Pages

Subscribe:
/
  • Domus Pacis

    Domus Pacis atau Rumah Damai berada di Puren, Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Di rumah ini sedang dikembangkan pastoral ketuaan. "Tua tak mungkin terlambat datangnya, namun renta bisa ditunda hadirnya"

  • Indahnya di usia tua

    Tua namun tak renta, sakit tak sengsara, Mati masuk surga

  • Tua Yang Bijaksana

    Menjadi Tua itu kepastian, namun tua yang bijaksana itu suatu perjuangan.

Tuesday, March 3, 2015

KELOMPOK SLEMAN


Ini adalah hari Senin 23 Februari 2015. Jam menunjuk angka jarum 02.00 siang. Sebenarnya cuaca amat tidak bersahabat bahkan menakutkan. Hujan amat lebat disertai tiupan angin yang amat kuat. Kabarnya di beberapa tempat Yogya ada pohon tumbang. Bahkan di depan RS Bethesda ada 1 orang meninggal tertimpanya. Tetapi ada 19 orang (14 ibu dan 5 bapak) yang sudah lanjut usia datang berkumpul di rumah Ibu Prapti di Lingkungan Sleman Barat, Paroki Medari. Beberapa orang membawa sepeda motor dan 1 orang mengendarai mobil. Kebanyakan dari mereka berjalan kaki dengan payung yang harus dipegang erat-erat agar tidak diterbangkan oleh angin. Mereka datang untuk mengikuti program Jagongan Iman pertemuan pertama. Sekalipun lampu listrik mati (baru hidup sesudah acara selesai ketika para peserta sedang menikmati makan) para peserta mengikuti proses dengan semangat. Ini terasa dengan pembicaraan yang melibatkan peserta.

Pertemuan pertama itu membicarakan pokok pertama Syahadat Katolik tentang "Aku percaya akan Allah Bapa yang mahakuasa, pencipta langit dan bumi". Dengan pokok ini para peserta diajak merenungkan apa maknanya bagi kita kaum lansia. Dari pembicaraan Rama Bambang menyimpulkan ada 3 butir pokok:
  • Di hadapan Allah kita bukan apa-apa. Dia adalah mahakuasa dan pencipta kita. Tetapi Yesus memberi keteladanan dalam doa "Bapa Kami" sehingga Allah menjadi Bapa kita.
  • Allah itu asal dan sumber hidup. Kita tidak bisa tidak tetap harus menyebut "Bapa" kepada Allah karena Dia adalah sumber hidup kita. Inilah yang membawa berkat dalam hidup kita.
  • Kesejatian kita semua adalah semartabat. Dengan menyebut Bapa oleh semua orang dari segala tingkatan (tua-muda, kakek/nenek-anak-cucu), hal ini menunjukkan adanya kesamaan martabat untuk semua orang.
Untuk meneguhkan dan memperluas cakrawala permenungan dalam pembicaraan bersama, Katekismus Gereja Katolik (KGK) no. 232.233.239 dibacakan dan diulas.

232   Orang Kristen dibaptis atas "nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus" (Mat 28:19). Sebelumnya mereka menjawab pertanyaan tiga ganda, apakah mereka percaya akan Bapa, Putera, dan Roh Kudus dengan: "Aku percaya". "Inti iman semua orang Kristen adalah Allah Tritunggal" (Sesarius dari Arles, symb.).
233   Orang Kristen dibaptis atas "nama" (tunggal) dan bukan atas "nama-nama" (jamak) Bapa, Putera, dan Roh Kudus, karma ada hanya satu Allah, Bapa yang mahakuasa dan Putera-Nya yang tunggal dan Roh Kudus: Tritunggal Mahakudus.
239   Kalau bahasa iman menamakan Allah itu "Bapa", maka ia menunjukkan terutama kepada dua aspek: bahwa Allah adalah awal mula segala sesuatu dan otoritas yang mulia dan sekaligus kebaikan dan kepedulian yang penuh kasih akan semua anak-Nya. Kebaikan Allah sebagai orang-tua ini dapat dinyatakan juga dalam gambar keibuan, yang lebih menekankan imanensi Allah, hubungan mesra antara Allah dan ciptaan-Nya. Dengan demikian bahasa iman menimba dari pengalaman manusia dengan orang-tuanya, yang baginya boleh dikatakan wakil-wakil Allah yang pertama. Tetapi sebagaimana pengalaman menunjukkan, orang-tua manusiawi itu dapat juga membuat kesalahan dan dengan demikian menodai citra kebapaan dan keibuan. Karena itu perlu diperingatkan bahwa Allah melampaui perbedaan jenis kelamin pada manusia. Ia bukan pria, bukan juga wanita; Ia adalah Allah. Ia juga melebihi kebapaan dan keibuan manusiawi, walaupun Ia adalah awal dan ukurannya. Tidak ada seorang bapa seperti Allah.

0 comments:

Post a Comment