Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Wednesday, August 28, 2013

MEMBIDIK AKHIRAT?


Pada Selasa sore 27 Agustus 2013 keluarga Ibu Sarwono mengadakan misa bersama para rama Domus Pacis. Ini adalah misa untuk memperingati alm. Bapak Yohanes Hadi Sarwono (10 tahun wafat), alm. Bapak Fransiskus Xaverius Soedarman Samekto (5 tahun wafat), dan alm. Bapak Yosep Kasidu Notomiharso (16 tahun wafat). Misa yang dihadiri lebih dari 25 orang ini diselenggarakan oleh para anak, menantu, dan cucu Ibu Sarwono. Kalau alm. Bapak Sarwono adalah suami, maka alm. Bapak Samekto dan alm. Bapak Kasidu adalah para besan atau orang tua 2 orang menantu. Ketika sekitar jam 17.15 semua sudah siap, Rama Yadi membuka dan memperkenalkan apa itu Domus Pacis dan siapa saja yang menjadi penghuninya. Para rama yang dikenalkan ada 2 orang yang tidak ikut serta, yaitu Rama Harjaya dan Rama Agoeng. Yang ikut misa adalah Rama Yadi, Rama Joko, Rama Tri Wahyono, Rama Harto, dan Rama Bambang. Sesudah Rama Yadi selesai, kemudian tampillah salah satu putra dari Bu Sarwono yang mengenalkan satu persatu yang hadir. Ternyata salah satu yang hadir adalah seorang ibu ketua lingkungan umat Katolik dari salah satu keluarga putra Bu Sarwono. Ibu Ketua Lingkungan inilah yang memimpin nyanyian misa yang diiringi dengan keyboard oleh salah satu cucu perempuan.

Yang memimpin misa peringatan arwah ini adalah Rama Bambang. Ketika sampai pada bagian homili, Rama Bambang mengatakan bahwa dengan misa peringatan seperti ini ada 2 hal yang terjadi. Pertama ada penghayatan pokok iman "persekutuan para kudus", karena dengan yang sudah wafat orang di dunia tetap memiliki relasi. Kedua, dengan peringatan arwah kita diajak menyegarkan keyakinan kita akan adanya kebangkitan badan dan kehidupan kekal. Pada pokoknya ada hidup akhirat. Di sini Rama Bambang meminta para rama lain untuk menyampaikan gambarannya tentang bagaimana akhirat itu.
Rama Yadi menyampaikan pengalamannya merasa sering ada yang menghampiri tetapi tidak tampak. Itu adalah mereka yang sudah mendahului tetapi masih membutuhkan kita. Dengan kisah pengalaman Ibu Shima, Rama Yadi menyampaikan tentang para arwah yang ada di api pencucian. Maka Rama-rama Domus pun setiap selesai makan juga mendoakan mereka yang ada di api pencucian.
Rama Tri Wahyono menyampaikan keyakinannya akan akhirat dengan mengacu pada kisah dalam sebuah film yang ditontonnya hingga jam 3 pagi. Film ini mengisahkan seorang anak gadis 13 tahun yang dibunuh dengan kejam. Tetapi ketika sudah masuk dalam alam lain, gadis itu merasa bahagia sekali dan melupakan siapa pun yang dijumpai (termasuk si pembunuh) tetapi dapat bergaul dengan siapa pun dengan enak, menyenangkan, dan menggairahkan.
Rama Harto berbicara pentingnya mendoakan yang masih hidup tetapi menjelang kematian. Kematian yang tenang penuh keikhlasan adalah kunci kebahagiaan di keabadian.
Rama Bambang menyimpulkan ketiga sharing rama itu. Dan menambahkan bagaimana kita dalam hidup ini juga memperhitungkan diri berjalan menuju Kerajaan Bapa. Kita belajar tetap ingat dan kontak dalam dengan mereka yang sudah mendahului (dari Rama Yadi). Kita berjuang untuk dapat enak dengan siapa pun juga dengan yang mengecewakan dan menyakitkan hati (Rama Tri). Untuk itu kita harus mengutamakan hidup (Rama Harto). Segalanya baik studi, kerja, makan-minum, berhias, dolan dan lain-lain adalah untuk kepentingan hidup, yaitu untuk mengembangkan dan memantapkan diri. Sesudah misa ada makan malam bersama dengan santapan yang disediakan oleh keluarga Ibu Sarwono.

Pagi ini, Rabu 29 Agustus 2013, ketika sedang makan pagi Rama Tri Wahyono yang siap makan terkejut dan berkata "Lho kok segane durung ana?" (Lho, nasinya belum ada?). Beliau sudah akan meletakkan daging ayam di piringnya tetapi ternyata piring masih tanpa nasi. Pramurukti, yang sedang menyuapi Rama Harto, berdiri untuk mengambilkan nasi. "Aku saiki kok akeh lali ya?" (Mengapa aku sekarang banyak lupa?). Rama Yadi menyahut "Jarene wingi sikatan nganggo silet?" (Katanya kemarin gosok gigi pakai silet?). "Iya je" (Benar) kata Rama Tri "Aku nggosok untu jebule nganggo silet" (Aku menggosok gigi, ternyata dengan alat cukur kumis). Rama Bambang berkata "Mbokmenawa kowe wis ngalami akhirat?" (Barangkali kamu sudah menghayati kehidupan akhirat?). "Kok ngono?" (Mengapa begitu?) tanya Rama Tri. "Jaremu neng akhirat ki wong wis dha lali ning dha gathuk bahagia" (Katamu akhirat tempat orang lupa tapi dapat sambung dengan bahagia) jelas Rama Bambang. Rama Tri setuju karena berkata "Iya, nggon lali ning nyenengke" (Iya, tempat pelupa tetapi menyenangkan) yang disambut gelak rama-rama lain.

0 comments:

Post a Comment