Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Friday, August 9, 2019

Yèn Ngadepi Lansia Kuatir : Dadi Psikolog Amatir

Tulisan ini adalah paparan Prof. Dr. Agustinus Supraktiknya ketika menjadi pembicara bagian seminar 2 jam dalam program Novena di Domus Pacis Puren dihadapan para lansia. Proses pembicaraan dipandu oleh Rm. Bambang.

Kuatir, apa itu?

Kuatir merupakan jenis perasaan. Perasaan berhubungan erat dengan pikiran. Ada saatnya, pikiran menimbulkan perasaan. Kalau kita berpikir bahwa orang menjadi miskin karena malas, maka mungkin kita menjadi merasa benci melihat pengemis menggendong balita di perempatan. Ada saat lain, perasaan menimbulkan pikiran. Kalau kita mudah merasa iri hati, mungkin kita berpikir usaha catering tetangga sebelah yang sangat maju itu pasti karena pesugihan. Secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, pikiran dan perasaan memengaruhi tingkah laku kita sehari-hari. Lantas, apa itu kuatir?

Perasaan kuatir atau cemas memiliki kesamaan sekaligus perbedaan dengan perasaaan takut, fobia, dan paranoia. Persamaannya, keempatnya menimbulkan rasa tidak nyaman baik fisik maupun psikis. Secara fisik dan dalam taraf yang berlainan, membuat bulu kuduk berdiri, mengeluarkan keringat dingin, jantung berdebar-debar, ndrodhog atau gemetaran bahkan kejang-kejang, terkencing-kencing, tensi darah meningkat, selera makan hilang, insomnia atau gangguan tidak bisa tidur, weruh-weruhen atau seperti melihat, rungon-rungonen atau seperti mendengar benda atau orang yang menimbulkan rasa cemas-takut, ketonto atau terbawa dalam mimpi, muncul tics yaitu kebiasaan tertentu yang tidak masuk akal tetapi tidak kuasa menolak sekaligus terasa melegakan jika sudah melakukannya seperti mematah-matahkan buku-buku jari tangan, gigit-gigit kuku jari tangan, gedhek, dhehem, garuk-garuk khususnya bagian tubuh yang tidak semestinya, sampai yang mungkin berisiko menimbulkan cedera seperti membentur-benturkan kepala ke dinding dan sebagainya, beserta aneka akibat kelanjutannya.

Secara psikis dan dalam taraf yang juga berlainan, menimbulkan perasaan tidak nyaman, gelisah, tegang, tidak mampu memusatkan perhatian, uring-uringan, mudah tersinggung, mudah marah, pelupa, serta menunjukkan kecenderungan bertingkah laku mania atau berlebihan seperti berselera makan yang seperti tak pernah terpuaskan, tidak mengenal rasa kantuk dan bisa berjaga selama berhari-hari tanpa tidur sekejap pun, agresif atau mudah menyerang orang lain secara fisik karena alasan yang sepele. Atau sebaliknya, yaitu menunjukkan kecenderungan bertingkah laku depresif seperti kehilangan semangat hidup, nglokro, menarik diri dari pergaulan, bahkan benar-benar terjerumus dalam depresi, yaitu kondisi sedih mendalam berkepanjangan dan serba kehilangan semangat dan harapan hidup yang secara ekstrim bisa berakhir dalam bunuh diri.

Lantas apa bedanya? Pertama, rasa takut adalah perasaan tidak nyaman bahkan terancam menghadapi benda, binatang atau orang yang objektif dalam arti benar-benar ada dan benar-benar bisa menimbulkan cedera atau penderitaan fisik maupun psikis. Misal, takut menyeberang jalan dengan lalu-lalang kendaraan yang sangat ramai, takut pada binatang buas, atau takut pada suami atau isteri yang temperamental dan sewenang-wenang sok mau menang sendiri dan hobi KDRT. Kedua, kuatir atau cemas adalah perasaan tidak nyaman dalam hati dan/atau pikiran karena penyebab yang tidak jelas atau karena penyebab yang diciptakan sendiri melalui pemikiran yang irasional. Misal, ibu mencemaskan anak lelaki yang sudah dewasa dan tinggal di kota lain karena tugas pekerjaannya tanpa bisa menyebutkan apa yang dicemaskan; ibu mencemaskan anak perempuan yang belum juga menemukan pasangan hidup, padahal anak perempuannya sendiri asyik membangun karier di perusahaan besar dan ditempatkan di kantor pusat regional di Tokyo. Ketiga, fobia merupakan perasaan takut namun berlebihan terhadap benda atau keadaan yang objektif atau benar-benar ada. Objek yang ditakuti itu bisa bersifat spesifik, misal takut melihat jarum suntik sampai pingsan; atau bisa bersifat kompleks, misal sangat grogi tampil di depan umum. Fobia lazim muncul akibat pernah memiliki pengalaman dengan objek yang ditakuti disertai trauma (luka batin) di masa lalu khususnya pada masa kanak-kanak. Misal, seorang anak sangat terpukul (trauma) saat dijadikan sasaran olok-olok teman-teman karena lupa kelanjutan lagu yang dinyanyikannya dalam penampilan pesta perpisahan sekolah mewakili kelasnya. Sejak peristiwa itu dia fobi tampil di muka umum. Keempat, paranoia atau “parno” adalah perasaan curiga, merasa dikejar-kejar, merasa terancam dicelakai yang berlebihan. Sumber penyebab munculnya perasaan ini kompleks, namun sering dipicu oleh peristiwa tertentu yang menimbulkan rasa bersalah yang berlebihan. Misal, seorang lelaki bujangan yang tinggal bersama ibunya yang sudah hanya bisa terbaring di atas tempat tidur keluar rumah untuk begadang dengan teman-teman namun lupa mematikan kompor gas untuk memasak air. Tabung gas meledak, membakar rumah seisinya dan menewaskan ibunya. Sempat berurusan dengan polisi, namun dinyatakan tidak bersalah. Sejak itu, awalnya hanya suka mengalami mimpi buruk dan terbangun dari tidur di tengah malam namun lama-lama muncul pengalaman merasa dikejar-kejar dan mulai bersikap curiga terhadap setiap orang.

Cara membantu orang yang takut, kuatir, fobi atau parno?
           
Membantu orang yang merasa takut terhadap sesuatu yang juga bisa dialami oleh semua orang lain – jadi, objektif – dalam taraf yang berlainan, relatif mudah. Secara umum ada dua cara. Yang pertama, membantu atau mendampinginya menghadapi atau mengatasi sesuatu yang menakutkan itu. Misal, mendampinginya menyeberangi jalan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan itu. Yang kedua, membantunya menjauhkan diri dari sesuatu yang menakutkan itu. Misal, menampung sementara tetangga yang sedang ketakutan karena bertengkar dengan suami yang temperamental di rumah.

            Membantu orang yang mengalami fobia tertentu, misal zoophobia atau fobia terhadap hewan seperti ular, tikus; acrophobia atau fobia berada di tempat ketinggian seperti berdiri di balkon ruangan di lantai 40; achluophobia atau fobia berada dalam kegelapan; belonephobia atau fobia melihat jarum suntik; agoraphobia atau fobia berada dalam ruang terbuka seperti di tengah sawah; claustrophobia atau berada dalam ruang sempit seperti kamar mandi atau lift; glossophobia atau fobia berbicara di depan umum, dan sebagainya, bisa dengan cara yang mudah atau yang lebih sulit. Cara yang mudah seperti membantu mengatasi rasa takut, yaitu dengan membantu menghadapi atau menghindarinya. Cara yang lebih sulit butuh latihan, tetapi intinya bisa digolongkan menjadi dua. Pertama, dibantu mengubah cara berpikir bahwa semua hal itu tidak perlu ditakutkan sambil menghilangkan luka batin yang melatarinya, jika ada. Kedua, justru ‘dibanjiri’ dengan dibantu mengalami hal yang ditakuti itu berkali-kali sampai pelan-pelan fobia atau rasa takutnya hilang.

            Membantu orang yang benar-benar paranoia atau ‘parno’ lebih sulit, sebab gangguan ini sudah masuk kategori gangguan kejiwaan berat. Orang semacam ini lazim mengalami delusi yaitu keyakinan subjektif yang tidak berdasar namun sangat kuat terkait dirinya. Jenis delusi yang secara khas dialami oleh orang yang ‘parno’ adalah deslusi persekusi, yaitu keyakinan bahwa dirinya menjadi korban dari upaya-upaya jahat orang lain untuk melukai secara fisik atau menjatuhkan kedudukan atau martabatnya. Orang semacam ini sering juga mengalami halusinasi atau pengalaman indera khususnya berupa melihat atau mendengar yang bersifat subjektif dan tidak berdasar, sesuai delusinya. Misal, orang yang ‘parno’ mengalami halusinasi merasa mendengar suara orang atau benda yang mengancam keselamatannya. Orang semacam ini perlu dibantu dengan teknik psikoterapi tertentu oleh tenaga ahli, bisa psikiater atau dokter yang memiliki keahlian spesialis kedokteran jiwa atau psikolog yaitu ahli psikologi yang memiliki keahlian spesialis psikologi klinis.
           
Membantu orang yang cemas atau kuatir memang bisa dilakukan oleh orang awam biasa, meskipun gampang-gampang susah. Khususnya rasa cemas atau kuatir yang diakibatkan pikiran irasional yang diciptakan sendiri lazimnya memiliki akar masalah pada ego yang rapuh dari orang-orang ‘yang belum selesai dengan dirinya’. Ego yang rapuh adalah ego yang demi merasa kuat atau sekadar eksis masih sangat membutuhkan peng-aku-an dari orang lain atau sebaliknya menjadi sangat mudah patah karena sikap-perilaku yang dipersepsikan mengandung pengabaian-penolakan dari orang lain. Untuk melindungi ‘ego yang rapuh’, orang pencemas atau penguatir ini lazim menggunakan apa yang disebut mekanisme pertahanan ego, yaitu cara bertingkah laku tertentu untuk menutupi rasa cemas atau kuatir. Sepuluh bentuk atau jenis mekanisme pertahanan ego yang sering kita jumpai adalah:
  1. Menyangkal. Menolak mengakui realitas atau kebenaran tertentu. Misal, seorang ibu sesungguhnya iri dengan kecantikan dan kepandaian menantunya. Karena tidak mau mengakuinya, yang muncul adalah sikap sulit yang cenderung selalu ditunjukkan setiap kali bertemu dengan menantunya itu.
  2. Regresi atau kembali ke tahap sebelumnya. Setiap kali menghadapi situasi yang mengancam, tidak disukai, atau menimbulkan rasa cemas, bukan berusaha mengatasinya melainkan menunjukkan tingkah laku yang lazim dilakukan pada tahap kehidupan sebelumnya, seperti menangis, kembali mengompol.
  3. Proyeksi, yaitu mengatribusikan atau menuduhkan perasaan tertentu yang menimbulkan kecemasan terhadap seseorang justru pada orang yang bersangkutan – misal, seorang ibu merasa benci dengan menantu perempuannya, alih-alih mengakuinya dia justru menuduh menantu perempuannya itulah yang membenci dirinya.
  4. Reaksi formasi, yaitu justru menunjukkan sikap atau tingkah laku kebalikan dari apa yang sebenarnya dirasakan. Seorang ayah mertua yang sesungguhnya membenci menantunya karena mendapatkan anak perempuan kesayangannya sebagai teman hidup lewat peristiwa ‘kecelakaan’ justru menunjukkan rasa cinta sedemikian rupa sampai menimbulkan iri pada anak dan menantu lainnya.
  5. Konversi, yaitu tanpa sadar mengubah kecemasan ke dalam gejala gangguan fisik tertentu mulai dari yang ringan, seperti seorang mahasiswa yang tiba-tiba pilek atau gatal-gatal di lengan setiap kali menghadapi ujian, sampai yang berat seperti seorang perempuan muda yang kehilangan penglihatan sejak mengetahui bahwa dia dimadu.
  6. Represi atau menekan dalam arti menyembunyikan sesuatu yang membuat cemas ke dalam ketidak-sadaran. Misal rasa benci pada mertua. Celakanya, apa yang disimpan dalam kesadaran bukan hilang, tetapi akan muncul dalam tingkah laku tanpa disadari, seperti sering keliru menyebut nama mertua, sering lupa melakukan apa yang dipesan mertua.
  7. Displacement atau pengalihan, yaitu mengalihkan objek atau sasaran pikiran atau perasaan negatif yang menimbulkan kecemasan pada objek lain yang kurang mengancam. Misal, kejengkelan seorang ibu muda terhadap ibu mertuanya dialihkan dengan cara menunjukkan sikap kasar terhadap anaknya yang masih balita apalagi kalau anaknya itu merupakan kesayangan sang ibu mertua.
  8. Rasionalisasi, yaitu berusaha mencari-cari alasan yang seolah-olah rasional atas suatu pikiran, perasaan atau perbuatan yang menimbulkan rasa cemas karena bersifat melanggar norma. Contoh, merasa tidak perlu menyumbang saat menghadiri resepsi perkawinan sebab berpikiran bahwa yang ‘punya gawe’ adalah keluarga berada.
  9. Sublimasi, yaitu menyalurkan perasaan cemas pada aktivitas yang memiliki nilai kehidupan yang lebih luhur. Misal, seorang duda tengah baya yang merasa sangat kehilangan sesudah isterinya wafat namun takut menikah lagi, akhirnya memutuskan mengabdikan diri menjadi prodiakon yang sangat berdedikasi.
  10. Altruisme, yaitu menyalurkan perasaan cemas pada perbuatan yang bermanfaat bagi banyak orang. Contoh, sepasang suami-isteri milyarder yang merasa sangat sedih karena kehilangan putra tunggal yang sangat mereka sayangi akibat penyakit kanker memutuskan menyumbangkan seluruh harta mereka untuk membangun sebuah rumah sakit khusus bagi anak penderita kanker.

Pertanyaan selanjutnya, bagaimana membedakan apakah tindakan seseorang merupakan perbuatan yang dilakukan dengan penuh kesadaran dari tindakan yang merupakan bentuk mekanisme pertahanan ego? Salah satu pembeda penting adalah bahwa tindakan sebagai mekanisme pertahanan ego lazimnya bersifat serba berlebihan, tidak wajar. Masalahnya, sering tidak mudah menangkap sifat berlebihan ini. Maka, langkah pertama membantu lansia yang kuatir atau cemas adalah menentukan apakah ucapan, sikap dan perbuatannya itu spontan-wajar atau merupakan bentuk mekanisme pertahanan ego yang lazimnya berlebihan-tidak wajar. Jika jawabnya adalah yang kedua, berarti kendati sudah lanjut usia namun ternyata masih memiliki ego yang rapuh, masih membutuhkan ‘peng-aku-an’ dari lingkungan di sekitarnya. “Belum adi-yuswa” meminjam istilah Romo Bambang. Bisa dipastikan, sumber kerapuhan ego semacam ini adalah pikiran yang tidak rasional, pikiran yang tidak bisa dipertanggungjawabkan keabsahan atau kebenarannya, namun yang secara tidak sadar sangat diyakini sehingga justru menimbulkan kekuatiran-kecemasan yang tidak perlu. Maka, secara umum bisa dikatakan, kunci membantu lansia mengatasi rasa kuatir yang tidak jelas, tidak berdasar, atau memiliki dasar yang keliru semacam ini adalah dengan cara membantu mengubah pikiran atau pandangannya tentang dirinya sendiri: dari IRASIONAL menjadi RASIONAL dalam arti antara lain, wajar, semestinya, apa adanya.

Sumber bacaan:
Cherry, K. (2018). 20 common defence mechanisms uused for anxiety. http://www.verywellmind.com

Grohol, J.M. (2019). 15 common defense mechanisms. http://www.psychcentral.com

31 psychological defense mechanisms explained. A look at common defense mechasnisms we employ to protect the ego. http://www.psychologistword.com
----------
Disiapkan oleh A. Supratiknya, sebagai materi Seminar Novena bagi Lansia di Domus Pacis, tanggal 4 Agustus 2019.

0 comments:

Post a Comment