Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Thursday, August 22, 2013

LATIHAN JADI SAHABAT ALAM?


Njenengan nggih pun mbambet lele?” (Anda sudah membau ikan lele?) tanya Rama Bambang kepada Rama Harto ketika makan pagi hari ini, Jumat 23 Agustus 2013. “Enggih, pun sok mambu” (Ya, kadang terasa bau) jawab Rama Harto. Rama Yadi menyambung “Soale angin seka njaba kulon mlebu kamar-kamar” (Itu disebabkan oleh angin luar sebelah Barat masuk ke kamar-kamar). Rama Harto menambahkan dengan suara rendah dan tempo lambat “Saya nek bengi ambune saya krasa. Kamangka ben mboten sumuk lawang cendhela mesthi menga” (Makin malam bahunya makin terasa. Padahal, supaya tidak gerah terasa panas, pintu jendela selalu terbuka).

Rama Bambang berkata “Jan-jane kabeh sing alami pancen mboten enak ambune. Rama Harto pun nate mrangguli lemi dereng?” (Sebetulnya semua yang alami memang berbau tidak enak. Rama Harto pernah menjumpai pupuk kandang belum?). Sambil mengangguk Rama Harto menjawab “Empun” (Sudah pernah). “Ning pangane sing mbokmenawa damel mambet sanget. Lelene rak dipakani ‘pelet’. Niku ngangge campuran kimiawi” (Barangkali yang menyebabkan amat bau adalah makannya. Ikan lele kita kan diberi makan ‘pelet’) Rama Yadi memberikan penjelasan. Rama Bambang terkagum dengan pengetahuan Rama Yadi sehingga hanya bersuara “Ooooo ....” Rama Yadi meneruskan “Riyin teng Sedayu pun nate diprotes” (Dulu di Sedayu pernah membuat orang memprotes). “Paroki Sedayu pun naten gadhah blumbang lele, ta?” (Apakah Paroki Sedayu pernah memiliki kolam lele) tanya Rama Bambang. Rama Yadi menjawab “Niku theke masyarakat luas. Pari-pari ra isa panen merga kepangan ama. Nah, sawah terus dha dinengke mawon kebak banyu. Terus enten sing nggo ngingu lele. Hasile apik. Nah bar niku sawah-sawah liyane njur dinggo ngingu lele. Dadine mboten mung marai hawa mambu teng kampung-kampung, banyu-banyu sumur dha tercemar” (Itu milik masyarakat luas. Pada suatu saat panen padi gagal karena dimakan hama. Maka sawah dengan genangan airnya dibiarkan saja. Kemudian ada warga yang memanfaatkan untuk memelihara ikan lele. Hasilnya bagus. Sesudah itu sawah-sawah lain dipakai untuk beternak ikan lele. Ada akibat tak hanya menyebar aroma bau di kampung-kampung, tetapi air sumur-sumur juga tercemari).

Nggene dhewe apike pripun, nggih?” (Bagaimana dengan tempat kita?) Rama Bambang menyodorkan pertanyaan. Rama Yadi menyahut “Jarene onten sing isa gawe ora mabu. Kula pun tau maca, ning lali teng pundi” (Katanya ada yang dapat membuat tidak berbau. Saya pernah menemukan dalam bacaan, tetapi lupa dari mana). Karena ingat Santo Fransiscus Assisi yang amat bersahabat dengan alam semesta, Rama Bambang mengajukan kemungkinan “Bagaimana kalau sementara ini saya dan Rama Harto memanfaatkannya untuk berlatih bersahabat dengan alam?” Rama Harto dengan suara yang tetap lemah dan pelan berbunyi dengan kosa kata yang biasa muncul “Enggiiiiiiih” (Yaaaaaa).

0 comments:

Post a Comment