Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, August 13, 2013

KOMUNITAS TUA BERGURU

Pagi ini, Rabu 14 Agustus 2013, Mas Tukiran mengeluarkan biopori untuk mengebor tanah yang sudah dipaving di bagian barat ruang pertemuan yang dipakai juga sebagai garasi di Domus Pacis. Yang dilakukan oleh Mas Tukiran, karyawan Domus, adalah hasil pembicaraan bertiga (Rama Agoeng, Mas Tukiran dan Rama Bambang) pagi itu. Mas Tukiran berkata "Rama Yadi ngersaaken wonten taneman talok ing pavingan supados eyub" (Rama Yadi mengehendaki tanaman kersen di tanah berpaving agar teduh). "Wah wit talok siji mawon niku, gogrogane godhong saben dina akehe orang jamak. Sinten sing ajeng nyapu?" (Satu pohon kersen itu saja daun-daun keringnya yang berjatuhan sudah banyak sekali. Kalau ditambah siapa yang akan menyapu?) sahut Rama Agoeng. "Napa mboten sae yen tanemane sisan kena dienggo dekorasi apik didelok wong-wong nek pas pertemuan?" (Apa tidak baik kalau pohon yang akan ditanam sekaligus dapat jadi dekorasi yang sedap dipandang bila ada pertemuan?) Rama Bambang menyambung. Dari pembicaraan yang cukup serius akhirnya disepakati akan ditanam yang akarnya tidak melebar tetapi menghunjam ke dalam. Dan tampaknya akan ditanam pohon "pecut".

Usaha tanam menanam pohon dan menjaga pepohonan yang sudah ada memang menjadi upaya para rama Domus Pacis. Para rama berniat memperdalam penghayatan iman dalam dimensi ekologis, yaitu melestarikan keutuhan ciptaan. Selain belajar tanam menanam serta menjaga tanaman, para rama juga mengupayakan bersahabat dengan hewan. Halaman dalam rumah induk dipasang beberapa sangkar untuk berbagai jenis ayam seperti kate, serema, wareng, dan ketawa. Burung perkutut dan deruk peninggalan almarhum Rama Suto Wibowo tetap terpelihara dan suara merdunya biasa menghiasi keindahan suasana Domus. Bahkan anjing-anjing pun membuat Rama Bambang yang sebenarnya anti dapat membantu Rama Yadi mengumpulkan tulang-tulang dan jenis makanan sisa meja makan. Kini ayam kampung dan ikan lele mulai menjadi percobaan rama-rama Domus belajar mencinta hewan sekaligus ke depan untuk menghemat pengeluaran anggaran keuangan. Memang, paling tidak sudah ada sekitar 15 ekor ayam yang di pagi hari sering juga tergantung di pohon sirsat, jadi gembung tanpa sirah (tubuh tanpa kepala). Ternyata ada luwak atau garangan datang menjadi pembantai. Dari sini para rama dapat menemukan pelajaran untuk memasang lampu listrik di sekitar kandang ayam. Muncul pelajaran bahwa luwak atau garangan takut cahaya. Para rama juga belajar bagaimana mengelola kolam. Tiga kotak kolam yang masing-masing berisi 1000 benih lele ternyata sudah membawa beberapa korban anak ayam yang mati mengambang. Dari sini Rama Yadi berpikir penyelamatan ayam dengan minta Mas Tukiran membeli lembar kawat strimin. Setelah membeli dan dapat menutup salah satu kotak kolam, ternyata Rama Agoeng bilang bahwa ada sisa banyak lembar strimin yang disimpan. Maka yang sudah terlanjur dibeli akan dipakai untuk membuat kandang baru di halaman rumah induk.

Dengan berbagai peristiwa itu para rama pelan-pelan mendapatkan pengetahuan bagaimana secara kecil-kecilan ikut menjaga keutuhan ciptaan. Sampah-sampah pun dapat menjadi pupuk untuk pohon-pohon pisang yang ditanam dalam polibek dari bis sumur. Pembelajaran ini dilakukan justru dari guru yang paling baik, yaitu pengalaman. Dalam pembelajaran ini pun para rama juga dapat belajar untuk tidak membahayakan diri. Pada suatu malam Rama Tri Wahyono keluar kamar dan rumah induk lewat pintu belakang. Beliau ingin masuk area kandang ayam yang sekaligus menjadi tempat adanya 3 kotak kolam ikan lele. Rama Tri tahu bahwa Rama Agoeng biasa melakukan hal sama untuk memberi makan ikan lele. Kata Rama Agoeng pemberian makan di malam hari membuat para lele lahap menyantap. Ketika makan pagi Rama Tri berceritera bahwa ketika turun trap berbatu beliau jatuh tertelantang dan mengalami kesulitan untuk bangun. "La terus piye?" (Kamu terus bagaimana?) tanya Rama Bambang. Jawab Rama Tri "Aku mbengok tulung-tulung ning ra ana sing teka. Bareng wis setengahan jam alon-alon aku isa tangi." (Aku berteriak tolong-tolong tapi tak ada yang datang menolong. Akhirnya sesudah 30an menit pelan-pelan aku baru dapat bangun). Rama Bambang kembali bertanya "Ndak bener kowe isa mbengok tulung-tulung?" (Benarkah kamu dapat berteriak minta tolong). Rama Tri kini kan sudah tidak dapat bersuara dengan volume keras seperti dulu. "Le mbengok alon-alon" (Berteriaknya pelan-pelan) kata Rama Tri yang disambut tertawa teman semeja makan.

0 comments:

Post a Comment