Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, July 30, 2013

MAKIN TERASA SEBAGAI PASTOR

Tinggal di rumah tua bisa membuat orang merasa menjadi orang yang hanya diurus. Apalagi kalau yang mengurus tidak tinggal bersama, para penghuni rumah tua dapat mengalami hidup "seperti kurang terurus". Suasana seperti inilah yang dirasakan cukup lama oleh para rama yang ada di Domus Pacis. Lebih-lebih bagi rama yang sudah lama seperti Rama Yadi. Tidak mengherankan kalau seorang sosiolog pun membayangkan rumah tua menjadi salah satu tempat suram. Sebagaimana kemarin, Selasa 30 Juli 2013, diceriterakan oleh Rama Agoeng "pada suatu ketika dalam suatu pertemuan berjumpa dengan seseorang yang ahli sosiologi. Sang Sosiolog terkejut ketika tahu bahwa Rama Agoeng yang masih muda itu tinggal di rumah 'jompo' bersama rama-rama tua di Domus Pacis. Si Sosiolog membayangkan betapa besar penderitaan batin Rama Agoeng berada di tempat sepi terminal menuju kapling 2X1m." Untuk komunitas imamat pun rumah tua dapat membuat para rama Domus Pacis merasa tersingkir dari kehidupan Gerejawi. Selain dapat merasa sudah "tidak terpakai" para rama juga bisa merasa makin "jauh dari umat". Padahal penghayatan diri sebagai pastor terjadi kalau seorang imam masih memiliki gaulan dengan dan dalam kegiatan umat. Maka tidak sedikit rama tua tidak bersedia tinggal di rumah tua.

Suasana suram rumah tua itu di Domus Pacis tahap demi tahap dapat terkuak dan makin lama para rama dan bahkan karyawan dapat mengalami suasana ceria. Pengembangan hidup berkomunitas yang secara sistematis dimulai sejak sesudah Paskah 2011, kini makin membawa buah dalam hidup menggereja. Para rama dapat ikut berpartisipasi mengurus Domus Pacis terutama untuk pemeliharaan gedung dan pemenuhan kebutuhannya. Para rama tidak hanya hidup dari urusan institusional Keuskupan. Kalau tadinya, dalam hal pelayanan pastoral, hanya beberapa rama yang dapat melayani permintaan misa, kini suasana berkembang amat signifikan. Pastoral untuk Kaum Tua yang dimulai dari Februari 2012, kini makin berkembang dan makin dikenal oleh umat secara luas. Banyak umat berkunjung atau datang meluangkan waktu untuk kebutuhan rama-rama Domus Pacis. Kegiatan Novena Seminar Ekaristi untuk studi ketuaan tahun 2013 telah menumbuhkan tim relawati dan relawan terlibat dalam bentuk karya pastoral yang diadakan oleh Komunitas Rama Domus Pacis.

Kehidupan Domus Pacis tampaknya makin menjadi salah satu bagian dari kehidupan umat. Beberapa warga Katolik merasakan salah satu keprihatinan para rama Domus berkaitan dengan urusan makan sehari-hari. Para rama berpikir dan membicarakan kemungkinan minta bantuan umat untuk memasakkan makan pagi, siang, dan sore dengan anggaran yang diberikan oleh Keuskupan. Ketika hal ini dilontarkan ke beberapa warga Gereja, ternyata pada tanggal 22 Juli 2013 ada 8 orang ibu yang bersedia datang memenuhi undangan rama Domus lewat SMS. Enam ibu berasal dari Paroki Pringwulung (Bu Tatik, Bu Ninik, Bu Ratmi, Bu Mumun, Bu Vera, Bu Wulan), Bu Riwi dari Paroki Minomartani, dan Bu Rini dari Paroki Medari. Dalam pertemuan ini Rama Agoeng menjadi pemandu. Rama Yadi memulai dengan kisah pengalaman bertahun-tahun di Domus Pacis berkaitan dengan soal makan harian. Dialog persaudaraan penuh keakraban terjadi dan para ibu tampak antusias akan membantu kebutuhan penyediaan makan penghuni Domus Pacis. Mereka meminta pertemuan dilanjutkan pada 29 Juli 2013. Selama seminggu para ibu akan mencoba memberi info ke umat barangkali ada yang bersedia ikut ambil bagian.
Ketika pertemuan 8 ibu dilanjutkan pada 29 Juli 2013, ternyata para ibu dapat membawa lebih dari 130 nama warga Katolik dari beberapa paroki yang bersedia ikut ambil bagian. Pada umumnya banyak umat berpikir bahwa mereka akan membantu terutama penyediaan uang. Muncul pula soal dimana sementara umat bersedia menyediakan masakan tetapi tidak dapat mengantarnya ke Domus. Dalam hal ini Rama Yadi, Rama Agoeng dan Rama Bambang menegaskan: 1) Para Rama Domus tidak minta bantuan uang, karena sudah ada anggaran yang disediakan oleh Keuskupan; 2) Para Rama Domus hanya minta bantuan untuk ngecakke (menggunakan) uang Rp. 50.000,00 per makan untuk 10 orang; 3) Para Rama Domus tidak mau menambah beban keuangan dari umat; 4) Para Rama Domus mengharapkan sumbangan tenaga.

Kedelapan ibu dalam pertemuan itu jadi sibuk menelepon dan atau mengirim SMS ke beberapa orang yang masuk dalam daftar nama yang dibawa. Dari sini muncullah kesanggupan menyediakan masakan untuk tanggal dan waktu makan tertentu. Masing-masing ibu ternyata memiliki kelompok hubungan masing-masing. Dengan bersama-sama menjadi kelompok peduli penyediaan masakan di Domus Pacis, terjadilah Gereja sebagai persekutuan paguyuban-paguyuban para murid Kristus. Gambaran Gereja seperti ini sesuai dengan cita-cita Keuskupan Agung Semarang (KAS) dalam Arah Dasarnya. Dengan ini Komunitas Rama Domus Pacis walau secara terbatas dan berada di rumah tua dapat ikut ambil bagian mengembangkan Gereja KAS. Dalam hal terbentuknya tim yang mengurus makan, bersama 8 orang key person di atas (Bu Tatik, Bu Ninik, Bu Ratmi, Bu Mumun, Bu Vera, Bu Wulan, Bu Riwi, dan Bu Rini), Komunitas Rama Domus Pacis mendapatkan kasih dari 66 orang warga Katolik (8 koordinator kelompok dan 58 anggota) :
  1. Bu Harno dari Paroki Pringwulung
  2. Bu Heru dari Paroki Pringwulung
  3. Bu Dwijo dari Paroki Pringwulung
  4. Bu Prayit dari Paroki Pringwulung
  5. Bapak Kus dari Paroki Pringwulung
  6. Bu Widi dari Paroki Pringwulung
  7. Bu Kirno dari Paroki Pringwulung
  8. Bu Naryo dari Paroki Pringwulung
  9. Mas Sapto dari Paroki Pringwulung
  10. Bu Ade dari Paroki Pringwulung
  11. Bu Kartini dari Paroki Pringwulung
  12. Bu Leli dari Paroki Pringwulung
  13. Bu Saimin dari Paroki Pringwulung
  14. Bu Wardi dari Paroki Pringwulung
  15. Bu Titik Untung dari Paroki Pringwulung
  16. Bu Nia dari Paroki Pringwulung
  17. Bu Laksono dari Paroki Pringwulung
  18. Bu Dicky dari Paroki Pringwulung
  19. Bu Jono dari Paroki Pringwulung
  20. Bu Paryono dari Paroki Pringwulung
  21. Bu Gatot dari Paroki Pringwulung
  22. Bu Bambang Riyanto dari Paroki Pringwulung
  23. Bu Wahyono dari Paroki Pringwulung
  24. Bu Cicil dari Paroki Pringwulung
  25. Bu Darno dari Paroki Pringwulung
  26. Bu Yuli dari Paroki Pringwulung
  27. Bu Isri dari Paroki Pringwulung
  28. Bu Winantono dari Paroki Pringwulung
  29. Bu Maryati dari Paroki Pringwulung
  30. Bu Mardanu dari Paroki Pringwulung
  31. Bu Mega dari Paroki Pringwulung
  32. Bu Yucha dari Paroki Pringwulung
  33. Bu Bambang Adi dari Paroki Pringwulung
  34. Bu Bambang Tri dari Paroki Pringwulung
  35. Bu Budi S dari Paroki Pringwulung
  36. Bu Endarto dari Paroki Pringwulung
  37. Bu Satmoko dari Paroki Pringwulung
  38. Bu Endang dari Paroki Pringwulung
  39. Bu Beni dari Paroki Pringwulung
  40. Bu Setyabudi dari Pringwulung
  41. Bu Wijaya dari Paroki Nandan
  42. Bu Watik dari Paroki Babadan
  43. Bu Sis dari Paroki Babadan
  44. Bu Toni dari Paroki Babadan
  45. Bu Jeni dari Paroki Kotabaru
  46. Bu I'in dari Paroki Kotabaru
  47. Bu Yulita Sri Muryati dari Paroki Kotabaru
  48. Bu Hardiyanto dari Paroki Medari
  49. Bu Sumarjiyati dari Paroki Medari
  50. Bu Painem dari Paroki Medari
  51. Bu Sisworo dari Paroki Minomartani
  52. Bu Kundarto dari Paroki Minomartani
  53. Bu Endang dari Paroki Minomartani
  54. Bu Donoroto dari Paroki Minomartani
  55. Bu Slaamet dari Paroki Minomartani
  56. Bu Haryono dari Paroki Minomartani
  57. Bu Wili dari Paroki Administratif Pringgolayan
  58. Bu Shiela dari Paroki Mlati.


0 comments:

Post a Comment