Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Saturday, March 29, 2014

DIIKAT DENGAN TALI??


"Mau bengi kesasar pa, kang" (Tadi malam tersesat ya, mas?) tanya Rama Agoeng kepada Rama Tri Wahyono ketika makan pagi Jumat 28 Maret 2014. "Iyaaaa. Mau bengi metu kamar terus arep bali malah keblasuk-blasuk" (Iyaaa. Tadi malam saya keluar dari kamar tetapi ketika akan kembali malah keliru jalan) jawab Rama Tri yang disambung oleh Rama Yadi "Kok ora bengok-bengok ngundang pramurukti?" (Mengapa tidak berteriak-teriak memanggil pramurukti?). Rama Tri berkata "Aku wis bengok-bengok ngundang Mas Kris" (Aku sudah berseru-seru memanggil Mas Kris). Tetapi Rama Agoeng menyahut "Ning suaramu mau bengi lirih" (Tetapi tadi malam volume suaramu amat kecil) yang dibenarkan sendiri oleh Rama Tri "Iya, mau bengi aku ora isa nyuwara sero" (Benar, aku tadi malam tidak dapat bersuara keras).


Rama Tri memang sudah kerap kehilangan pengalamatan arah. Penglihatan yang sudah surut membuat beliau harus digandeng atau dipapah untuk berjalan. Tetapi Rama Tri kerap nekad berjalan sendiri dari kamar tidur menuju kamar makan dan sebaliknya. Kadang memang sering berjalan ke lain arah sehingga yang melihat harus mengawasinya. Beliau masih mempunyai semangat ingin tidak merepotkan orang lain. Rama Yadi pagi itu menyampaikan salah satu pengalamannya "Sawijining dinten kula weruh Rama Tri mlampah. Medal saking kamar tidur terus mlebu kamar makan terus medal malih. Mlampah kaya ajeng medal teng kebon. Ning liwat lawang liya mlebu kamar makan melih. Kula mung ngawasi diam-diam. Dheweke nuju tabung air mineral. Terus 'brug' nabrak sesuatu. Nah, kula nembe taken arep neng ngendi terus kula tuntun sanadyan kula ngangge kursi rodha" (Pada suatu hari saya melihat Rama Tri berjalan. Dia keluar dari kamar tidur lalu masuk kamar makan lalu keluar lagi. Dia berjalan seperti mau ke kebun. Tetapi lewat pintu lain dia masuk kamar makan lagi. Saya hanya mengikuti dengan diam-diam. Dia seperti mau menuju tabung air mineral. Dan 'brug' sepertinya Rama Tri menabrak sesuatu. Nah, saya baru bertanya akan kemana dan kemudian dengan berkursi roda dia saya tuntun).

Dari situ kemudian terjadi diskusi antara rama Agoeng dan Rama Yadi bagaimana menyiapkan beberapa hal agar Rama Tri tidak keliru jalan. "Wau dalu teng kamar makan cucul-cucul kaos terus ajeng tilem teng meja" (Tadi malam di kamar makan beliau melepas pakaiannya dan akan tidur di meja) kata Rama Agoeng yang diiyakan oleh rama Tri. "Pripun umpama saben dalu Rama Tri ditaleni ngangge tampar seka makare. Ben neng ngendi wau isa bali kamar" (Bagaimana kalau setiap malam Rama Tri diikat dengan seutas tali dari kamarnya. Biarlah kemana pun tetap dapat kembali ke kamarnya) usul Rama yadi yang ditanggapi oleh Rama Bambang "Ben kaya pitik sing durung omah?" (Biar seperti seekor ayam yang belum biasa di rumahnya?) sehingga membuat semua tertawa. Rama Yadi memberikan argumen "Kaya teng guwa nek obor mati ora bakal kesasar merga awake wis ditalen seka njaba. Mula isa mlaku turut tali" (Seperti berjalan dalam gua kalau obor padam tetapi tidak tersesat karena tubuh sudah diikat dengan tali dari luar. Maka dapat berjalan dan tidak tersesat).

0 comments:

Post a Comment