarikan untuk bergabung dengan biara Benediktin, meskipun tak mendapat dukungan penuh dari orangtuanya.

Winfrid dikenal sebagai pribadi yang saleh dan suci. Dibalik ketaatannya, ia mempunyai mimpi untuk menjadi seorang misionaris ke Jerman.

Pada tahun 716, dirinya mendengar kabar bahwa Paus Gregorius II (715-731) akan mengirim beberapa misionaris ke Jerman. Ia akhirnya memutuskan ke Roma untuk bergabung sebagai misionaris.

Kedatangan Winfrid disambut baik oleh paus Gregorius II saat itu. Paus sangat senang dengan keputusan Winfrid untuk turut mewartakan kabar gembira kepada banyak orang. Winfrid kemudian ditugaskan paus Gregorius sebagai pengkotbah injil di wilayah Thuringia, Bavaria, Franconia, dan Hesse.

Dalam menjalankan misinya di Jerman, ia dikenal melalui pribadinya yang ramah namun sangat tegas. Segala usaha Ia lakukan hanya untuk mewartakan kabar gembira tentang Yesus Kristus kepada masyarakat setempat.

Berkat kerja kerasnya, Winfrid dengan mudah diterima oleh masyarakat dan pemimpin suku di Hesse (Jerman Tengah). Kabar bahagia ini tersiar hingga Roma.

Tanpa ragu, paus Gregorius II kemudian mengangkat Winfrid sebagai Uskup Agung untuk seluruh daerah Jerman Timur. Sebagai pengakuan atas komisi misionaris istimewanya, paus pun kemudian mengubah nama Winfrid menjadi Bonifasius.

Tanggung jawab baru Bonifasius sebagai seorang uskup di zaman itu, bukanlah hal yang mudah. Dirinya harus mengubah cara berpikir warga setempat yang masih kental dengan pemujaan kepada dewa Thor sebagai dewa mereka.

Dari perjalanan misionarisnya, Bonifasius tahu bahwa di musim dingin penduduk desa Geismar berkumpul di bawah sebuah pohon Oak besar yang didedikasikan sebagai tempat pemujaan untuk dewa Thor.

Acara pemujaan berpusat pada pengorbanan manusia dan biasanya yang dipilih adalah anak kecil. Bonifasius ingin mengubah desa tersebut dengan menghancurkan pohon Oak yang dijadikan warga sebagai tempat berkumpul untuk melakukan pemujaan.

Saat itu tepatnya di malam Natal, Bonifasius beserta beberapa rekannya melakukan perjalanan ke daerah Geismar, Jerman. Setibanya di daerah tersebut, mereka mendapati warga setempat tengah berkumpul di hutan, tepatnya di bawah pohon Oak untuk melakukan pemujaan kepada dewa Thor.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, tak ada hal lain yang bisa menyenangkan dewa Thor selain persembahan kurban manusia. Beberapa anak telah dipilih untuk dipersembahkan sebagai kurban pemujaan kepada dewa Thor.

Di bawah pohon Oak, warga setempat telah membangun sebuah api unggun yang sangat besar dan sebuah mesbah khusus untuk meletakan kurban kepada dewa.

Bonifasius kemudian mengambil kapak dan menebang pohon Oak tersebut. Di balik pohon Oak raksasa itu, tumbulah sebatang pohon Cemara muda.

Dengan dipenuhi sukacita, Bonifasius berbicara kepada banyak orang bahwa malam itu tidak akan ada kurban darah manusia, sebab malam itu adalah malam kelahiran Sang Juruselamat.

St. Bonifasius lalu menegaskan kepada warga setempat bahwa, “Pohon kecil ini akan menjadi pohon kudus kalian mulai malam ini. Pohon ini adalah pohon damai dan lambang kehidupan abadi, sebab daun-daunnya senantiasa hijau. Lihatlah, bagaimana daun-daun itu menunjuk ke langit, ke surga.

Biarlah pohon ini dinamakan pohon kanak-kanak Yesus. Berkumpullah di sekelilingnya, bukan di tengah hutan yang liar, melainkan dalam rumah kalian sendiri. Di sana ia akan kelilingi, bukan oleh persembahan darah yang tercurah, melainkan persembahan-persembahan cinta dan kasih.”

Berdasarkan kisah inilah di abad berikutnya, tradisi Katolik menggunakan pohon Cemara sebagai pohon Natal dan lambang untuk merayakan kelahiran Yesus. Tradisi ini kemudian menyebar luas ke seluruh Jerman, hingga saat ini.

Penulis : Edeltrudis Elu
Sumber : www.catholic.com

0 comments:

Post a Comment